Menyibukkan Diri Menghitung Aib Sendiri

Senin, 01 Maret 2021 - 06:16 WIB
loading...
Menyibukkan Diri Menghitung...
Sebagai muslimah biasanya paling senang bercermin, begitu juga dengan hati kita, seringlah memeriksa diri dan membersihkan hati setiap harinya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Menyibukkan diri ini untuk memeriksa dan menghitung aib sendiri, niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia, Allah akan membalasnya dengan membongkar aibnya walaupun ia berada di dalam rumahnya sendiri.



Sebagaimana disebutkan dalam hadis Abu Barzah Al-Aslami dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتاَبوُا الـْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِـعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ

“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)



Kita harus menyadari bahwa diri kita pasti pernah melakukan kesalahan dalam hidup dan memiliki aibnya masing-masing. Sebagai orang yang sehat, ketika mengetahui sebuah kesalahan kita pasti akan segera memperbaiki diri , dengan cara menemukan obat dan langkah yang ampuh untuk memperbaiki kesalahan dan aibnya tersebut.

Bagaimana caranya? Syaikh Sa'id Hawwa dalam kitab 'Tazkiyatun-nafs', memberikan empat cara untuk mengetahui aib diri sendiri tersebut, yakni :

1. Hendaklah ia duduk di hadapan seorang ulama atau syaikh yang mengetahui berbagai aib jiwa, dan jeli terhadap berbagai cacat yang tersembunyi, kemudian guru dan syaikh tersebut memberitahukan berbagai aib diriya dan jalan terapinya. Tetapi keberadaan orang ini di zaman sekarang sulit ditemukan.



2. Hendaklah ia meminta kepada seorang teman yang jujur, beragama dan "tajam penglihatan" untuk menjadi pengawas dirinya untuk memperhatikan berbagai keadaan dan perbuatannya, kemudian menunjukkan kepadanya berbagai akhlak tercela, perbuatan yang tidak baik dan aibnya, baik yang batin ataupun yang zhahir. Hal inilah yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang cerdas dan para ulama besar.

Umar radhiyallahu anhu berkata, "Semoga Allah merahmati seseorang yang menunjukkan aib diriku." Umar biasa bertanya kepada Salman tentang aib dirinya. Ketika Salman datang kepadanya Umar bertanya: "Apa yang telah kamu dengar tentang diriku yang tidak kamu sukai?"



Salman tak bersedia mengatakannya, tetapi setelah didesak terus oleh Umar akhirnya ia mengatakan: "Aku mendengar bahwa engkau mengumpulkan dua macam kuah dalam satu hidangan, dan engkau punya dua jubah: satu jubah untuk siang hari dan satu jubah lagi untuk malam hari."

Umar bertanya, "Apakah ada lagi yang kamu dengar selama itu? Salman menjawab: "Tidak," Umar berkata, "Adapun dua hal itu maka akan aku tinggalkan."



3. Memanfaatkan lisan orang-orang yang tidak menyukaimu untuk mengetahu aib dirimu sendiri. Karena biasanya mata kebencian akan mengungkapkan segala keburukan. Mungkin seseorang bisa lebih banyak mengambil manfaat dari musuh bebuyutan yang menyebutkan aib-aibnya ketimbang manfaat yang diperoleh dari teman yang basa-basi dengan berbagai pujian tetapi menyembunyikan aib-aibnya.

Hanya saja tabiat manusia cenderung mengelakkan hal itu dan menilai pernyataan tersebut sebagai kedengkian. Padahal orang yang memiliki bashirah (mata hati) tidak akan mengabaikan manfaat yang dapat diperoleh dari pernyataan orang-orang yang tak suka padanya, karena keburukan-keburukannya pasti akan tersebar melalui lisan mereka.



4. Bergaul dengan masyarakat dan peka terhadap fenomena yang ada di sekitar. Saat kamu melihat ada suatu hal yang tercela di tengah masyarakat, maka sebaiknya kamu menuntut dirimu sendiri untuk tidak melakukan hal itu. Selain itu, lihatlah aib orang lain sebagai aib diri sendiri, dan mengetahui bahwa tabiat manusia berbeda-beda tingkatan dalam mengikuti hawa nafsu.

Maka ada baiknya, kita selalu memeriksa diri dan membersihkan hati setiap harinya. Seandainya semua orang meninggalkan apa yang mereka benci dari orang lain, maka mereka tak lagi memerlukan mu'addib (pemberi pelajaran).



Wallahu A'lam
(wid)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5150 seconds (0.1#10.140)