Isra Miraj, Masjid Al-Aqsha dan Ilusi Haikal Sulaiman yang Hilang

Sabtu, 13 Maret 2021 - 14:39 WIB
loading...
Isra Miraj, Masjid Al-Aqsha dan Ilusi Haikal Sulaiman yang Hilang
Ustaz Miftah el-Banjary, Dai yang juga pakar ilmu linguistik Arab dan Tafsir Al-Quran asal Banjar Kalimantan Selatan. Foto/Ist
A A A
Tuan Guru Dr Miftah el-Banjary
Pimpinan Majelis Dalail Khairat Community Indonesia-Malaysia

Barangkali ada ratusan pertanyaan di benak kita tentang konflik berkepanjangan di Palestina hari ini. Terlebih, pada setiap kali datangnya bulan Rajab yang menempati kedudukan yang mulia di hati umat Muslim, kita akan selalu diingatkan tentang sebuah peristiwa monumental Isra Miraj yang bertolak dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina.

Masjid Al-Aqsha yang sebagian besar telah dikuasai penjajah Zionis Israel dan sebagian masih dipertahankan warga Palestina sampai hari ini masih mendapatkan perhatian serta kedudukan tinggi bagi kaum muslimin di dunia setara dengan kedudukan Masjidil Haram di Makkah dan Masjidin Nabawi di Madinah.



Lantas pertanyaan, "Mengapa Masjidil Aqsha yang menjadi simbol Mukjizat Rasulullah itu kini dikuasai oleh Zionis Israel?"

"Bukankah Masjidil Aqsha serta di sekelilingnya diberkahi sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur'an. Lantas mengapa di sana selalu saja ada konflik dan peperangan yang tidak pernah selesai?"

"Mengapa Israel menduduki Palestina? Ada apa dengan Masjidil Aqsa? Mengapa konflik tak pernah usai? Apa kepentingan Israel sebenarnya? Apakah tidak ada jalan damai yang bisa ditempuh?"

Memang siapa saja akan kesulitan memahami konflik Israel-Palestina ini, jika dia hanya memahami dari sekedar perspektif politis saja. Konflik keduanya harus didudukkan dulu dari paradigma historis; sudut pandang sejarah.

Pendekatan historis inilah yang ditempuh oleh Al-Qur'an ketika menjelaskan tentang karakter orang-orang Bani Israel secara berulang-ulang, disebabkan potensi besar mereka melakukan kerusakan dahsyat di muka bumi ini.

Term Al-Qur'an lebih tepat dengan penggunaan istilah akar sejarah "Bani Israel" untuk menunjukkan klan bangsa Yahudi secara ideologi. Meskipun pada hari ini kita lebih akrab dengan istilah "Zionisme" sebagai gerakan organisasi bangsa Israel mendirikan Negara Israel Raya di atas tanah sah rakyat Palestina.

Kisah-kisah sejarah tentang nenek moyang Bani Israel pada masa Nabi Musa hingga kedurhakaan mereka pada setiap nabi yang diutus menjadi semacam "Warning Sign" bahwa generasi-generasi mereka akan senantiasa ada dan hidup menebarkan fitnah dan kerusakan di tengah-tengah kita hingga hari kiamat.

Bani Israel yang disebutkan di dalam Al-Qur'an menunjuk pada aspek historis bahwa sejatinya mereka masih keturunan nabi Ibrahim dari jalur putranya Ishaq. Sedangkan penyebutan nama lain istilah "Yahudi" lebih spesifik lagi mengindikasikan mereka berasal dari keturunan Yahudza; putra Nabi Ya'qub.

Pada masa Nabi Yusuf berkuasa sebagai Perdana Menteri di Mesir, saudara-saudara Yusuf dari keturunan Bani Israel ini melakukan eksodus besar-besaran ke Mesir dan tinggal di kawasan bernama al-Fayyoum. Sampai hari ini provinsi Al-Fayyoum masih ada di Mesir.

Orang-orang Bani Israel hidup tentram selama kurang lebih 400 tahun di Mesir, hingga akhirnya Raja Hexsos dikalahkan oleh dinasti Fir'aun, sejak saat itulah orang-orang Bani Israel mulai diperbudak dan disiksa dengan ujian yang sangat berat.

Bani Israel selain dianggap pernah memiliki kedekatan dengan raja Hexsos yang pernah dikalahkan, mereka juga dikhawatirkan akan menjadi batu sandungan bagi kekuasaan dinasti Fir'aun.

