Puasa dan Wabah Covid 19, Instrumen Kembali pada Kebenaran
loading...
A
A
A
Prof Dr Muhammad Said MA
Guru Besar Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
"Apabila dikatakan kepada mereka (manusia), jangan kamu berbuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab 'sesuangguhnya kami termasuk golongan orang yang memperbaiki". (QS Al-Baqarah: ayat 11).
Kita turut bergembira menyambut puasa Ramadhan 2020 (1441 Hijriyah) dengan mengucap "Marhaban ya Ramadhan" atas dasar iman dan penuh harap karena Allah. Kegembiraan mukmin dengan masuknya Ramadhan memberi nilai tambah luar biasa sebagaiman sabda Nabi: "Barangsiapa bergembira dengan masuknya Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya dari jilatan api neraka".
Ramadhan tahun 2020 ini diliputi susana duka akibat Pandemic Covid-19 yang menyebar begitu cepat, menyedot perhatian, emosi, perasaan, dan kepanikan global. Banyak korban berguguran, juta manusia kehilangan pekerjaan, kota-kota metropolitan dunia sepi dari penghuni bak kota mati.
Manusia (insan/An-nas) menjadi tema penting karena padanya terdapat sejumlah kelebihan yang tidak ditemukan pada mahluk lain. Al-Qur'an. Dalam Surah Thagabun ayat 2 menegaskan adanya dua karakter, negatif (kafir/ingkar) dan percaya (mu’min) dalam diri manusia yang dapat kita rasakan melalui suara hati (voice of heart). Kata Insan/An-Nas tidak kurang dari 159 ayat dalam Al-Qur'an.
Semuanya merujuk pada makna negatif. Suara keingkaran yang menjadi pangkal terjadinya kerusakan di permukaan bumi. Covid-19 tidak lepas dari ulah keingkaran manusia terhadap kebenaran, kepada Tuhan (QS.100:6), sifat keluh kesah (QS.70:19-20), sifat sombong dan berputus asa (QS.17:83). Bahkan, dalam kekalutan dan kepanikan global ini pun masih ada manusia tega berbuat nista, memanfaatkan kesempatan meraup keuntungan pribadi dan kelompok, dan merugikan banyak orang.
Mereka (manusia) memandang kebatilan sebagai kebenaran dan kebenaran sebagai kebathilan sehingga hati mereka ditutup Allah dari vibrasi ilahiyah, cahaya kebenaran bahkan dijadikan indah dalam pandangan manusia kenikmatan sesaat (hawa-nafsu) (QS. 3:14), berpaling dari kenikmatan kekal QS. 87:17, dan QS. 33:72). Manusia itu benar-benar melampaui batas (Surah Al-A'laq: 6-7).
Berbeda dari karakter negatif, karakter positif (ruh/mukmin) merepresentasikan diri kita yang datang dari sisi Allah, mengikat dirinya (aqidah) di hadapan Tuhan (QS. 7:172). Iapun menyempurnakan kejadian manusia. Bersamaan dengan itu, Allah menganugerahkan nikmat, dzat dan rasa pada kita. Ia menjadi sumber kekuatan (daya), membuat mata melihat, telinga mendengar, mulut berbicara, hidung mencium dan lidah untuk merasa (QS.32:9).
Sayangnya, potensi ilahiyat (iman) ini tidak diketahui banyak orang sehingga sedikit yang berterima kasih (QS. 32:9). Iman/mukmin inilah diri sebenarnya diperintah mendirikan salat, puasa dan menunaikan zakat serta amal shaleh lain. Manusia diseru untuk hal itu tidak akan berubah, sama saja, tetap tidak akan beriman (QS. 2:6 dan QS. 12:103). Sifat kufur melekat pada manusia melalui proses penciptaannya, bersifat hawa, nafsu, dunia dan syaten (HNDS) masing-masing berasal dari anasir angin, air, tanah dan api.
