Raden Paku: Sunan Giri Berjuluk Sultan Abdul Fakih Pemimpin Kaum Putihan
loading...
A
A
A
Hanya dalam tempo tiga tahun Sunan Giri berhasil mengelola pesantrennya hingga namanya terkenal ke seluruh Nusantara.
Menurut Dr. H.J. De Graaf, sesudah pulang dari pengembaraannya atau berguru ke Negeri Pasai, ia memperkenalkan diri kepada dunia, kemudian berkedudukan di atas bukit di Gresik , dan ia menjadi orang pertama yang paling terkenal dari Sunan-sunan Giri yang ada.
Di atas gunung tersebut seharusnya ada istana karena di kalangan rakyat dibicarakan adanya Giri Kedaton (Kerajaan Giri).
Murid-murid Sunan Giri berdatangan dari segala penjuru, seperti Maluku, Madura, Lombok, Makasar, Hitu dan Ternate.
Demikian menurut De Graaf. Sedangkan Babat Tanah Jawa memaparkan murid-murid Sunan Giri itu justru bertebaran hampir di seluruh penjuru benua besar, seperti Eropa (Rum), Arab, Mesir , Cina dan lain-lain.
Semua itu adalah pengembara kebesaran nama Sunan Giri sebagai ulama besar yang sangat dihormati orang pada zamannya.
Buku " Kisah dan ajaran Wali Sanga " karya H. Lawrens Rasyidi memaparkan di samping pesantrennya yang besar ia juga membangun masjid sebagai pusat ibadah dan pembentukan iman ummatnya.
Untuk para santri yang datang dari jauh beliau juga membangun asrama yang luas. Di sekitar bukit tersebut sebenarnya dahulu jarang dihuni oleh penduduk dikarenakan sulitnya mendapatkan air. Tetapi dengan adanya Sunan Giri masalah air itu dapat diatasi.
Cara Sunan Giri membuat sumur atau sumber air itu sangat aneh dan gaib, hanya beliau seorang yang mampu melakukannya.
Pemimpin Kaum Putihan
Lawrens Rasyidi menulis dalam menentukan hukum agama yang pada saat itu memang sedang menghadapi ujian adanya masalah-masalah ummat yang pelik, Sunan Giri sangat berhati-hati, beliau khawatir terjerumus pada jurang kemusyrikan. Itu sebabnya beliau sangat berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang sahih.
Ibadah menurut beliau haruslah sesuai dengan ajaran Nabi, tidak boleh dicampuri dengan berbagai kepercayaan lama yang justru bertentangan dengan agama Islam. Karena mahirnya beliau di bidang ilmu fiqih maka beliau mendapat sebutan Sultan Abdul Fakih.
Di bidang tauhid beliau juga tak kenal kompromi dengan adat istiadat lama dan kepercayaan lama. Kepercayaan Hindu-Budha atau animesme dan dinamisme harus dikikis habis.
Adat istiadat lama yang tidak sesuai dengan ajaran Islam harus dilenyapkan supaya tidak menyesatkan ummat di kemudian hari.
Pelaksanaan syariat Islam di bidang ibadah haruslah sesuai dengan ajaran aslinya yang termasuk di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul .
Karena sikapnya ini maka Sunan Giri dan pengikutnya disebut kaum Putihan atau Islam Putih. Islam Putihan ini artinya adalah dalam beragama mengikuti jalan lurus, putih bersih seperti ajaran aslinya.
Pemimpin kaum putihan adalah Sunan Giri yang didukung oleh Sunan Ampel dan Sunan Drajad.
Kalau ada Islam Putihan tentunya ada Islam Abangan. Lawrens Rasyidi menyebut anak Islam Abangan ini adalah para pengikut Sunan Kalijaga yang didukung oleh Sunan Bonang , Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Muria.