Perlu diketahui bahwa nama Fir'aun itu bukan nama seseorang, melainkan nama sebuah dinasti. Terdapat sekitar ada 40 orang raja yang menyandang nama Fir'aun. Lebih-lebih lagi, salah satu Fir'aun mendapat isyarat takwil dari para peramal, bahwa dari kalangan Bani Israel ini akan muncul dan lahir seorang laki-laki yang akan menghancurkan dinasti Fir'aun.

Sejak itulah, siksaan yang diterima oleh Bani Israel semakin dahsyat. Walhasil, setiap berselang tahun, selalu ada saja anak bayi laki-laki yang dibunuh. Mereka pun dipaksa untuk membangun mega proyek dinasti Fir'aun, seperti membangun Piramid untuk raja Khufu, Raja Kafrawie dan Raja Munqara' yang masih ada sampai saat ini.

Bani Israel dipaksa membangun Piramid tersebut demi kepentingan Fir'aun. Satu biji Piramid bisa menelan jutaan jiwa dan dibangun hingga dalam rentang waktu 40 tahun.

Kelahiran Nabi Musa menandai kembalinya kejayaan Bani Israel. Nabi Musa-lah yang menyelematkan Bani Israel dari perbudakan. Nabi Musa lah yang membawa keluar mereka dari Tanah Mesir menuju "Land Promised" atau "Tanah yang Dijanjikan" di Jerussalem.

Semenjak anak keturunan Ya'qub meninggalkan negeri Kan'an yang masih termasuk kawasan Jerussalem menuju Tanah Mesir pada masa Nabi Yusuf, kemudian mereka hidup beranak keturunan serta menempati Mesir lebih dari 500 tahun lamanya, kemudian keluar meninggalkan Mesir pada masa Nabi Musa,secara geografis mereka tidak memiliki tanah tempat lagi.

Nabi Musa mengajak mereka memasuki Tanah Jerussalem yang di dalamnya dijanjikan kedamaian, kemakmuran dan kesejahteraan. Namun, dalam perjalanannya mereka justru enggan, bahkan rentetan demi rentetan kedurhakaan mereka lakukan hingga pada Bani Israel generasi awal gagal memasuki Jerussalem.

Mereka baru bisa masuk saat dibawa oleh Nabi Ilyasa' atau Nabi Elisa menurut Taurat di perjanjian lama. Orang-orang Israel yang memasuki Jerussalam pun harus berperang terlebih dahulu melawan tirani raja yang sedang berkuasa di sana. Di sinilah kisah heroik Jalut mengalahkan Talut diceritakan di penghujung akhir Surah Al-Baqarah dengan sangat menarik dan dramatikal sekali.

Dari sinilah Nabi David atau Daud 'alahissalam menjadi raja bagi Bani Israel. Rentang perjalanan sejarah panjang, orang-orang Israel kembali menguasai Jerussalem ini berlangsung hingga ratusan tahun dan puncaknya saat Nabi Sulaiman mendirikan kerajaan yang menguasai dunia.

Nabi Sulaiman pun mendirikan sebuah Haikal (960-953 SM) semacam tempat ibadah suci yang merupakan simbol ketaatan dan kesyukuran atas karunia dan anugerah besar atas dirinya dan Bani Israel. Haikal ini kemudian diyakini oleh orang-orang Israel sebagai simbol suci kejayaan mereka.

Dalam bahasa Ibrani Haikal disebut Bait Hamiqdash yang berarti "Baitul Maqdis" atau "Rumah Suci". Barangkali semacam "Baitullah" bagi kaum muslimin.

Meskipun bangunan Haikal ini sudah dua kali dihancurkan dan dirobohkan pertama oleh Nebukadnezar dari Babylionia (589 SM), kemudian dibangun lagi dari bangunan yang tersisa atas prakarsa toloh Yahudi Zerobabel (520-515 SM), sayangnya kemudian dihancurkan lagi oleh Titus, Kaisar Romawi (70 SM).

Sampai hari ini bangsa Yahudi tersebar di seluruh dunia kembali ke Palestina untuk membangun negara barunya; Israel Raya. Mereka berupaya keras dan sungguh-sungguh mencari dan menemukan kembali bekas berdirinya Haikal itu merupakan proyek sejarah dalam mengembalikan kerajaan Israel Raya.

Proyek penggalian terongan di bawah Masjidil al-Aqsa yang berlangsung semenjak berdirinya negara Israel tahun 1948 hingga hari ini tak terlepas dari kesadaran sejarah mereka bahwa "Haikal King Soloman" terletak di atas bangunan Masjidil Aqsa yang berdiri hari ini.

