Mengenal Rasm Utsmani, Mushaf Qur'an Standar Indonesia (2/Tamat)
loading...
A
A
A
Rasm adalah rumusan-rumusan cara penulisan Al-Qur'an. Lalu apa yang dimaksud dengan Rasm Utsmani?
Menurut Dr Zainal Arifin Madzkur, Peneliti dan Pentashih di LPMQ Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, Rasm usmani adalah cara penulisan Al-Qur'an yang dibakukan pada masa Khalifah Usman bin Affan (25 H/ 646 M). Cara ini dalam beberapa hal berbeda dengan kaidah penulisan Arab konvensional.
Tulisan Al-Qur'an sebagai disiplin ilmu berbeda dengan Al-Qur'an dalam qira'at. Oleh karena itu, riwayat penulisannya pun juga tidak tunggal. Selain dua nama Al-Dani dan Abu Dawud di atas, terdapat nama-nama penting yang menjadikan ilmu ini mandiri di luar kajian umum ulum Al-Qur’an.
Karya-karya yang masih bisa dilihat sampai sekarang, antara lain Ibn Abu Dawud (wafat 316 H/ 928 M) menulis al-Mashahif. Al-Mahdawi (wafat 430 H/ 1036 M) menulis Hija' al-Mashahif al-Amshar. Al-Balansi (wafat 563 H/ 1167 M) menulis Al-Munsif. Al-Syatibi (wafat 590 H/ 1194 M) menulis 'Aqilat al-Atrab. Al-Sakhawi (wafat 643 H/ 1245 M) menulis Al-Wasilah, dan lain-lain.
Menurut Qadduri, disiplin Rasm Utsmani berbeda dengan ilmu kaligrafi. Kajian Rasm Utsmani sangat terkait dengan aspek bahasa (lughah), maka sebagaimana dikemukakan oleh al-Suyuthi (wafat 911 H/ 1505 M), semua penulisannya pun juga terkait kaidah-kaidah kebahasaan.
Rumusan kaidah ilmu rasm usmani yang masyhur, yaitu:
[1] membuang huruf (hadhf),
[2] menambahkan uruf (al-ziyadah),
[3] penulisan hamzah,
[4] pergantian huruf (al-badal),
[5] kata yang disambung dan diputus penulisannya (al-fasl wa al-wasl), dan
[6] penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya (ma fihi qira’atani wa kutiba ‘ala ihdahuma).
Contoh-contoh sederhana dalam enam kaidah di atas, antara lain:
[1] membuang huruf, misalnya; penulisan kata العالمين dalam rasm ditulis dengan tanpa alif setelah huruf ‘ain ( العلمين);
[2] menambahkan huruf, misalnya; penulisan kata ملاقو ربهم dalam rasm ditambahkan alif setelah waw menjadi ملاقوا ربهم;
3] penulisan hamzah, misalnya penulisan kata شطاه dalam rasm menjadi شطئه;
4] pergantian huruf, misalnya penulisan kata الØياة dalam rasm ditulis dengan pergantian alif dengan waw menjadi الØيوة;
5] kata yang disambung dan diputus penulisannya, seperti pada kata ان لا dalam rasm terkadang ditulis disambung menjadi الا; dan
[6] penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya, misalnya bacaan Hafs pada QS al-Baqarah/2:132 yang dibaca ووصي karena mengikuti riwayat Qalun maka ditulis menjadi واوصي. Dari semua contoh tersebut bacaannya sama, hanya cara penulisan rasm-nya yang berbeda.
Rasm Utsmani Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia, setelah ditelaah ulang dan dikaji oleh tim internal LPMQ dengan melibatkan ulama Al-Qur’an dari dalam dan luar negeri, muncul kesepakatan untuk menyempurnakan penulisan 186 kata. Dalam beberapa tempat lainnya sudah sesuai dengan riwayat al-Dani.
Tokoh-tokoh luar negeri yang diundang kompeten di bidangnya, yaitu Prof Dr Abdul Karim (Mesir); Prof Dr Samih Athaminah (Yordania); Prof Dr Miyan Tahanawi (Pakistan); dan Dr Zain el-Abidin (Mujamma' Malik Fahd Madinah).
