Menolak Jadi Khalifah, Ali bin Abi Thalib: Aku Lebih Baik Jadi Wazir
loading...
A
A
A
Bertempat di Masjid Nabi , kaum Muhajirin dan Anshar bulat berpendapat, bahwa hanya Ali bin Abi Thalib r.a. lah tokoh yang paling mustahak dibai'at sebagai khalifah pengganti Utsman bin Affan yang tewas terbunuh.
Buku "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a." karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan setelah itu, semua yang hadir berdiri serentak, kemudian berangkat bersama-sama ke rumah Ali bin Abi Thalib. Di depan rumahnya mereka beramai-ramai minta dan mendesak agar Ali bin Abi Thalib keluar. Setelah Ali keluar, semua orang berteriak agar ia bersedia mengulurkan tangan sebagai tanda persetujuan dibai'at menjadi Amirul Mukminin.
Pada mulanya Ali bin Abi Thalib menolak dibai'at sebagai Khalifah. Dengan terus terang ia menyatakan: "Aku lebih baik menjadi wazir yang membantu daripada menjadi seorang Amir yang berkuasa. Siapa pun yang kalian bai'at sebagai Khalifah, akan kuterima dengan rela. Ingatlah, kita akan menghadapi banyak hal yang menggoncangkan hati dan pikiran."
Jawaban Ali bin Abi Thalib yang seperti itu tak dapat diterima sebagai alasan oleh banyak kaum muslimin yang waktu itu datang berkerumun di rumahnya. Mereka tetap mendesak atau setengah memaksa, supaya Ali bersedia dibai'at oleh mereka sebagai Khalifah.
Dengan mantap mereka menegaskan pendirian: "Tidak ada orang lain yang dapat menegakkan pemerintahan dan hukum-hukum Islam selain anda. Kami khawatir terhadap ummat Islam, jika kekhalifahan jatuh ke tangan orang lain…"
Beberapa saat lamanya terjadi saling-tolak dan saling tukar pendapat antara Ali bin Abi Thalib dengan mereka. Para sahabat Nabi Muhammad s.a.w . dan para pemuka kaum Muhajirin dan Anshar mengemukakan alasannya masing-masing tentang apa sebabnya mereka mempercayakan kepemimpinan tertinggi kepada Ali bin Abi Thalib. Betapapun kuat dan benarnya alasan yang mereka ajukan Ali bin Abi Thalib tetap menyadari, jika ia menerima pembai'atan mereka pasti akan menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan gawat.
Baru setelah Ali bin Abi Thalib yakin benar, bahwa kaum muslimin memang sangat menginginkan pimpinannya, dengan perasaaan berat ia menyatakan kesediaannya untuk menerima pembai'atan mereka. Satu-satunya alasan yang mendorong Ali bin Abi Thalib bersedia dibai'at, ialah demi kejayaan Islam, keutuhan persatuan dan kepentingan kaum muslimin.
Rasa tanggung jawabnya yang besar atas terpeliharanya nilai-nilai peninggalan Rasulullah s.a.w., membuatnya siap menerima tanggung jawab berat di atas pundaknya.
Sungguh pun demikian, ia tidak pernah lengah, bahwa situasi yang ditinggalkan oleh Khalifah Utsman r.a. benar-benar merupakan tantangan besar yang harus ditanggulangi.
Keputusan Ali bin Abi Thalib untuk bersedia dibai'at sebagai Amirul Mukminin disambut dengan perasaan lega dan gembira oleh sebagian besar kaum muslimin.
Kepada mereka Ali bin Abi Thalib meminta supaya pembai'atan dilakukan di masjid agar dapat disaksikan oleh umum. Kemudian Ali bin Abi Thalib juga memperingatkan, jika sampai ada seorang saja yang menyatakan terus terang tidak menyukai dirinya, maka ia tidak akan bersedia dibai'at.
Mereka dapat menyetujui permintaan Ali bin Abi Thalib, lalu ramai-ramai pergi menuju masjid.
Setibanya di Masjid, ternyata orang pertama yang menyatakan bai'atnya ialah Thalhah bin Ubaidillah . Menyaksikan kesigapan Thalhah itu, seorang bernama Qubaisah bin Dzuaib Al Asadiy menanggapi: "Aku Khawatir, jangan-jangan pembai'atan Thalhah itu tidak sempurna!"
Ia mengucapkan tanggapannya itu karena tangan Thalhah memang lumpuh sebelah. Orang lain membiarkan komentar itu lewat begitu saja.
