Larangan Memotong Rambut dan Kuku Saat Haid, Benarkah?

Sabtu, 27 Februari 2021 - 16:28 WIB
loading...
Larangan Memotong Rambut dan Kuku Saat Haid, Benarkah?
Seorang perempuan yang haid dan nifas sebenarnya dianjurkan memelihara kebersihan tubuhnya seperti memotong kuku dan bercukur.Foto ilustrasi/ist
A A A
Bagi perempuan muslimah, perkara datang bulan atau saat mengalami haid menjadi problema tersendiri. Salah satu contoh, ada larangan memotong kuku atau rambut saat haid tersebut.

Alasannya, ketika seorang perempuan membuang bagian tubuh dalam kondisi hadas besar seperti junub, haid, atau nifas, maka kelak di hari kiamat , tubuh tersebut akan kembali dalam keadaan najis karena belum pernah disucikan. Ini akan menjadi aib bagi dirinya karena beberapa anggota tubuh seperti rambut dan kuku yang najis atau tidak suci.

Baca juga: 5 Hal yang Harus Dihindari Agar Khusyuk Saat Sholat

Benarkah demikian? Bagaimana syariat memandang perkara tersebut dan bagaimana hukumnya?

Larangan memotong kuku dan rambut kerap disamakan dengan orang yang berqurban . Sebagaimana hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, 'Orang yang berqurban dilarang untuk memotong rambut dan kuku terhitung saat memasuki tanggal 1 Zulhijjah." (HR Muslim).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitab Majmu' Al-Fatawa pernah mengupas persoalan ini. Terutama ketika ada pertanyaan orang kepadanya pasal boleh-tidaknya memotong rambut atau kuku saat junub atau haid.



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab, terdapat hadis shahih dari Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam, diriwayatkan oleh Hudzaifah dan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma, tatkala Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang seorang yang junub. Beliau mengatakan,

إِنَّ المُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ

“Jasad seorang mukmin tidaklah najis.”



Dalam Shahih Al Hakim disebutkan,

حَيًّا وَلَا مَيتًا

“Baik hidup ataupun saat mati.”

Ibnu Taimiyah bahkan menjelaskan, tidak mengetahui dalil syar’i yang memakruhkan potong rambut dan kuku saat junub. Bahkan sebaliknya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang baru masuk Islam,

أَلْقِ عَنكَ شَعرَ الكُفرِ وَاختَتِن

“Buanglah rambut kekafiran darimu dan berkhitanlah,” (HR. Abu Dawud dan dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Ghalil)



Kemudian setelah itu Rasullullah memerintahkan orang tadi untuk mandi. Beliau tidak memerintahkan agar khitan dan memotong rambut ditunda setelah mandi.

Sehingga menurut Syaikul Islam Ibnu Taimiyah, dari sabda Rasulullah ini menunjukkan kedua hal tersebut boleh dilakukan. Mandi dulu atau potong rambut dulu.

Demikian juga wanita haid diperintahkann untuk menyisir rambut saat mandi sementara sisiran rambut itu bisa merontokkan rambut.” (Kitab Majmu’ Fatawa)



Yang dimaksud Syaikhul Islam dengan menyisir rambut bagi perempuan haid adalah hadis ‘Aisyah radhiallahu ‘anha saat menunaikan haji Wada’, beliau mengalami haid. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah radhiallahu’anha,

انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي وَأَهِلِّي بِالْحَجِّ وَدَعِي الْعُمْرَة

“Urailah kepangan rambutmu dan bersisirlah, mulailah untuk ibadah haji dan tinggalkan ibadah umrah.” (HR. Bukhari No.1556 dan Muslim No.1211)

Umumnya,menyisir bisa merontokkan rambut wanita. Meski demikian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengijinkan hal tersebut dilakukan oleh orang yang sedang ihram dan haid.



Ahli fiqih Mazhab Syafi'iyah secara tegas memperbolehkan kaum wanita yang haid atau nifas memotong kuku, mencukur bulu ketiak/ kemaluan, dan seterusnya. Tak ada keterangan jika melakukan hal-hal tersebut akan berdampak buruk di hari berbangkit nanti. Demikian diterangkan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj (4/56).

Mufti Arab Saudi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam kumpulan 'fatawa Az-Ziinah Wal Mar’ah' juga pernah disinggung persoalan ini. Al-Utsaimin membantah jika orang yang tengah haid, nifas, atau junub dilarang untuk memotong kuku dan rambut. Malahan orang yang haid dan nifas sebenarnya dianjurkan memelihara kebersihan tubuhnya seperti memotong kuku dan bercukur.



Al-Utsaimin menambahkan, jika perempuan yang haid atau nifas mengalami mimpi basah, ia dianjurkan untuk mandi janabah sebagaimana waktu ia suci. Demikian juga jika ia bercumbu dengan suaminya tanpa jima' yang sampai keluar mani. Maka perempuan ini tetap melakukan mandi janabah walau ia dalam keadaan haid dan nifas.

Selain itu, tidak ada satupun ulama pakar fiqih yang mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3071 seconds (0.1#10.140)