Tujuan Aliran Islam Abangan ini adalah agar Islam cepat tersiar keseluruh penduduk Tanah Jawa. Agar semua rakyat dapat menerima agama Islam, karena itu mereka berpendapat:
Pertama, membiarkan dahulu adat istiadat yang sukar diubah, atau tidak mengubah adat yang berat ditiadakan, sehingga tidak terjadi usaha kekerasan dalam menyebarkan Islam.
Kedua, bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi mudah dihilangkan maka ditiadakan.
Ketiga, mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat rakyat tetapi diusahakan untuk mempengaruhi sedikit demi sedikit agar mereka menerima Islam yang benar.
Keempat, menghindarkan terjadinya konfrontasi secara langsung atau terjadinya kekerasan dalam menyiarkan agama Islam. Maksudnya ialah mengambil ikannya tanpa mengeruhkan airnya.
Kelima, tujuan utama kaum Abangan adalah merebut simpati rakyat sehingga rakyat mau diajak berkumpul, mendekat dan bersedia mendengarkan keterangan apa sih ajaran agama Islam itu?
Jadi tidak dibenarkan menghalau rakyat dari kalangan ummat Islam, melainkan berusaha menyenangkan hati mereka supaya mau mendekat kepada para ulama atau para Wali. Untuk itu tidak ada salahnya penggunaan kesenian rakyat seperti gending dan wayang kulit sebagai media dakwah untuk mengumpulkan mereka.
Itulah pendapat kaum Abangan yang dipimpin oleh Sunan Kalijaga. Perlu diketahui walaupun ada perbedaan dalam cara menyiarkan Islam, tapi pada waktu itu tidak sampai terjadi ketegangan kedua pihak masih sama-sama berpaham Ahlussunah waljamaah dan bermazhab Syafi’i.
Kedua pihak sama-sama menyadari pentingnya pos mereka. Pihak Putihan menjaga kemurnian agama Islam agar tidak bercampur dengan paham yang berbau syirik. Sedangkan pihak Abangan mengajak masyarakat atau rakyat secepatnya menjadi pemeluk agama Islam. Bila sudah menjadi pemeluk Islam tinggal menyempurnakan iman mereka saja.(Bersambung)
Menurut Dr. H.J. De Graaf, sesudah pulang dari pengembaraannya atau berguru ke Negeri Pasai, ia memperkenalkan diri kepada dunia, kemudian berkedudukan di atas bukit di Gresik , dan ia menjadi orang pertama yang paling terkenal dari Sunan-sunan Giri yang ada.
Di atas gunung tersebut seharusnya ada istana karena di kalangan rakyat dibicarakan adanya Giri Kedaton (Kerajaan Giri).
Murid-murid Sunan Giri berdatangan dari segala penjuru, seperti Maluku, Madura, Lombok, Makasar, Hitu dan Ternate.
Demikian menurut De Graaf. Sedangkan Babat Tanah Jawa memaparkan murid-murid Sunan Giri itu justru bertebaran hampir di seluruh penjuru benua besar, seperti Eropa (Rum), Arab, Mesir , Cina dan lain-lain.
Semua itu adalah pengembara kebesaran nama Sunan Giri sebagai ulama besar yang sangat dihormati orang pada zamannya.
Buku " Kisah dan ajaran Wali Sanga " karya H. Lawrens Rasyidi memaparkan di samping pesantrennya yang besar ia juga membangun masjid sebagai pusat ibadah dan pembentukan iman ummatnya.
Untuk para santri yang datang dari jauh beliau juga membangun asrama yang luas. Di sekitar bukit tersebut sebenarnya dahulu jarang dihuni oleh penduduk dikarenakan sulitnya mendapatkan air. Tetapi dengan adanya Sunan Giri masalah air itu dapat diatasi.
Cara Sunan Giri membuat sumur atau sumber air itu sangat aneh dan gaib, hanya beliau seorang yang mampu melakukannya.