Sumber:
Lajnah Kemenag
Menurut Dr Zainal Arifin Madzkur, Peneliti dan Pentashih di LPMQ Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, Rasm usmani adalah cara penulisan Al-Qur'an yang dibakukan pada masa Khalifah Usman bin Affan (25 H/ 646 M). Cara ini dalam beberapa hal berbeda dengan kaidah penulisan Arab konvensional.
Tulisan Al-Qur'an sebagai disiplin ilmu berbeda dengan Al-Qur'an dalam qira'at. Oleh karena itu, riwayat penulisannya pun juga tidak tunggal. Selain dua nama Al-Dani dan Abu Dawud di atas, terdapat nama-nama penting yang menjadikan ilmu ini mandiri di luar kajian umum ulum Al-Qur’an.
Karya-karya yang masih bisa dilihat sampai sekarang, antara lain Ibn Abu Dawud (wafat 316 H/ 928 M) menulis al-Mashahif. Al-Mahdawi (wafat 430 H/ 1036 M) menulis Hija' al-Mashahif al-Amshar. Al-Balansi (wafat 563 H/ 1167 M) menulis Al-Munsif. Al-Syatibi (wafat 590 H/ 1194 M) menulis 'Aqilat al-Atrab. Al-Sakhawi (wafat 643 H/ 1245 M) menulis Al-Wasilah, dan lain-lain.
Menurut Qadduri, disiplin Rasm Utsmani berbeda dengan ilmu kaligrafi. Kajian Rasm Utsmani sangat terkait dengan aspek bahasa (lughah), maka sebagaimana dikemukakan oleh al-Suyuthi (wafat 911 H/ 1505 M), semua penulisannya pun juga terkait kaidah-kaidah kebahasaan.
Rumusan kaidah ilmu rasm usmani yang masyhur, yaitu:
[1] membuang huruf (hadhf),
[2] menambahkan uruf (al-ziyadah),
[3] penulisan hamzah,
[4] pergantian huruf (al-badal),
[5] kata yang disambung dan diputus penulisannya (al-fasl wa al-wasl), dan
[6] penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya (ma fihi qira’atani wa kutiba ‘ala ihdahuma).
Contoh-contoh sederhana dalam enam kaidah di atas, antara lain:
[1] membuang huruf, misalnya; penulisan kata العالمين dalam rasm ditulis dengan tanpa alif setelah huruf ‘ain ( العلمين);
[2] menambahkan huruf, misalnya; penulisan kata ملاقو ربهم dalam rasm ditambahkan alif setelah waw menjadi ملاقوا ربهم;
3] penulisan hamzah, misalnya penulisan kata شطاه dalam rasm menjadi شطئه;
4] pergantian huruf, misalnya penulisan kata الØياة dalam rasm ditulis dengan pergantian alif dengan waw menjadi الØيوة;
5] kata yang disambung dan diputus penulisannya, seperti pada kata ان لا dalam rasm terkadang ditulis disambung menjadi الا; dan
[6] penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya, misalnya bacaan Hafs pada QS al-Baqarah/2:132 yang dibaca ووصي karena mengikuti riwayat Qalun maka ditulis menjadi واوصي. Dari semua contoh tersebut bacaannya sama, hanya cara penulisan rasm-nya yang berbeda.
Rasm Utsmani Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia, setelah ditelaah ulang dan dikaji oleh tim internal LPMQ dengan melibatkan ulama Al-Qur’an dari dalam dan luar negeri, muncul kesepakatan untuk menyempurnakan penulisan 186 kata. Dalam beberapa tempat lainnya sudah sesuai dengan riwayat al-Dani.
Tokoh-tokoh luar negeri yang diundang kompeten di bidangnya, yaitu Prof Dr Abdul Karim (Mesir); Prof Dr Samih Athaminah (Yordania); Prof Dr Miyan Tahanawi (Pakistan); dan Dr Zain el-Abidin (Mujamma' Malik Fahd Madinah).
Sumber:
Lajnah Kemenag
(rhs)