Zubair bin Al-'Awwam segera mengikuti jejak Thalhah menyatakan bai'at kepada Ali bin Abi Thalib. Sesudah itu barulah kaum Muhajirin dan Anshar menyatakan bai'atnya masing-masing. Yang tidak ikut menyatakan bai'at ialah Muhammad bin Maslamah, Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Salam, Abdullah bin Umar , Usamah bin Zaid , Saad bin Abi Waqqash , dan Ka'ab bin Malik. (Bersambung)
Buku "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a." karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan setelah itu, semua yang hadir berdiri serentak, kemudian berangkat bersama-sama ke rumah Ali bin Abi Thalib. Di depan rumahnya mereka beramai-ramai minta dan mendesak agar Ali bin Abi Thalib keluar. Setelah Ali keluar, semua orang berteriak agar ia bersedia mengulurkan tangan sebagai tanda persetujuan dibai'at menjadi Amirul Mukminin.
Pada mulanya Ali bin Abi Thalib menolak dibai'at sebagai Khalifah. Dengan terus terang ia menyatakan: "Aku lebih baik menjadi wazir yang membantu daripada menjadi seorang Amir yang berkuasa. Siapa pun yang kalian bai'at sebagai Khalifah, akan kuterima dengan rela. Ingatlah, kita akan menghadapi banyak hal yang menggoncangkan hati dan pikiran."
Jawaban Ali bin Abi Thalib yang seperti itu tak dapat diterima sebagai alasan oleh banyak kaum muslimin yang waktu itu datang berkerumun di rumahnya. Mereka tetap mendesak atau setengah memaksa, supaya Ali bersedia dibai'at oleh mereka sebagai Khalifah.
Dengan mantap mereka menegaskan pendirian: "Tidak ada orang lain yang dapat menegakkan pemerintahan dan hukum-hukum Islam selain anda. Kami khawatir terhadap ummat Islam, jika kekhalifahan jatuh ke tangan orang lain…"
Beberapa saat lamanya terjadi saling-tolak dan saling tukar pendapat antara Ali bin Abi Thalib dengan mereka. Para sahabat Nabi Muhammad s.a.w . dan para pemuka kaum Muhajirin dan Anshar mengemukakan alasannya masing-masing tentang apa sebabnya mereka mempercayakan kepemimpinan tertinggi kepada Ali bin Abi Thalib. Betapapun kuat dan benarnya alasan yang mereka ajukan Ali bin Abi Thalib tetap menyadari, jika ia menerima pembai'atan mereka pasti akan menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan gawat.
Baru setelah Ali bin Abi Thalib yakin benar, bahwa kaum muslimin memang sangat menginginkan pimpinannya, dengan perasaaan berat ia menyatakan kesediaannya untuk menerima pembai'atan mereka. Satu-satunya alasan yang mendorong Ali bin Abi Thalib bersedia dibai'at, ialah demi kejayaan Islam, keutuhan persatuan dan kepentingan kaum muslimin.
Rasa tanggung jawabnya yang besar atas terpeliharanya nilai-nilai peninggalan Rasulullah s.a.w., membuatnya siap menerima tanggung jawab berat di atas pundaknya.
Sungguh pun demikian, ia tidak pernah lengah, bahwa situasi yang ditinggalkan oleh Khalifah Utsman r.a. benar-benar merupakan tantangan besar yang harus ditanggulangi.
Keputusan Ali bin Abi Thalib untuk bersedia dibai'at sebagai Amirul Mukminin disambut dengan perasaan lega dan gembira oleh sebagian besar kaum muslimin.
Kepada mereka Ali bin Abi Thalib meminta supaya pembai'atan dilakukan di masjid agar dapat disaksikan oleh umum. Kemudian Ali bin Abi Thalib juga memperingatkan, jika sampai ada seorang saja yang menyatakan terus terang tidak menyukai dirinya, maka ia tidak akan bersedia dibai'at.
Mereka dapat menyetujui permintaan Ali bin Abi Thalib, lalu ramai-ramai pergi menuju masjid.
Setibanya di Masjid, ternyata orang pertama yang menyatakan bai'atnya ialah Thalhah bin Ubaidillah . Menyaksikan kesigapan Thalhah itu, seorang bernama Qubaisah bin Dzuaib Al Asadiy menanggapi: "Aku Khawatir, jangan-jangan pembai'atan Thalhah itu tidak sempurna!"
Ia mengucapkan tanggapannya itu karena tangan Thalhah memang lumpuh sebelah. Orang lain membiarkan komentar itu lewat begitu saja.
Zubair bin Al-'Awwam segera mengikuti jejak Thalhah menyatakan bai'at kepada Ali bin Abi Thalib. Sesudah itu barulah kaum Muhajirin dan Anshar menyatakan bai'atnya masing-masing. Yang tidak ikut menyatakan bai'at ialah Muhammad bin Maslamah, Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Salam, Abdullah bin Umar , Usamah bin Zaid , Saad bin Abi Waqqash , dan Ka'ab bin Malik. (Bersambung)
Baca Juga
(mhy)