Syekh Ibn 'Utsaimin: Merayakan Valentine Tak Ada Dasarnya Dalam Islam
loading...
A
A
A
Syekh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin (Syekh Ibn 'Utsaimin), ulama kontemporer kelahiran Saudi Arabia (wafat 2001) pernah ditanya tentang perayaan Valentine Day setiap 14 Februari yang marak di kalangan pelajar dan anak muda. Mereka mengenakan pakaian berwarna merah dan saling bertukar bunga berwarna merah.
Dalam fatwanya, Syekh Utsaimin menyatakan tidak boleh merayakan Hari Valentine karena sebab-sebab berikut:
1. Bahwa itu adalah hari raya bid'ah, tidak ada dasarnya dalam syari'at.
2. Bahwa itu akan menimbulkan kecengengan dan kecemburuan.
3. Bahwa itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan perkara-perkara bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf.
Baca Juga: Bolehkah Merayakan Valentine Day? Ini Penjelasan Buya Yahya
Karena itu, pada hari itu tidak boleh ada simbol-simbol perayaan, baik berupa makanan, minuman, pakaian, saling memberi hadiah, ataupun lainnya.
Hendaknya setiap muslim merasa mulia dengan agamanya dan tidak merendahkan diri dengan menuruti setiap ajakan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, dan semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan bimbingan dan petunjukNya.
Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal Ifta' juga mengatakan hal senada. Berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah, para pendahulu umat sepakat menyatakan bahwa hari raya dalam Islam hanya ada dua, yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Selain itu, semua hari raya yang berkaitan dengan seseorang, kelompok, peristiwa atau lainnya adalah bid'ah, kaum muslimin tidak boleh melakukannya, mengakuinya, menampakkan kegembiraan karenanya dan membantu terselenggaranya, karena perbuatan ini merupakan perbuatan yang melanggar batas-batas Allah.
Jika hari raya itu merupakan simbol orang-orang kafir, maka ini merupakan dosa lainnya. Sebab dengan begitu berarti telah bertasyabbuh (menyerupai) mereka di samping merupakan keloyalan terhadap mereka, padahal Allah telah melarang kaum mukminin ber-tasyabbuh dengan mereka dan loyal terhadap mereka.
Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda yang artinya: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan mereka." (HR Abu Dawud)
Valentine Day termasuk jenis yang disebutkan tadi, karena merupakan hari raya Nashrani. Maka seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir tidak boleh melakukannya, mengakuinya atau ikut mengucapkan selamat. Bahkan seharusnya meninggalkannya dan menjauhinya sebagai sikap taat terhadap Allah dan Rasul-Nya serta untuk menjauhi sebab-sebab yang bisa menimbulkan kemurkaan Allah dan siksaNya.
Setiap muslim juag diharamkan membantu penyelenggaraan hari raya itu. Baik berupa makanan, minuman, penjualan, pembelian, produk, hadiah, surat, iklan dan sebagainya, karena semua ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya." (QS Al-Ma'idah: 2)
Referensi:
Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjmah Musthofa Aini Lc
Wallahu A'lam
Dalam fatwanya, Syekh Utsaimin menyatakan tidak boleh merayakan Hari Valentine karena sebab-sebab berikut:
1. Bahwa itu adalah hari raya bid'ah, tidak ada dasarnya dalam syari'at.
2. Bahwa itu akan menimbulkan kecengengan dan kecemburuan.
3. Bahwa itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan perkara-perkara bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf.
Baca Juga: Bolehkah Merayakan Valentine Day? Ini Penjelasan Buya Yahya
Karena itu, pada hari itu tidak boleh ada simbol-simbol perayaan, baik berupa makanan, minuman, pakaian, saling memberi hadiah, ataupun lainnya.
Hendaknya setiap muslim merasa mulia dengan agamanya dan tidak merendahkan diri dengan menuruti setiap ajakan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, dan semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan bimbingan dan petunjukNya.
Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal Ifta' juga mengatakan hal senada. Berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah, para pendahulu umat sepakat menyatakan bahwa hari raya dalam Islam hanya ada dua, yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Selain itu, semua hari raya yang berkaitan dengan seseorang, kelompok, peristiwa atau lainnya adalah bid'ah, kaum muslimin tidak boleh melakukannya, mengakuinya, menampakkan kegembiraan karenanya dan membantu terselenggaranya, karena perbuatan ini merupakan perbuatan yang melanggar batas-batas Allah.
Jika hari raya itu merupakan simbol orang-orang kafir, maka ini merupakan dosa lainnya. Sebab dengan begitu berarti telah bertasyabbuh (menyerupai) mereka di samping merupakan keloyalan terhadap mereka, padahal Allah telah melarang kaum mukminin ber-tasyabbuh dengan mereka dan loyal terhadap mereka.
Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda yang artinya: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan mereka." (HR Abu Dawud)
Valentine Day termasuk jenis yang disebutkan tadi, karena merupakan hari raya Nashrani. Maka seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir tidak boleh melakukannya, mengakuinya atau ikut mengucapkan selamat. Bahkan seharusnya meninggalkannya dan menjauhinya sebagai sikap taat terhadap Allah dan Rasul-Nya serta untuk menjauhi sebab-sebab yang bisa menimbulkan kemurkaan Allah dan siksaNya.
Setiap muslim juag diharamkan membantu penyelenggaraan hari raya itu. Baik berupa makanan, minuman, penjualan, pembelian, produk, hadiah, surat, iklan dan sebagainya, karena semua ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya." (QS Al-Ma'idah: 2)
Referensi:
Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjmah Musthofa Aini Lc
Wallahu A'lam
(rhs)