Ta'aruf Gagal? Perhatikan Kesalahan-kesalahan dalam Prosesnya Ini
loading...
A
A
A
Dalam menemukan pasangan , Islam telah mengajarkan kita dengan cara yang baik , yakni ta'aruf. Jika memilih jalan ta'aruf, maka sudah melangkah ke arah yang lebih baik. Namun, tentunya kita mesti mempersiapkan mental untuk menghadapi hal-hal yang mungkin akan terjadi.
Dan ta’aruf bukanlah sekadar proses menuju pernikahan, melainkan sebuah proses syar’i menuju ikatan suci . Itulah awal ikatan yang kelak akan dipertahankan kuat hingga akhir hayat dan akan dipertanggungjawabkan di hari akhirat.
Namun ternyata pada prakteknya, banyak kesalahan terjadi selama proses tersebut. Dilansir muslimahdaily, berikut beberapa kesalahan dalam ta'aruf yang sering kali ditemui dan dilakukan muslimin.
1. Menganggap sebagai pacaran Islami
Kesalahan pertama yang banyak terjadi ialah menganggap ta’aruf sebagai pacaran Islami. Inilah kesalahan paling fatal dalam proses taaruf. Tidak ada istilah pacaran dalam Islam. Sebaliknya, Islam justru melarang segala perbuatan yang biasa dilakukan orang berpacaran.
Yakni bertemu pria dan wanita non mahram, berduaan, pergi bersama, berkomunikasi tanpa perantara, hingga bermesraan, berpegangan tangan, berpelukan, dan lain sebagainya.
Tak sedikit muslimin yang menganggap dibolehkannya pacaran Islami, yakni pacaran tanpa bersentuhan, tidak berduaan di tempat sepi, dan lain sebagainya. Namun mereka tetap bertemu, berkomunikasi, pergi bersama, saling memandang, memikirkan pasangan, jatuh hati, dan lain sebagainya.
Padahal telah jelas dalil larangan mendekati zina. Saking beratnya dosa zina, Allah pun melarang segala hal berkaitan zina, meski sekedar mendekatinya dan tidak melakukannya.
Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَقۡرَبُوا الزِّنٰٓى اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ؕ وَسَآءَ سَبِيۡلًا
“Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’: 32).
Rasulullah bersabda, “Mata bisa berzina, dan zinanya adalah pandangan (yang diharamkan). Zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan). Lidah (lisan) bisa berzina, dan zinanya adalah perkataan (yang diharamkan). Tangan bisa berzina, dan zinanya adalah memegang (yang diharamkan). Kaki bisa berzina, dan zinanya adalah ayunan langkah (ke tempat yang haram). Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Ta'aruf sejatinya menggali informasi sedalam-dalamnya tentang calon pasangan. Inilah keunggulan taaruf yang tak bisa didapatkan dalam pacaran. Banyak orang yang baru mengetahui keburukan pacarnya setelah menikah. Hal itu semestinya tidak terjadi jika melalui proses taaruf.
Karena itulah sangat penting mencari informasi secara detail. Jangan hanya berpegang dari data diri yang dikirimkan calon pasangan, melainkan bertanyalah pada saudaranya, sahabatnya, gurunya, tetangganya tentang tabiat calon suami. Jangan sampai menyesal di kemudian hari, lalu menyalahkan proses ta'aruf syar’i.
Lalu informasi apa saja yang harus dicari tentang pasangan? Maka ini telah dijelaskan oleh Rasulullah tentang poin penting mencari pasangan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadis tersebut juga berlaku untuk pria. Hal terpenting adalah melihat agamanya karena jika agama seorang baik, maka baik pula perangainya, akhlaknya, tata kramanya, semangatnya bekerja, hubungannya dengan keluarga, sifat tanggung jawabnya, dan lain sebagainya. Perhatikan pula bahwa seorang yang nampak secara lahir gemar bermajelis, belum tentu agamanya baik. Seorang yang nampak lahir berpakaian syar’i, belum tentu akhlaknya karim. Seorang yang gemar berdakwah di media sosial, belum tentu rajin ke masjid. Karena itu, carilah informasi secara detail dari orang sekitarnya tentang agamanya secara lahir dan batin.
3. Keliru dalam nadzhar
Termasuk tahapan dalam ta’aruf yakni melakukan nadzhar atau melihat calon pasangan. Namun ternyata banyak kesalahan terjadi dalam proses tersebut. Dijelaskan oleh Syaikh Al Utsaimin dalam fatwanya, ada lima hal yang harus diperhatikan dalam melakukan nadzhar.