Pemimpin Kaum Putihan
Lawrens Rasyidi menulis dalam menentukan hukum agama yang pada saat itu memang sedang menghadapi ujian adanya masalah-masalah ummat yang pelik, Sunan Giri sangat berhati-hati, beliau khawatir terjerumus pada jurang kemusyrikan. Itu sebabnya beliau sangat berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang sahih.
Ibadah menurut beliau haruslah sesuai dengan ajaran Nabi, tidak boleh dicampuri dengan berbagai kepercayaan lama yang justru bertentangan dengan agama Islam. Karena mahirnya beliau di bidang ilmu fiqih maka beliau mendapat sebutan Sultan Abdul Fakih.
Di bidang tauhid beliau juga tak kenal kompromi dengan adat istiadat lama dan kepercayaan lama. Kepercayaan Hindu-Budha atau animesme dan dinamisme harus dikikis habis.
Adat istiadat lama yang tidak sesuai dengan ajaran Islam harus dilenyapkan supaya tidak menyesatkan ummat di kemudian hari.
Pelaksanaan syariat Islam di bidang ibadah haruslah sesuai dengan ajaran aslinya yang termasuk di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul .
Karena sikapnya ini maka Sunan Giri dan pengikutnya disebut kaum Putihan atau Islam Putih. Islam Putihan ini artinya adalah dalam beragama mengikuti jalan lurus, putih bersih seperti ajaran aslinya.
Pemimpin kaum putihan adalah Sunan Giri yang didukung oleh Sunan Ampel dan Sunan Drajad.
Kalau ada Islam Putihan tentunya ada Islam Abangan. Lawrens Rasyidi menyebut anak Islam Abangan ini adalah para pengikut Sunan Kalijaga yang didukung oleh Sunan Bonang , Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Muria.
Tujuan Aliran Islam Abangan ini adalah agar Islam cepat tersiar keseluruh penduduk Tanah Jawa. Agar semua rakyat dapat menerima agama Islam, karena itu mereka berpendapat:
Pertama, membiarkan dahulu adat istiadat yang sukar diubah, atau tidak mengubah adat yang berat ditiadakan, sehingga tidak terjadi usaha kekerasan dalam menyebarkan Islam.
Kedua, bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi mudah dihilangkan maka ditiadakan.
Ketiga, mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat rakyat tetapi diusahakan untuk mempengaruhi sedikit demi sedikit agar mereka menerima Islam yang benar.
Keempat, menghindarkan terjadinya konfrontasi secara langsung atau terjadinya kekerasan dalam menyiarkan agama Islam. Maksudnya ialah mengambil ikannya tanpa mengeruhkan airnya.
Kelima, tujuan utama kaum Abangan adalah merebut simpati rakyat sehingga rakyat mau diajak berkumpul, mendekat dan bersedia mendengarkan keterangan apa sih ajaran agama Islam itu?
Jadi tidak dibenarkan menghalau rakyat dari kalangan ummat Islam, melainkan berusaha menyenangkan hati mereka supaya mau mendekat kepada para ulama atau para Wali. Untuk itu tidak ada salahnya penggunaan kesenian rakyat seperti gending dan wayang kulit sebagai media dakwah untuk mengumpulkan mereka.
Itulah pendapat kaum Abangan yang dipimpin oleh Sunan Kalijaga. Perlu diketahui walaupun ada perbedaan dalam cara menyiarkan Islam, tapi pada waktu itu tidak sampai terjadi ketegangan kedua pihak masih sama-sama berpaham Ahlussunah waljamaah dan bermazhab Syafi’i.
Kedua pihak sama-sama menyadari pentingnya pos mereka. Pihak Putihan menjaga kemurnian agama Islam agar tidak bercampur dengan paham yang berbau syirik. Sedangkan pihak Abangan mengajak masyarakat atau rakyat secepatnya menjadi pemeluk agama Islam. Bila sudah menjadi pemeluk Islam tinggal menyempurnakan iman mereka saja.(Bersambung)
(mhy)