Ketika Kaum ‘Ad Mengirim 70 Orang Utusan ke Makkah untuk Berdoa di Ka'bah
loading...
A
A
A
Pada zaman tersebut, kaum ‘Ad mendapatkan bencana tidak turun hujan. Beberapa di antara mereka pergi ke Makkah untuk berdoa kepada Allah di Baitul Haram agar pada bulan tersebut diturunkan hujan untuk mereka. Kaum ‘Ad memilih 70 lelaki yang paling saleh di antara mereka untuk berangkat ke Makkah. Mereka membawa kain untuk penutup Ka’bah .
Buku “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” karya Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas yang telah diterjemahkan oleh Abdul Halim menceritakan tatkala mereka menutupi Ka’bah dengan kain tersebut, tiba-tiba datang angin badai. Angin itu menyobekkan kain penutup tersebut dan melemparkannya dari Baitullah. Kemudian mereka mengelilingi Ka’bah, berdoa kepada Allah dan memintakan hujan untuk kaum mereka. Pada saat itu, terdengar ada seseorang yang mengatakan bait-bait syair berikut:
Semoga Allah mencela delegasi kaum ‘Ad yang telah datang kepada kami.
Sesungguhnya kaum ‘Ad adalah penghuni neraka jahanam yang paling jelek.
Mereka mengutus delegasi untuk memintakan hujan, tetapi kenyataannya mereka bakal mendapatkan air yang panas.
Setelah delegasi itu berdoa kepada Allah, Dia mengirimkan tiga awan, yang berwarna putih, merah, dan hitam. Kemudian mereka mendengar seseorang berkata, “Pilihlah salah satu dari ketiga awan itu!”
Orang yang paling tua di antara mereka memilih awan yang berwarna hitam. Dia menyangka awan tersebut akan membawa hujan. Lalu Allah menggiring awan tersebut ke negeri mereka. Maka, tatkala mereka melihatnya, mereka bergembira dan berkata, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.”
Wahab bin Munabbih mengatakan, Allah memerintahkan kepada malaikat yang bertugas mengurusi angin untuk membukakan katup angin yang membinasakan dari dasar bumi.
Tatkala kaum ‘Ad melihat awan yang disangka akan membawa hujan tersebut, mereka bergegas lari ke gurun-gurun. Tiba-tiba angin yang membinasakan berputar-putar, mencerabuti pepohonan dari akar-akarnya, dan putarannya menghancurkan apapun yang terkena olehnya. Hal ini terus berlangsung hingga tujuh hari delapan malam tanpa henti.
Ketika kaum ‘Ad melihat hal itu, mereka buru-buru pergi dan masuk ke rumah mereka masing-masing. Tiba-tiba angin datang dan mengeluarkan mereka dari rumah-rumah mereka. Ketika angin kian membesar, mereka keluar menuju gurun-gurun dengan memakai persenjataan. Mereka berdiri dan berkata, “Kami akan menghadang angin dengan kemampuan dan kekuasaan kami.”
Tiba-tiba angin datang merenggut tujuh jiwa yang paling besar postur tubuhnya dan paling kuat di antara mereka. Angin tersebut melemparkan seorang laki-laki ke udara sekitar 20 siku; kemudian ia melemparkannya ke bumi.
Pada waktu itu, mereka mati bergelimpangan seakan-akan mereka adalah tunggul pohon kurma yang telah lapuk. Angin bisa masuk ke dalam baju salah seorang di antara mereka, dan kemudian membawa dan melemparkannya ke tanah sehingga terjungkal mati. Kemudian Allah menurunkan kepada mereka hujan kerikil yang telah dipanaskan dengan api.
Mereka terus mengalami hal itu selama 40 hari, tetapi Allah tetap membiarkan ruh mereka berada dalam jasad mereka sehingga azab mereka terasa begitu lama. Seorang yang beriman melewati mereka dan mendengarkan rintihan mereka dari dasar pasir.
Diriwayatkan, ketika angin yang membinasakan dikirimkan ke bumi, Hud tidak keluar dari tengah-tengah kaumnya. Para nabi yang lain, apabila diturunkan azab kepada kaumnya, suka keluar dari tengah-tengah kaumnya. Sementara Hud dan orang-orang yang beriman bersamanya tidak, tetapi sedikitpun angin tidak mencederai mereka.