Pertama yakni tidak berdua-duaan dan berkhalwat saat melakukan nadzhar. Cara syar’i yakni dengan ditemani mahram, atau bisa pula dengan melihatnya dari kejauhan di tempat yang biasa dikunjungi calon pasangan. Kedua yakni melihat tanpa syahwat. Nadzhar hanyalah melihat secara fisik secukupnya, tidak berlebihan dan tidak menikmati ketampanan atau kecantikannya.
Poin berikutnya yakni nadzhar hanya dilakukan jika telah serius akan menikah dari kedua pihak. Artinya, proses mengenal pribadi dan mencari informasi telah dilakukan dengan baik dan masing-masing meyakini si calon merupakan pasangan yang tepat untuk dinikahi. Pastikan nadzhar hanyalah memastikan secara fisik agar tak menyesal di kemudian hari. Adapun poin ke empat yakni nadzhar hanya melihat fisik yang biasa terlihat, dan yang kelima yakni tidak melakukan riasan dan wewangian saat nadzhar.
4. Terlalu lama
Kesalahan berikutnya dalam proses taaruf yakni berlama-lama. Seorang hendaknya melakukan taaruf saat benar-benar siap untuk menikah. Jika terlalu lama melakukan proses taaruf, maka ada banyak keburukan yang akan terjadi. Pertama yakni godaan syaithan yang makin menjadi. Kedua, yakni berpotensi menggantungkan si wanita hingga tak bisa terikat dengan pria lain.
Seorang yang telah siap untuk menikah pun dianjurkan Rasulullah untuk segera meminang. Rasulullah bersabda, “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).” (HR. Al Bukhari, Muslim, Tirmidzi).
5. Bebas Berkomunikasi
Di zaman teknologi sekarang ini, seorang yang tengah bertaaruf sangat mudah berkomunikasi. Bukan hanya telepon, sekedar chat dan posts-like-comment di media sosial pun bisa menjadi sarana yang perlu diwaspadai. Karena hal tersebut termasuk dalam sarana yang menjerumuskan pada kesalahan proses taaruf.
Chat memang nampak sepele. Namun ingatlah firman Allah, “Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah.” (QS. An Nisa’: 28). Awalnya bisa jadi hanya menanyakan biodata saja. Namun lama-kelamaan chat itu bisa melebar dan menjangkiti penyakit hati. Awalnya hanya mengirimkan nasihat dan dalil. Lama kelamaan ingin tahu kabarnya setiap hari, lalu ingin mendengar suaranya, ingin bertemu, dan seterusnya.
Wallahu A'lam
Dan ta’aruf bukanlah sekadar proses menuju pernikahan, melainkan sebuah proses syar’i menuju ikatan suci . Itulah awal ikatan yang kelak akan dipertahankan kuat hingga akhir hayat dan akan dipertanggungjawabkan di hari akhirat.
Namun ternyata pada prakteknya, banyak kesalahan terjadi selama proses tersebut. Dilansir muslimahdaily, berikut beberapa kesalahan dalam ta'aruf yang sering kali ditemui dan dilakukan muslimin.
1. Menganggap sebagai pacaran Islami
Kesalahan pertama yang banyak terjadi ialah menganggap ta’aruf sebagai pacaran Islami. Inilah kesalahan paling fatal dalam proses taaruf. Tidak ada istilah pacaran dalam Islam. Sebaliknya, Islam justru melarang segala perbuatan yang biasa dilakukan orang berpacaran.
Baca Juga
Yakni bertemu pria dan wanita non mahram, berduaan, pergi bersama, berkomunikasi tanpa perantara, hingga bermesraan, berpegangan tangan, berpelukan, dan lain sebagainya.
Tak sedikit muslimin yang menganggap dibolehkannya pacaran Islami, yakni pacaran tanpa bersentuhan, tidak berduaan di tempat sepi, dan lain sebagainya. Namun mereka tetap bertemu, berkomunikasi, pergi bersama, saling memandang, memikirkan pasangan, jatuh hati, dan lain sebagainya.
Padahal telah jelas dalil larangan mendekati zina. Saking beratnya dosa zina, Allah pun melarang segala hal berkaitan zina, meski sekedar mendekatinya dan tidak melakukannya.
Baca Juga
Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَقۡرَبُوا الزِّنٰٓى اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ؕ وَسَآءَ سَبِيۡلًا
“Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’: 32).
