Valentine Day, Haruskah Merayakannya? Bagaimana Pandangan Syariat?
loading...
A
A
A
Tanggal 14 Februari, dikenal sebagai perayaan hari kasih sayang. Dalam perayaan tersebut, biasanya sering dimanfaatkan kaum muda-mudi untuk menyatakan rasa cinta kepada pasangannya. Tidak hanya sekadar bertukar kado, tetapi momen tersebut sudah melenceng jauh menjadi ajang 'perzinahan' oleh yang merayakannya.
Bagaimana seorang muslim harus menyikapinya? Dan bagaimana pandangan syariat tentang perayaan-perayaan seperti itu? Hajjah Irena Handono, aktivis dakwah, menghimbau umat Islam agar tidak merayakan perayaan-perayaan bukan milik muslim tersebut. "Perayaan Hari Kasih Sayang ini tidak ada dalam Islam. Valentine Day itu juga berarti make a love,” tegas pendiri Yayasan Irena Center tersebut dalam sebuah kesempatan di Jakarta.
Seorang muslim tidak boleh merayakan perayaan-perayaan orang kafir. Karena perayaan merupakan bagian dari syariat yang harus terikat dengan ketentuan nash . Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, "Hari-hari raya termasuk perkara syariat dan pedoman yang yang Allah Ta'ala firmankan,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا (سورة المائدة: 48)
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS Al-Maidah: 48)
Dia juga berfirman,
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ (سورة الحج: 67)
“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan.” (QS Al-Hajj: 67)
Seperti kiblat, salat dan puasa. Maka, tidak ada bedanya, jika mereka ikut serta dalam hari raya dengan ikut serta dalam ritual lainnya. Karena setuju dengan seluruh hari raya mereka mereka, berarti setuju dengan kekufuran, setuju dengan sebagian cabangnya, berarti setuju dengan sebagian cabang kekufuran. Bahkan hari raya merupakan kekhasan sebuah syariat dan syiarnya yang paling tampak. Menyutujuinya berarti menyutujui syariat kekufuran yang paling khas dan paling tampak. Tidak diragukan lagi bahwa menyetujui perkara ini, akan berujung kepada kekufuran secara umum.
Pada dasarnya, minimal perkara ini merupakan maksiat. Adanya kekhususan ini telah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,
إن لكل قوم عيدا وإن هذا عيدنا
"Setiap kaum memiliki Id, dan ini adalah Id kita."
Bahkan masalah ini lebih buruk dibanding partisipasi mereka dalam memakai pakaian khusus ahluzzimmah (warga negara yang kafir) dan tanda-tanda lainnya. Karena ciri-ciri tersebut adalah tambahan saja dan bukan bagian dari agama. Tujuan masalah ini adalah agar seseorang memiliki perbedaan yang jelas antara muslim dan kafir. Adapun hari raya orang kafir adalah merupakan bagian agama yang dilaknat dan juga para pengikutnya. Maka menyetujuinya, berarti setuju dengan sesuatu yang menjadi kekhasan mereka dan menjadi sebab turunnya kemurkaan Allah dan azabnya." (Iqtidha Shirathal Mustaqim, 1/207)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, "Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyerupai mereka (orang kafir) dalam perkara yang khusus hari raya mereka, apakah dalam hal makanan, pakaian, mandi, menyalakan api, atau menghentikan kebiasaan seperti pekerjaan atau ibadah atau lainnya. Tidak halal juga melakukan resepsi, memberikan hadiah, menjual sesuatu yang dapat menolong mereka dalam melakukan hal tersebut. Tidak membiarkan anak-anak dan semacamnya bersuka cita dalam hari raya tersebut, tidak pula boleh menampakkan perhiasan.
