Sahur dan Keutamaannya, Inilah Pembeda Puasa Umat Muslim

Minggu, 28 Maret 2021 - 05:00 WIB
loading...
Sahur dan Keutamaannya, Inilah Pembeda Puasa Umat Muslim
Di Indonesia memiliki tradisi unik saat bulan Ramadhan, yakni masyarakat berkonvoi berkeliling kampung untuk membangunkan orang-orang yang akan sahur. Foto pdz.exblog.jp
A A A
Bulan Ramadhan sudah tinggal hitungan hari, dan umat Islam di seluruh dunia akan menjalankan ibadah puasa wajib selama sebulan penuh. Salah satu hal yang harus diperhatikan ketika puasa adalah sahur. Bagaimana sebenarnya hikmah, keutamaan dan hukum sahur dalam puasa umat muslim ini?

Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc menjelaskan tentang sahur ini dalam kajian rutinnya di jaringan kanal muslim Rodja, Rabu (24/3) kemarin. Berikut uraian lengkap ceramah yang disampaikan dai yang rutin mengisi kajian di berbagai majelis taklim tersebut:



Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan puasa atas kita sebagaimana Allah telah mewajibkan atas orang-orang sebelum kita dari Ahlul Kitab . Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, telah dituliskan atas kamu puasa sebagaimana dituliskan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 183)

Yang dimaksud “dituliskan” di sini yaitu diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka akhirnya waktu dan hukumnya sesuai dengan apa yang dituliskan atas Ahlul Kitab, yaitu mereka tidak makan, tidak minum, tidak berjima’ setelah tidur malam. Yaitu maksudnya adalah jika salah seorang dari mereka tertidur, maka tidak boleh makan sampai malam yang akan datang. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk makan sahur sebagai pembeda antara puasa kita dengan puasanya Ahlul Kitab.

Hal ini berdasarkan hadis, dari Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda.

فَصْلٌ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

“Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur” (HR. Muslim)



Itulah hikmah pentingnya sahur bagi umat Islam yang akan menjalankan ibadah puasa. Selain hikmahnya tersebut, ada banyak keutamaan dalam sahur. Berikut di antaranya:

1. Makan sahur penuh dengan berkah

Dari Salman radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

اَلْبَرَكَةُ فِيْ ثَلاَثَةٍ :اَلْجَمَاعَةُ، وَالثَّرِيْدُ، وَالسَّحُوْرُ

“Keberkahan itu ada pada tiga perkara: Al-Jama’ah (kesatuan kaum muslimin), Ats-Tsarid (makanan sejenis dengan bubur, terkenal di Arab) dan makanan sahur.” (HR. Thabrani)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda.

إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْبَرَكَةَ فِي السَّحُوْرِ وَالْكَيْلِ

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan berkah di dalam sahur dan timbangan.” (HR. As-Syirazy)

Keberkahan yang dimaksud yaitu kebaikan yang banyak dan terus bertambah. Juga kebaikan yang tetap dan terus menerus ada.



Dari Abdullah bin Al-Harits, salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bercerita: “Aku pernah masuk menemui Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sedang bersahur, kemudian beliau bersabda. “Sesungguhnya makan sahur ini adalah barakah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kalian, maka janganlah kalian tinggalkan’” (HR. An-Nasa’i dan Ahmad dengan sanad yang shahih)

Ustadz Ahmad Zainuddin menjelaskan, keberadaan makan sahur adalah penuh dengan barakah terlihat sangat jelas, karena dengan makan sahur berarti mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, menguatkan puasa, menyemangatkan keinginan untuk menambah puasa karena meringankan kesulitan atas orang yang puasa.

Juga menyelisihi Ahlul Kitab, karena mereka tidak bersahur. Oleh sebab itulah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menamakannya makan sahur ini dengan makanan yang penuh dengan berkah. Sebagaimana dalam hadis dari dua sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu Al-Irbath bin Syariyah dan Abu Darda ‘Radhiyallahu ‘Anhuma:

هَلُمَّ إِلَى الْغَدَاءِ الْمُبَارَكِ : يَعْنِي السَّحُوْرَ

“Mari kita makan makanan yang penuh dengan berkah, yaitu makan sahur.”



2. Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang bersahur

Yang dimaksud dengan shalawat Allah atas orang-orang yang bersahur adalah pujiannya Allah Subhanahu wa Ta’ala di hadapan para malaikat terhadpa orang-orang yang bersahur.

Dan yang dimaksud sholawatnya para malaikat atas orang-orang yang bersahur adalah orang yang bersahur tersebut didoakan oleh para malaikat agar mendapatkan berkah, ampunan dan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.Maka bersahur sangat luar biasa. Dan mungkin termasuk dari berkah-barakah sahur yang paling agung adalah:

Allah Subhanahu wa Ta’ala meliputi orang-orang yang bersahur dengan ampunanNya, memberikan atas mereka rahmatNya, malaikat Allah Yang Maha Pengasih memohon ampun untuk mereka, malaikat berdo’a kepada Allah agar Allah mengampuni mereka, sehingga mereka menjadi hamba-hamba Allah yang dibebaskan oleh Allah dari api neraka di bulan Al-Qur’an.

Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اَلسَّحُوْرُ أَكْلَةُ بَرَكَةٍ، فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يَجرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللَّهَ وَمَلاَ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ

“Makan sahur itu makanannya penuh dengan barakah, maka janganlah kalian meninggalkannya walaupun salah seorang dari kalian meneguk setegukan air, sesungguhnya Allah dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang bersahur.”



Maka seyogyanya seorang muslim tidak menyia-nyiakan pahala yang besar ini dari Rabb Yang Maha Pengasih. Dan seutama-utama sahur orang beriman adalah kurma.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

نِعْمَ سَحُوْرُ الْمُؤْمِنِ التَّمَرُ

“Sebaik-baik sahurnya seorang mukmin adalah kurma.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi)

Barangsiapa yang tidak mendapati makan sahur, maka hendaklah dia bersungguh-sungguh untuk bersahur walaupun meminum seteguk air sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits: “Bersahurlah, walaupun hanya seteguk air”.

Mengakhirkan Sahur

Dianjurkan bagi setiap muslim untuk mengakhirkan sahur sebelum terbit fajar (fajar yang kedua, sebelum adzan subuh), karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘Anhu bersahur, ketika selesai bersahur maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bangun menuju shalat, dan jarak antara sahur mereka berdua dengan dan waktu shalat adalah seperti seseorang membaca lima puluh ayat dari Al-Qur’anul Karim.



Kurang lebih sekitar 15-20 menit sebelum subuh seseorang melakukan makan sahur. Ini lebih utama dibandingkan dia bersahur di awal waktu sahur.

Anas Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata: “Kami makan pernah bersahur bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian beliau bangun menuju shalat” Anas bertanya kepada Zaid bin Tsabit: “Berapa jarak antara adzan dan sahur kalian?” Zaid bin Tsabit menjawab, ” Sekitar 50 ayat dari Al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullah mengatakan bahwa termasuk kebiasaan orang Arab adalah mengukur waktu-waktu mereka dengan amalan-amalan mereka. Seperti misalnya dikatakan “selama orang memerah susu,” atau “selama orang menyembelih unta”, Ini termasuk orang Arab mengukur waktunya.

Ketika Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘Anhu mengukur waktu sahur dengan waktu membaca Al-Qur’an, ini adalah isyarat bahwasanya waktu di dalam bulan Ramadhan adalah waktu untuk beribadah. Amalan mereka adalah amalan untuk membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya.

Ketahuilah wahai hamba Allah -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk kepadamu- bahwasanya boleh makan, minum, berjima’ bagimu selama engkau masih ragu-ragu tentang terbitnya fajar dan belum jelas bagimu. Allah serta RasulNya telah menjelaskan batasannya adalah jelas, maka perhatikan sampai jelas. Kalau belum jelas maka masih boleh makan, minum dan bersetubuh.

Dan juga karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mema’afkan dair kesalahan, kelupaan, dan membolehkan makan, minum dan bersetubuh sampai benar-benar jelas waktu fajar. Sedangkan orang yang masih ragu, itu belum jelas baginya. Karena kejelasan adalah sebuah keyakinan yang tidak ada keraguan di dalamnya. Maka carilah kejelasan



Oleh sebab itulah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkannya dengan perintah yang sangat ditekankan. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَصُوْمَ فَليَتَسَحَّرْبِشَيْءٍ

“Barangsiapa yang ingin berpuasa hendaklah dia bersahur walau dengan sekecil apapun.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Abu Ya’la, Al-Bazzar)

Dan juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تَسَحَّرُوافَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ

“Bersahurlah, karena di dalam sahur terdapat barakah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan kedudukan nilai sahur bagi umatnya, beliau bersabda:

فَصْلٌ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

“Perbedaan antara puasa kita dengan puasa Ahlul Kitab adalah makan sahur.”

Oleh karenanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang untuk meninggalkan sahur, beliau bersabda:

السَّحُوْرُ أَكْلَةُ بَرَكَةٍ، فَلاَ تَدَعُوْهُ، وَلَوْأَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلاَ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ

“Sahur itu makanan barakah, maka janganlah kalian meninggalkannya walaupun salah seorang dari kalian meneguk seteguk air. Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikatNya bershalawat atas orang-orang yang bersahur.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Ahmad)



Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تَسَحَّرُوا وَلَوْبِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ

“Bersahurlah walaupun hanya dengan seteguk air.” (HR. Abu Ya’la, Anas)

Perintah Nabi pada hadis ini terdapat perintah yang sangat ditekankan dari tiga sisi:
1. Perintah untuk bersahur
2. Sahur adalah syiar puasanya kaum muslim, dan pembeda antara puasa kaum muslimin dengan puasa selain mereka.
3. Larangan untuk meninggalkannya.

Meskipun demikian kuatnya, tetapi Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullahu Ta’ala menukilkan di dalam kitab Fathul Bari tentang ijma’ anjuran bersahur, maka hukumnya tidak wajib.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1809 seconds (0.1#10.140)