Orang yang beriman dari mereka duduk berdampingan dengan orang yang kafir tidak lebih dari satu langkah. Ketika angin yang membinasakan menerpa orang yang beriman, dia hanya merasakan terhembus oleh semilir angin yang menyegarkan, sementara ketika menerpa orang kafir, yang terasa olehnya adalah angin beracun yang menyesakkan.
Adapun raja mereka, Jalijan, setelah kaumnya binasa, masih tetap hidup selama beberapa hari sehingga dia melihat mereka semua telah binasa. Kemudian angin datang kepadanya, dan lalu masuk dari mulutnya dan keluar dari pantatnya sehingga dia terjatuh mati.
Tidak ada seorangpun yang selamat dari azab tersebut kecuali Hud beserta orang-orang yang beriman bersamanya. Selanjutnya, Allah mengutus burung-burung hitam. Burung-burung tersebut mengangkut jasad-jasad mereka dan melemparkannya ke al-Bahr al-Muhith.
Ada sebuah riwayat yang menuturkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Imam ‘Ali bin Abi Thalib ra. Imam ‘Ali bertanya kepadanya, “Hai laki-laki, dari negeri mana asalmu?”
Laki-laki itu menjawab, “Dari Hadhramaut di negeri Yaman.”
Ali bertanya kepadanya, “Apakah engkau mempunyai kabar tentang kuburan Nabi Hud.”
Laki-laki itu menjawab, “Ya, yaitu pada masa mudaku aku pergi bersama sekelompok sahabatku. Kami berjalan hingga datang ke gunung ‘Ad. Di sana terdapat sebuah gua yang memiliki lubang kecil. Kami berjalan di dalam lubang tersebut dengan susah payah hingga kami sampai ke suatu tempat.
Tiba-tiba kami melihat sebuah dipan dari emas; di atasnya ada seorang mayat lelaki berbalutkan kain kafan yang lusuh. Ketika aku raba badannya, ternyata dia tidak membusuk dan keadaannya tidak berubah. Aku mengamatinya. Ternyata dia adalah seorang laki-laki yang matanya luas, alisnya tebal, kedua pipinya halus, bibirnya tipis, jambangnya panjang, dan di bawah kepalanya terdapat sebuah lembaran terbuat dari pualam putih; di atasnya tertulis, ‘Ini adalah Hud, Nabi Allah yang telah diutus kepada kaum ‘Ad, tetapi mereka mendustakannya sehingga Allah menghukum mereka dengan angin yang membinasakan dan tidak ada seorangpun dari mereka yang tersisa.”
Buku “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” karya Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas yang telah diterjemahkan oleh Abdul Halim menceritakan tatkala mereka menutupi Ka’bah dengan kain tersebut, tiba-tiba datang angin badai. Angin itu menyobekkan kain penutup tersebut dan melemparkannya dari Baitullah. Kemudian mereka mengelilingi Ka’bah, berdoa kepada Allah dan memintakan hujan untuk kaum mereka. Pada saat itu, terdengar ada seseorang yang mengatakan bait-bait syair berikut:
Semoga Allah mencela delegasi kaum ‘Ad yang telah datang kepada kami.
Sesungguhnya kaum ‘Ad adalah penghuni neraka jahanam yang paling jelek.
Mereka mengutus delegasi untuk memintakan hujan, tetapi kenyataannya mereka bakal mendapatkan air yang panas.
Setelah delegasi itu berdoa kepada Allah, Dia mengirimkan tiga awan, yang berwarna putih, merah, dan hitam. Kemudian mereka mendengar seseorang berkata, “Pilihlah salah satu dari ketiga awan itu!”
Orang yang paling tua di antara mereka memilih awan yang berwarna hitam. Dia menyangka awan tersebut akan membawa hujan. Lalu Allah menggiring awan tersebut ke negeri mereka. Maka, tatkala mereka melihatnya, mereka bergembira dan berkata, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.”
Wahab bin Munabbih mengatakan, Allah memerintahkan kepada malaikat yang bertugas mengurusi angin untuk membukakan katup angin yang membinasakan dari dasar bumi.
Tatkala kaum ‘Ad melihat awan yang disangka akan membawa hujan tersebut, mereka bergegas lari ke gurun-gurun. Tiba-tiba angin yang membinasakan berputar-putar, mencerabuti pepohonan dari akar-akarnya, dan putarannya menghancurkan apapun yang terkena olehnya. Hal ini terus berlangsung hingga tujuh hari delapan malam tanpa henti.