Kesimpulannya, mereka tidak boleh melakukan suatu syiar terkait hari raya yang khusus buat mereka. Hendaknya hari raya mereka bagi kaum muslimin tak ubahnya seperti hari-hari lainnya, tidak dikhususkan oleh kaum muslimin dengan sesuautu yang menjadi kekhasan mereka." (Majmu Fatawa, 25/329)
Haramnya Valentine Day
Seperti dilansir islamqa, sejumlah ulama telah berfatwa tentang haramnya merayakan hari Valentine, di antaranya;
Bagaimana seorang muslim harus menyikapinya? Dan bagaimana pandangan syariat tentang perayaan-perayaan seperti itu? Hajjah Irena Handono, aktivis dakwah, menghimbau umat Islam agar tidak merayakan perayaan-perayaan bukan milik muslim tersebut. "Perayaan Hari Kasih Sayang ini tidak ada dalam Islam. Valentine Day itu juga berarti make a love,” tegas pendiri Yayasan Irena Center tersebut dalam sebuah kesempatan di Jakarta.
Seorang muslim tidak boleh merayakan perayaan-perayaan orang kafir. Karena perayaan merupakan bagian dari syariat yang harus terikat dengan ketentuan nash . Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, "Hari-hari raya termasuk perkara syariat dan pedoman yang yang Allah Ta'ala firmankan,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا (سورة المائدة: 48)
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS Al-Maidah: 48)
Dia juga berfirman,
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ (سورة الحج: 67)
“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan.” (QS Al-Hajj: 67)
Seperti kiblat, salat dan puasa. Maka, tidak ada bedanya, jika mereka ikut serta dalam hari raya dengan ikut serta dalam ritual lainnya. Karena setuju dengan seluruh hari raya mereka mereka, berarti setuju dengan kekufuran, setuju dengan sebagian cabangnya, berarti setuju dengan sebagian cabang kekufuran. Bahkan hari raya merupakan kekhasan sebuah syariat dan syiarnya yang paling tampak. Menyutujuinya berarti menyutujui syariat kekufuran yang paling khas dan paling tampak. Tidak diragukan lagi bahwa menyetujui perkara ini, akan berujung kepada kekufuran secara umum.
Pada dasarnya, minimal perkara ini merupakan maksiat. Adanya kekhususan ini telah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,
إن لكل قوم عيدا وإن هذا عيدنا
"Setiap kaum memiliki Id, dan ini adalah Id kita."
Bahkan masalah ini lebih buruk dibanding partisipasi mereka dalam memakai pakaian khusus ahluzzimmah (warga negara yang kafir) dan tanda-tanda lainnya. Karena ciri-ciri tersebut adalah tambahan saja dan bukan bagian dari agama. Tujuan masalah ini adalah agar seseorang memiliki perbedaan yang jelas antara muslim dan kafir. Adapun hari raya orang kafir adalah merupakan bagian agama yang dilaknat dan juga para pengikutnya. Maka menyetujuinya, berarti setuju dengan sesuatu yang menjadi kekhasan mereka dan menjadi sebab turunnya kemurkaan Allah dan azabnya." (Iqtidha Shirathal Mustaqim, 1/207)
Baca Juga
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, "Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyerupai mereka (orang kafir) dalam perkara yang khusus hari raya mereka, apakah dalam hal makanan, pakaian, mandi, menyalakan api, atau menghentikan kebiasaan seperti pekerjaan atau ibadah atau lainnya. Tidak halal juga melakukan resepsi, memberikan hadiah, menjual sesuatu yang dapat menolong mereka dalam melakukan hal tersebut. Tidak membiarkan anak-anak dan semacamnya bersuka cita dalam hari raya tersebut, tidak pula boleh menampakkan perhiasan.
Kesimpulannya, mereka tidak boleh melakukan suatu syiar terkait hari raya yang khusus buat mereka. Hendaknya hari raya mereka bagi kaum muslimin tak ubahnya seperti hari-hari lainnya, tidak dikhususkan oleh kaum muslimin dengan sesuautu yang menjadi kekhasan mereka." (Majmu Fatawa, 25/329)
Haramnya Valentine Day
Seperti dilansir islamqa, sejumlah ulama telah berfatwa tentang haramnya merayakan hari Valentine, di antaranya;