Mandrasah Pertama yang Menggodok Keilmuan Imam Syafi'i

Senin, 04 Januari 2021 - 18:41 WIB
loading...
Mandrasah Pertama yang Menggodok Keilmuan Imam Syafii
Seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Kesalehan ibu dan ayahnya, maka dapat mewujudkan anak-anak yang saleh pula. Foto ilustrasi/ist
A A A
Ketokohan dan kepakaran Abu Abdullah Muhammad Idris Asy syafi’i atau dikenal Imam Asy-Syafi'i sudah sangat tersohor di dunia. Ia adalah pendiri mazhab fikih dan ahli di segala bidang keilmuan . Karya-karyanya diakui dan menjadi rujukan utama dalam dunia Islam. Namun, tahukah Anda bahwa kehebatan sang tokoh tak terlepas dari peran ibundanya, yakni Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah.

Bagi Imam Syafi'i, Fatimahlah, madrasah pertamanya . Dan ia adalah seorang ibu yang cerdas dan saleha. Tak heran, jika sekolah pertamanya mendidik ketakwaan dan kesalehan, maka InsyaAllah anak-anaknya juga menjadi anak-anak yang saleh dan salehah.

(Baca juga: Doa untuk Pengantin Baru Beserta Maknanya )

Al Qur'an telah menentukan karakter seorang ibu yang baik dan salehah, dalam firman Allah SWT

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ

” Maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi menjaga diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah menjaga mereka.” (QS. an Nisa : 34).

Siapakah Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah ini? Dirangkum dari berbagai sumber inilah kisah hidup Fatimah binti Ubaidillah Asdiyah ini. Dijelaskan Al-Baihaqi, nasab Fatimah sampai ke suku Al-Azd di Yaman. Sedangkan menurut sejarawan lain, Fatimah adalah Ahlul Bait atau keturunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari jalur Ubaidillah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.

Sejak Imam Syafi'i berumur dua tahun, Fatimah terpaksa harus membesarkan buah hatinya itu sendirian. Ini lantaran sang suami, Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i, meninggal di Gaza.

Fatimah dikenal cerdas dan taat beribadah. Ia adalah sosok yang tegar dan tidak pernah mengeluh. Ketika suaminya wafat, tak sedikit pun harta ia warisi. Dengan kondisi serba kekurangan, ia berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi anak semata wayangnya itu. Keinginannya satu, kelak buah hatinya tersebut menjadi figur hebat dan bermanfaat bagi semua.

(Baca juga: Ingin Menikah? Inilah 9 Hadis tentang Pernikahan yang Menganjurkannya )

Mereka pun berpindah ke Makkah. Kota suci itu dipilih agar Fatimah bisa mempertemukan Syafi’i dengan keluarga besarnya dari Suku Quraisy.

Imam Syafi’i pernah berujar, langkah ini ditempuh ibundanya karena ia khawatir hidup dirinya sia-sia. “Ibuku ingin agar aku seperti keluarga di Makkah. Ibuku takut aku kehilangan nama besar keluargaku bila tetap tinggal dan besar di luar Makkah.”

Tak hanya itu, Fatimah ingin anaknya belajar bahasa Arab langsung dari Suku Hudzail. Konon kabilah ini terkenal dengan kefasihan bahasa. Ajaran ini kelak membekas. Imam Syafi’i bukan hanya dikenal sebagai ahli fikih, melainkan pakar seni sastra dengan kumpulan puisi gubahannya.

Imam Asymal (pakar bahasa Arab) berkata, “Aku membaca syair-syair dari Suku Hudzail di depan pemuda dari Quraisy yang bernama Muhammad bin Idris (nama Imam Syafi’i).” Selain bahasa, di Makkah banyak bertaburan guru-guru agama.

Di Makkah, Fatimah tinggal bersama Syafi’i kecil di Kampung Al-Khaif. Nasab boleh tinggi dan terhormat, tetapi taraf ekonomi mereka di level bawah. Syafi’i menuturkan sendiri tentang kondisi ibunya yang miskin.

(Baca juga: Rajin Baca Shalawat Fatih, Kebuntuan Persoalan Hidup Akan Terurai )

“Aku tumbuh sebagai seorang anak yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau yang bisa diberikan kepada guruku. Ketika itu guruku merasa lega apabila aku menggantikannya saat dia pergi,” kenangnya.

Namun, kemiskinan tidak pernah membuat Syafi’i minder. Apalagi patah semangat. Karena sang ibunda selalu berada di sampingnya. Mendoakan, mendampingi, serta memberi semangat.

Imam Syafi’i berkata, “Tidak akan berhasil orang yang menuntut ilmu, kecuali menuntutnya dalam keadaan susah.”

Dari kondisi ini, Fatimah mengajarkan agar anaknya kelak memahami perasaan dan kehidupan masyarakat miskin.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1991 seconds (0.1#10.140)