Dalam Kitab Talmud yang mereka yakini kedudukannya semacam kitab Hadits Bukhari bagi umat Islam dijelaskan bahwa kejayaan Israel akan kembali menguasai dunia bila mereka berhasil menemukan dan membangun kembali situs Haikal yang hilang.

Oleh karena itulah, motivasi terbesar mereka adalah mengembalikan berdirinya Haikal Sulaiman demi mengembalikan kejayaan berdirinya Negara Israel Raya di Palestina.

Bagaimana Haikal Sulaiman Menurut Islam?
Menurut sejarah Islam tidak pernah dikenal bahwa Nabi Sulaiman pernah mendirikan Haikal. Dalam sebuah hadits Abu Dzar pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang masjid yang pertama kali dibangun di muka bumi.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Masjid pertama kali yang dibangun adalah Masjidil Haram."

"Setelah itu masjid apa lagi?" tanya Abu Dzar.

Nabi menjawab, "Masjid yang dibangun dibangun oleh Nabi Sulaiman."

"Berapa jarak antara keduanya?" tanya Abu Dzar.

Nabi menjawab: "Jaraknya sekitar 40 tahun."

Jadi Haikal dalam konsep Yahudi hanyalah semacam ilusi dalam dongeng pengantar tidur sebagai motivasi sekaligus justifikasi mereka atas segala tindak tanduk ketamakan mereka menguasai dunia serta merampas hak manusia lainnya di muka bumi secara sewenang-wenangnya.

Tak peduli mereka harus menjajah dan membunuhi rakyat Palestina yang notabene dari bangsa Arab yang telah lama menguasai Palestina. Ibaratnya, mereka pemilik rumah lama yang berusaha mengusir pemilik rumah baru dengan cara yang tidak sah.

Jadi memang penguasaan dan kependudukan orang-orang Bani Israel terhadap negara Palestina bukan sekedar dipahami sebagai sebuah upaya kolonialisme secara politis dan geografis.

Namun lebih dari itu, ada upaya sungguh-sungguh secara keyakinan ideologis dan "Historical Awareness" bahwa menghancurkan Masjidil Aqsha merupakan Mega Proyek Bangsa Israel mengembalikan kerajaan Israel Raya, karena di sanalah ditenggarai bekas Haikal Sulaiman yang menyimpan aset kekayaan nabi Sulaiman masa lampau.

Hal inilah yang jarang diketahui dan dipahami oleh pengamat politik dan pengamat Timur Tengah di Indonesia hingga hari ini. Sehingga konflik Palestina tidak semata dipahami seruan jihad fisik, namun lebih pada jihad ideologi dan ekonomi dari umat Islam itu sendiri.

Jadi menurut pandangan penulis, persoalan konflik Palestina tidak akan pernah selesai sebelum umat Islam dari berbagai negara-negara mayoritas muslim bersatu dalam ideologi, kekuatan ekonomi dan politik, sebab ketiga kekuatan inilah yang dimiliki oleh Negara Israel dalam menancapkan cakar kolonialisme terhadap Palestina.

Lantas, mengapa di Palestina selalu terjadi peperangan serta konflik berkepanjangan yang mengakibatkan bencana kemanusiaan serta pembantaian warga Palestina oleh tentara Zionis Israel yang dengan persenjataan lengkapnya secara mudah membunuhi warga Muslim Palestina?

Bukankah di sana negeri yang diberkahi sekelilingnya, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qur'an pada peristiwa Isra dan Mi'raj Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi sallam? Keberkahan seperti apa yang dimaksudkan?

Menjawab persoalan ini, Al-Imam Mutawalli Sya'rawi; seorang ulama tafsir kenamaan Al-Azhar pernah menjelaskan di dalam karyanya bahwa keberkahan yang dimaksudkan adalah keberkahan syahid yang Allah berikan pada orang-orang di Palestina.

Dengan adanya perlawanan terhadap penjajahan serta mempertahankan Masjidil Aqsha itulah, mereka dinilai Syahid jika terbunuh. Hal itulah yang menjadikan mengapa Al-Quds menjadi taman-taman dari Surga yang setiap tahunnya melahirkan para Syuhada. Di sanalah nilai keberkahannya.

Wallahu A'lam

Jaro-Tabalong, 29 Rajab 1442H bertepatan 13/03/2021

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1510 seconds (0.1#10.140)