Coronavirus ini bisa jadi isyarat Tuhan agar mukmin kembali mendengarkan suara hati (voice of the heart) nurani, merenungkan anugerah dan nikmatNya yang kita pakai sebelas bulan sebelum Ramadhan ini. Kembali berpendirian dengan sifatnya yang siddiq, amanah, tabligh dan fathonah, dan bersegera kepada ampunan Tuhan, syurgaNya yang luasnya seluas langit dan bumi, dan agar ia bertakwa (QS.3:133-135).
Kita menunaikan puasa di tenagh pandemik wabah ini dengan positive feeling, dan keyakinan kepada Tuhan bahwa ini adalah ujian kesabaran, sandaran doa dan sholat (QS.2:45-46) dan senantiasa mengingat Tuhan (zikir) agar mukmin merasakan kedamaian dan ketenangan, tiada merasa sedih dan khawatir. Ia yakin bersabar dan bertakwa atas cobaan dan ujianNya justru dibantu Allah dengan menurunkan tiga ribu Malaikat (QS. 3:124) dan pasti memperoleh kemenangan (QS. 3:125).
Pandemik Covid-19 ini adalah sebuah anugerah dan ujian Tuhan untuk mereka yang konsisten meninggalkan kekejian dan kemungkaran (fahsya’i wal munkar), yaitu sepuluh (10) penyakit hati. Lima di antaranya terletak dalam hati wujudnya ajib (bangga diri berlebihan), riya, takabbur, iri dan dengki (fahsya’i). Sedangkan lima lainnya dalam perilaku berbentuk fitnah, hasut orang lain seperti marak terjadi melalui postingan media sosial bernada kebencian (hate speech) dan dan menyebar berita hoaks yang menyesatkan dan meresahkan masyarakat, tamak/rakus terhadap harta secara berlebihan, mendorongnya perperilaku loba hingga ujungnya adalah kesombongan.
Semoga semangat ibadah Ramadhan di tengah serangan Covid-19 ini mengantarkan kita untuk lebih meningkatkankan derajat kepercayaan kepada pertolongan dan kebesaran Tuhan. Menggantungkan harapan dengan sepenuh harap kepadaNya agar kita diselamatkan dari paparan Covid-19 dan azab pedih.
Wallahu A'lam Bish Showab
Guru Besar Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
"Apabila dikatakan kepada mereka (manusia), jangan kamu berbuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab 'sesuangguhnya kami termasuk golongan orang yang memperbaiki". (QS Al-Baqarah: ayat 11).
Kita turut bergembira menyambut puasa Ramadhan 2020 (1441 Hijriyah) dengan mengucap "Marhaban ya Ramadhan" atas dasar iman dan penuh harap karena Allah. Kegembiraan mukmin dengan masuknya Ramadhan memberi nilai tambah luar biasa sebagaiman sabda Nabi: "Barangsiapa bergembira dengan masuknya Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya dari jilatan api neraka".
Ramadhan tahun 2020 ini diliputi susana duka akibat Pandemic Covid-19 yang menyebar begitu cepat, menyedot perhatian, emosi, perasaan, dan kepanikan global. Banyak korban berguguran, juta manusia kehilangan pekerjaan, kota-kota metropolitan dunia sepi dari penghuni bak kota mati.
Manusia (insan/An-nas) menjadi tema penting karena padanya terdapat sejumlah kelebihan yang tidak ditemukan pada mahluk lain. Al-Qur'an. Dalam Surah Thagabun ayat 2 menegaskan adanya dua karakter, negatif (kafir/ingkar) dan percaya (mu’min) dalam diri manusia yang dapat kita rasakan melalui suara hati (voice of heart). Kata Insan/An-Nas tidak kurang dari 159 ayat dalam Al-Qur'an.
Semuanya merujuk pada makna negatif. Suara keingkaran yang menjadi pangkal terjadinya kerusakan di permukaan bumi. Covid-19 tidak lepas dari ulah keingkaran manusia terhadap kebenaran, kepada Tuhan (QS.100:6), sifat keluh kesah (QS.70:19-20), sifat sombong dan berputus asa (QS.17:83). Bahkan, dalam kekalutan dan kepanikan global ini pun masih ada manusia tega berbuat nista, memanfaatkan kesempatan meraup keuntungan pribadi dan kelompok, dan merugikan banyak orang.