Rasulullah bersabda, “Mata bisa berzina, dan zinanya adalah pandangan (yang diharamkan). Zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan). Lidah (lisan) bisa berzina, dan zinanya adalah perkataan (yang diharamkan). Tangan bisa berzina, dan zinanya adalah memegang (yang diharamkan). Kaki bisa berzina, dan zinanya adalah ayunan langkah (ke tempat yang haram). Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Ta'aruf sejatinya menggali informasi sedalam-dalamnya tentang calon pasangan. Inilah keunggulan taaruf yang tak bisa didapatkan dalam pacaran. Banyak orang yang baru mengetahui keburukan pacarnya setelah menikah. Hal itu semestinya tidak terjadi jika melalui proses taaruf.
Karena itulah sangat penting mencari informasi secara detail. Jangan hanya berpegang dari data diri yang dikirimkan calon pasangan, melainkan bertanyalah pada saudaranya, sahabatnya, gurunya, tetangganya tentang tabiat calon suami. Jangan sampai menyesal di kemudian hari, lalu menyalahkan proses ta'aruf syar’i.
Lalu informasi apa saja yang harus dicari tentang pasangan? Maka ini telah dijelaskan oleh Rasulullah tentang poin penting mencari pasangan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadis tersebut juga berlaku untuk pria. Hal terpenting adalah melihat agamanya karena jika agama seorang baik, maka baik pula perangainya, akhlaknya, tata kramanya, semangatnya bekerja, hubungannya dengan keluarga, sifat tanggung jawabnya, dan lain sebagainya. Perhatikan pula bahwa seorang yang nampak secara lahir gemar bermajelis, belum tentu agamanya baik. Seorang yang nampak lahir berpakaian syar’i, belum tentu akhlaknya karim. Seorang yang gemar berdakwah di media sosial, belum tentu rajin ke masjid. Karena itu, carilah informasi secara detail dari orang sekitarnya tentang agamanya secara lahir dan batin.
3. Keliru dalam nadzhar
Termasuk tahapan dalam ta’aruf yakni melakukan nadzhar atau melihat calon pasangan. Namun ternyata banyak kesalahan terjadi dalam proses tersebut. Dijelaskan oleh Syaikh Al Utsaimin dalam fatwanya, ada lima hal yang harus diperhatikan dalam melakukan nadzhar.
Pertama yakni tidak berdua-duaan dan berkhalwat saat melakukan nadzhar. Cara syar’i yakni dengan ditemani mahram, atau bisa pula dengan melihatnya dari kejauhan di tempat yang biasa dikunjungi calon pasangan. Kedua yakni melihat tanpa syahwat. Nadzhar hanyalah melihat secara fisik secukupnya, tidak berlebihan dan tidak menikmati ketampanan atau kecantikannya.
Poin berikutnya yakni nadzhar hanya dilakukan jika telah serius akan menikah dari kedua pihak. Artinya, proses mengenal pribadi dan mencari informasi telah dilakukan dengan baik dan masing-masing meyakini si calon merupakan pasangan yang tepat untuk dinikahi. Pastikan nadzhar hanyalah memastikan secara fisik agar tak menyesal di kemudian hari. Adapun poin ke empat yakni nadzhar hanya melihat fisik yang biasa terlihat, dan yang kelima yakni tidak melakukan riasan dan wewangian saat nadzhar.
4. Terlalu lama
Kesalahan berikutnya dalam proses taaruf yakni berlama-lama. Seorang hendaknya melakukan taaruf saat benar-benar siap untuk menikah. Jika terlalu lama melakukan proses taaruf, maka ada banyak keburukan yang akan terjadi. Pertama yakni godaan syaithan yang makin menjadi. Kedua, yakni berpotensi menggantungkan si wanita hingga tak bisa terikat dengan pria lain.
Seorang yang telah siap untuk menikah pun dianjurkan Rasulullah untuk segera meminang. Rasulullah bersabda, “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).” (HR. Al Bukhari, Muslim, Tirmidzi).
5. Bebas Berkomunikasi
Di zaman teknologi sekarang ini, seorang yang tengah bertaaruf sangat mudah berkomunikasi. Bukan hanya telepon, sekedar chat dan posts-like-comment di media sosial pun bisa menjadi sarana yang perlu diwaspadai. Karena hal tersebut termasuk dalam sarana yang menjerumuskan pada kesalahan proses taaruf.
Chat memang nampak sepele. Namun ingatlah firman Allah, “Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah.” (QS. An Nisa’: 28). Awalnya bisa jadi hanya menanyakan biodata saja. Namun lama-kelamaan chat itu bisa melebar dan menjangkiti penyakit hati. Awalnya hanya mengirimkan nasihat dan dalil. Lama kelamaan ingin tahu kabarnya setiap hari, lalu ingin mendengar suaranya, ingin bertemu, dan seterusnya.
Wallahu A'lam
(wid)