Ketika kaum ‘Ad melihat hal itu, mereka buru-buru pergi dan masuk ke rumah mereka masing-masing. Tiba-tiba angin datang dan mengeluarkan mereka dari rumah-rumah mereka. Ketika angin kian membesar, mereka keluar menuju gurun-gurun dengan memakai persenjataan. Mereka berdiri dan berkata, “Kami akan menghadang angin dengan kemampuan dan kekuasaan kami.”
Tiba-tiba angin datang merenggut tujuh jiwa yang paling besar postur tubuhnya dan paling kuat di antara mereka. Angin tersebut melemparkan seorang laki-laki ke udara sekitar 20 siku; kemudian ia melemparkannya ke bumi.
Pada waktu itu, mereka mati bergelimpangan seakan-akan mereka adalah tunggul pohon kurma yang telah lapuk. Angin bisa masuk ke dalam baju salah seorang di antara mereka, dan kemudian membawa dan melemparkannya ke tanah sehingga terjungkal mati. Kemudian Allah menurunkan kepada mereka hujan kerikil yang telah dipanaskan dengan api.
Mereka terus mengalami hal itu selama 40 hari, tetapi Allah tetap membiarkan ruh mereka berada dalam jasad mereka sehingga azab mereka terasa begitu lama. Seorang yang beriman melewati mereka dan mendengarkan rintihan mereka dari dasar pasir.
Diriwayatkan, ketika angin yang membinasakan dikirimkan ke bumi, Hud tidak keluar dari tengah-tengah kaumnya. Para nabi yang lain, apabila diturunkan azab kepada kaumnya, suka keluar dari tengah-tengah kaumnya. Sementara Hud dan orang-orang yang beriman bersamanya tidak, tetapi sedikitpun angin tidak mencederai mereka.
Orang yang beriman dari mereka duduk berdampingan dengan orang yang kafir tidak lebih dari satu langkah. Ketika angin yang membinasakan menerpa orang yang beriman, dia hanya merasakan terhembus oleh semilir angin yang menyegarkan, sementara ketika menerpa orang kafir, yang terasa olehnya adalah angin beracun yang menyesakkan.
Adapun raja mereka, Jalijan, setelah kaumnya binasa, masih tetap hidup selama beberapa hari sehingga dia melihat mereka semua telah binasa. Kemudian angin datang kepadanya, dan lalu masuk dari mulutnya dan keluar dari pantatnya sehingga dia terjatuh mati.
Tidak ada seorangpun yang selamat dari azab tersebut kecuali Hud beserta orang-orang yang beriman bersamanya. Selanjutnya, Allah mengutus burung-burung hitam. Burung-burung tersebut mengangkut jasad-jasad mereka dan melemparkannya ke al-Bahr al-Muhith.
Ada sebuah riwayat yang menuturkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Imam ‘Ali bin Abi Thalib ra. Imam ‘Ali bertanya kepadanya, “Hai laki-laki, dari negeri mana asalmu?”
Laki-laki itu menjawab, “Dari Hadhramaut di negeri Yaman.”
Ali bertanya kepadanya, “Apakah engkau mempunyai kabar tentang kuburan Nabi Hud.”
Laki-laki itu menjawab, “Ya, yaitu pada masa mudaku aku pergi bersama sekelompok sahabatku. Kami berjalan hingga datang ke gunung ‘Ad. Di sana terdapat sebuah gua yang memiliki lubang kecil. Kami berjalan di dalam lubang tersebut dengan susah payah hingga kami sampai ke suatu tempat.
Tiba-tiba kami melihat sebuah dipan dari emas; di atasnya ada seorang mayat lelaki berbalutkan kain kafan yang lusuh. Ketika aku raba badannya, ternyata dia tidak membusuk dan keadaannya tidak berubah. Aku mengamatinya. Ternyata dia adalah seorang laki-laki yang matanya luas, alisnya tebal, kedua pipinya halus, bibirnya tipis, jambangnya panjang, dan di bawah kepalanya terdapat sebuah lembaran terbuat dari pualam putih; di atasnya tertulis, ‘Ini adalah Hud, Nabi Allah yang telah diutus kepada kaum ‘Ad, tetapi mereka mendustakannya sehingga Allah menghukum mereka dengan angin yang membinasakan dan tidak ada seorangpun dari mereka yang tersisa.”
(mhy)