Mereka (manusia) memandang kebatilan sebagai kebenaran dan kebenaran sebagai kebathilan sehingga hati mereka ditutup Allah dari vibrasi ilahiyah, cahaya kebenaran bahkan dijadikan indah dalam pandangan manusia kenikmatan sesaat (hawa-nafsu) (QS. 3:14), berpaling dari kenikmatan kekal QS. 87:17, dan QS. 33:72). Manusia itu benar-benar melampaui batas (Surah Al-A'laq: 6-7).
Berbeda dari karakter negatif, karakter positif (ruh/mukmin) merepresentasikan diri kita yang datang dari sisi Allah, mengikat dirinya (aqidah) di hadapan Tuhan (QS. 7:172). Iapun menyempurnakan kejadian manusia. Bersamaan dengan itu, Allah menganugerahkan nikmat, dzat dan rasa pada kita. Ia menjadi sumber kekuatan (daya), membuat mata melihat, telinga mendengar, mulut berbicara, hidung mencium dan lidah untuk merasa (QS.32:9).
Sayangnya, potensi ilahiyat (iman) ini tidak diketahui banyak orang sehingga sedikit yang berterima kasih (QS. 32:9). Iman/mukmin inilah diri sebenarnya diperintah mendirikan salat, puasa dan menunaikan zakat serta amal shaleh lain. Manusia diseru untuk hal itu tidak akan berubah, sama saja, tetap tidak akan beriman (QS. 2:6 dan QS. 12:103). Sifat kufur melekat pada manusia melalui proses penciptaannya, bersifat hawa, nafsu, dunia dan syaten (HNDS) masing-masing berasal dari anasir angin, air, tanah dan api.
Coronavirus ini bisa jadi isyarat Tuhan agar mukmin kembali mendengarkan suara hati (voice of the heart) nurani, merenungkan anugerah dan nikmatNya yang kita pakai sebelas bulan sebelum Ramadhan ini. Kembali berpendirian dengan sifatnya yang siddiq, amanah, tabligh dan fathonah, dan bersegera kepada ampunan Tuhan, syurgaNya yang luasnya seluas langit dan bumi, dan agar ia bertakwa (QS.3:133-135).
Kita menunaikan puasa di tenagh pandemik wabah ini dengan positive feeling, dan keyakinan kepada Tuhan bahwa ini adalah ujian kesabaran, sandaran doa dan sholat (QS.2:45-46) dan senantiasa mengingat Tuhan (zikir) agar mukmin merasakan kedamaian dan ketenangan, tiada merasa sedih dan khawatir. Ia yakin bersabar dan bertakwa atas cobaan dan ujianNya justru dibantu Allah dengan menurunkan tiga ribu Malaikat (QS. 3:124) dan pasti memperoleh kemenangan (QS. 3:125).
Pandemik Covid-19 ini adalah sebuah anugerah dan ujian Tuhan untuk mereka yang konsisten meninggalkan kekejian dan kemungkaran (fahsya’i wal munkar), yaitu sepuluh (10) penyakit hati. Lima di antaranya terletak dalam hati wujudnya ajib (bangga diri berlebihan), riya, takabbur, iri dan dengki (fahsya’i). Sedangkan lima lainnya dalam perilaku berbentuk fitnah, hasut orang lain seperti marak terjadi melalui postingan media sosial bernada kebencian (hate speech) dan dan menyebar berita hoaks yang menyesatkan dan meresahkan masyarakat, tamak/rakus terhadap harta secara berlebihan, mendorongnya perperilaku loba hingga ujungnya adalah kesombongan.
Semoga semangat ibadah Ramadhan di tengah serangan Covid-19 ini mengantarkan kita untuk lebih meningkatkankan derajat kepercayaan kepada pertolongan dan kebesaran Tuhan. Menggantungkan harapan dengan sepenuh harap kepadaNya agar kita diselamatkan dari paparan Covid-19 dan azab pedih.
Wallahu A'lam Bish Showab
(rhs)