Pulang Kampung, Kami Tak Pernah Mengenalnya

Selasa, 19 Mei 2020 - 08:08 WIB
loading...
Pulang Kampung, Kami Tak Pernah Mengenalnya
Anak-anak yatim penghuni Vila Doa Yatim Sejahtera, Pacet bermain boi-boian dan menggambar untuk membunuh waktu menyambut datangnya azan magrib. Foto/Koran SINDO/Tritus Julans
A A A
SENYUM riang memancar dari wajah anak-anak di Vila Doa Yatim Sejahtera sore itu. Selepas mandi, mereka asyik memulai kegiatan untuk menyambut beduk magrib. Segepok kertas mereka bagikan satu persatu beserta alat gambar lainnya. Sore itu mereka menggambar dan mewarnai bersama seusai mengikuti salat berjamaah rutin di masjid lingkungan vila.

Matahari mulai meredup. Mereka terus membunuh waktu sebelum azan magrib berkumandang. Udara yang sejuk membuat mereka terus bersemangat melanjutkan aktivitas bermain. Dengan peralatan seadanya, bocah-bocah yang kurang beruntung karena ketiadaan orang tua kandung itu pun bermain boi-boian, permainan tradisional mirip petak umpet.

Gelak tawa mereka semakin renyah tatkala seorang di antara mereka menjadi lakon dalam permainan menyusun pecahan genting itu. Kebahagiaan selalu terlihat meski dalam keseharian mereka merindukan sesosok orang tua kandung di sampingnya. Bertahun-tahun mereka menjalani hidup tanpa sentuhan perhatian orang tua yang melahirkan. (Baca: Bolehkah Menyalurkan Zakat Fitrah Sekeluarga kepada Satu Orang?)

Ramadhan di Vila Doa Yatim Sejahtera tak ubahnya berada di pesantren karena dalam keseharian mereka hidup dalam bimbingan secara islami. Di bulan puasa seperti ini, mereka justru diarahkan untuk terus meningkatkan ibadah. Tak satu pun dari mereka yang lolos dari kewajiban berpuasa meski masih berumur lima tahun.

Meski sebulan penuh berpuasa, mereka tak pernah menikmati hari raya. Momen di mana mereka bisa berkumpul dengan orang tua dan sanak saudara. Bagi mereka, Lebaran hanya sebuah momentum mengakhiri bulan Ramadan. Pulang kampung, mereka sama sekali tak mengenalnya. ”Saya tidak pernah pulang ke rumah atau dijemput orang tua,” kata Alvian Manggala Putra, satu di antara penghuni.

Sejak umur empat tahun, bocah yang kini duduk di kelas empat sekolah dasar (SD) ini menghuni panti yatim yang berada di Desa Kembangbelor, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ini. Sejak itu pula ia memiliki orang tua asuh dan puluhan saudara senasib. Mereka hidup bersama dalam suka dan duka. ”Ayah saya sudah tidak ada. Saya tidak tahu di mana ibu saya sekarang,” tutur bocah asli Surabaya ini lirih.

Nasib Vian ini tak berbeda dengan Ismi Fayatul Munawaroh. Gadis berusia 13 tahun itu menjadi penghuni Vila Doa Yatim Sejahtera sejak kelas tiga SD. Sejak itu pula ia tak pernah menikmati suasana berlebaran di rumah. ”Enggak pernah terpikir. Kami hanya berlebaran di sini saja. Toh di sini semuanya juga tidak pulang kampung,” ujar Ismi, yang kini duduk di bangku kelas tujuh.

Bagi Muhammad Mukhiddin, momen Lebaran kerap membuatnya terenyum. Pengasuh Vila Doa Yatim Sejahtera ini bertutur bagaimana anak-anak asuhnya itu memiliki kerinduan kehadiran orang tua masing-masing. ”Lebih banyak yang tak memiliki orang tua. Kalaupun ada, mereka tak pernah dijemput ke rumah atau bahkan dijenguk,” katanya.

Tak hanya anak-anak yatim yang merasakan demikian. Beberapa lansia yang menghuni panti ini juga merasakan kesepian yang sama saat Lebaran. Menyadari ada kebutuhan yang hilang itu, Mukhiddin memiliki trik khusus. ”Kita selalu menyampaikan bahwa di sini adalah keluarga. Jadi, kita bisa berlebaran di sini dengan penuh keceriaan juga,” ucapnya.

Pada bulan Ramadan, Mukhiddin justru memanfaatkannya untuk mendekatkan penghuni Vila Doa Yatim Sejahtera kepada Sang Khaliq. Budaya mengaji dan salat malam justru digencarkan. ”Salat tarawih kami gelar tengah malam sebelum salat tahajud bagi mereka yang sudah remaja. Sore hari wajib untuk mengaji bersama,” tukasnya. (Baca juga: Mimpi Rasulullah SAW Diperlihatkan Malam Lailatul Qadar)

Sementara musim pandemi covid-19 ini, para penghuni panti juga turut merasakan kesedihan. Bagaimana tidak, bulan puasa menjadi momentum tahunan bagi mereka untuk mendapatkan kegembiraan dari pemeduli anak yatim. Sejak pandemi korona ini, buka bersama mulai ditiadakan. ”Tidak ada lagi buka bersama dari pemeduli,” ujarnya.

Tak hanya itu, para yatim ini juga kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan pemeduli. Itu tak luput dari kebijakan desa yang menutup akses bagi tamu yang ingin berkunjung ke panti yang berada di kaki gunung itu. ”Tamu dicegat di jalan kampung. Jadi, tamu pemeduli tak bisa bertemu dengan para yatim ini. Kalau ada bantuan, kami yang mengambil di portal jalan kampung,” pungkasnya. (Tritus Julan)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2208 seconds (0.1#10.140)