Ini Mengapa Kisah Tsa'labah Ingkar Membayar Zakat Diragukan Kebenarannya

Senin, 22 Maret 2021 - 17:59 WIB
loading...
A A A


Takhrij Kisah
Kisah ini sangat masyhur, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Tafsirnya (14/370), Ath-Thabarani dalam Mu‘jamul Kabir (8/260) no. 7873 dan Al-Wahidi dalam Asbabul Nuzul hal. 252. Semuanya dari jalan Mu’an bin Rifa’ah dari Ali bin Yazid Al-Alhani dari Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu.”

Derajat Kisah
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi dalam bukunya Waspada Terhadap Kisah-kisah tak Nyata menjelaskan bahwa derajat kisah ini lemah sekali.

Menurutnya, Mu’an bin Rifa’ah adalah seorang rawi yang lemah. Demikian juga Ali bin Yazid Al-Alhani, dia seorang rawi yang lemah juga.

Al-Iraqi berkata: “Sanadnya lemah.”

Begitu juga Al-Haitsami. Menurutnya, hadis ini iriwayatkan oleh Ath-Thabarani tetapi dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Ali bin Yazid Al-Alhani, dia matruk (ditinggalkan haditsnya).

Ibnu Hajar juga demikian. “Hadis ini lemah, tidak dapat dijadikan hujjah,” katanya.

"Kesimpulannya, hadis ini munkar dan lemah sekali, sekalipun sangat masyhur,” ujar Abu Ubaidah.

Komentar Ulama
1. Ibnu Hazm berkata: “Tidak ragu lagi bahwa kisah ini adalah batil.”

2. Al-Baihaqi berkata, “Sanad hadis ini perlu dikaji ulang lagi, sekalipun masyhur di kalangan ahli tafsir.”

3. Al-Qurthubi berkata: “Tsa‘labah radhiallahu ‘anhu termasuk sahabat yang mengikuti perang Badar, termasuk golongan Anshar dan orang-orang yang mendapatkan pujian dari Allah dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun hadis ini tidak shahih.”

4. Adz-Dzahabi berkata: “Munkar sekali.”

5. As-Suyuthi berkata: “Diriwayatkan oleh Thabrani, Ibnu Mardawih, Ibnu Abi Hatim, dan Baihaqi dalam Dala’il dengan sanad yang lemah.”

6. Al-Albani berkata: “Hadis ini mungkar, sekalipun sangat masyhur. Kecacatannya terletak pada Ali bin Yazid Al-Alhani, dia seorang yang matruk. Dan Mu’an juga seorang yang lemah.”



Tinjauan Matan Kisah
Kisah ini juga bathil ditinjau dari segi matan, karena bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syari’at, di antaranya:

1. Tidak adanya kesesuaian antara kisah dengan ayat, karena ayat ini bicara tentang orang munafik, sedangkan Tsa’labah termasuk sahabat mulia, bahkan pengikut perang Badar dan ahli ibadah sehingga dijuluki dengan Hamamah Masjid karena seringnya di masjid.

2. Mu’amalah Nabi dengan Tsa’labah dalam kisah ini berbeda sekali dengan kebiasaan beliau dengan orang-orang munafik yaitu menerima udzur mereka.

3. Kisah ini menyelisihi kaidah umum bahwa orang yang bertaubat dari suatu dosa, apapun dosa tersebut maka taubatnya diterima, lantas mengapa Nabi tidak menerima taubat Tsa’labah?

4. Zakat adalah hak harta bagi orang-orang yang berhak menerimanya dari kalangan faqir miskin dan sebagainya, diambil dari pemilik harta, seandainya mereka tidak mengeluarkannya maka akan diambil secara paksa.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2730 seconds (0.1#10.140)