Seperti yang Nabi katakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ketika ia ingin mewasiatkan sebagian besar hartanya, maka Nabi mengatakan: “Sepertiga saja, dan itu pun sudah banyak. Seandainya engkau meninggalkan keluargamu dalam keadaan berkecukupan, maka itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan fakir meminta-minta kepada manusia.”
Baca juga: Memaafkan, Akhlak Mulia yang Dapat Menghapus Dosa-dosa
Ceramah Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary di Masjid Al-Barkah, Cileungsi, Bogor, akhir pekan kemarin menjelaskan, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk berlindung dan agar kita tidak jatuh kepada kefakiran tersebut. Akan tetapi bukan itu yang paling ditakutkan Nabi atas umat ini, bukan itu masalah umat ini, bukan itu problematika umat. Akan tetapi yang Nabi kawatirkan atas kita semua justru dibentangkan kepada kita dunia, kita berlomba-lomba mengejar dunia itu dan akhirnya kita binasa karena mengejarnya.
Menurut dai yang rutin mengisi ceramah di berbagai kanal dakwah muslim ini menyebutkan, ada tiga status yang ada pada manusia: yang pertama adalah dia dalam kondisi kaya dan berlebihan, yang kedua dia dalam kondisi miskin berkecukupan, dan yang ketiga adalah kondisi fakir (dia kekurangan).
Baca juga: Ternyata Amaliah Amar Ma'ruf Nahi Munkar Itu Wajib
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam tidak melarang kita menjadi orang yang kaya. Walaupun Nabi dalam banyak konteks nash-nash Al-Qur’an maupun hadis mencela dunia. Seperti di dalam Al-Qur’an, Allah menyebut dunia itu sebagai مَتَاعُ الْغُرُورِ (kesenangan yang memperdaya), مَتَاعٌ قَلِيلٌ (kesenangan yang sedikit), kesenangan yang sebentar.
Demikian pula di dalam hadis, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut dunia itu sebagai suatu yang terkutuk.
الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا