Ibnu Katsir: Nuh Adalah Rasul Pertama Bagi Penduduk Bumi
loading...
A
A
A
Ibnu Katsir dalam kitabnya berjudul Qashash Al-Anbiya menulis ketika kerusakan telah meluas di muka bumi, kesesatan telah mewabah di seluruh pelosok negeri dengan disembahnya berhala di mana-mana, maka Allah mengutus hamba dan Rasul-Nya, Nuh AS. Ia mengajak masyarakat untuk kembali menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dan melarang mereka untuk menyembah selain-Nya.
"Karena itulah Nuh dikatakan sebagai Rasul pertama yang diutus Allah untuk penduduk bumi, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Shahihain tentang syafaat, dari Abu Hayyan, dari Abu Zur'ah bin Amru bin Jarir, dari Abu Hurairah &, dari Nabi &, beliau bersabda,“... Lalu mereka mendatangi Adam dan berkata, “Wahai Adam, engkau adalah bapak manusia, Allah menciptakanmu dengan Tangan-Nya, ditiupkan kepadamu roh ciptaan-Nya, memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, dan menganugrahkan dirimu dengan tinggal di surga, sudikah kiranya engkau memintakan syafaat kepada Tuhanmu untuk kami? Tidakkah engkau lihat keadaan kami dan apa yang kami rasakan?”
Lalu Adam berkata, “Tuhanku sungguh telah murka, tidak pernah ada kemurkaan seperti ini sebelumnya, dan tidak akan pernah ada kemurkaan seperti ini selanjutnya. Aku telah dilarang untuk tidak memakan buah dari pohon terlarang, namun aku melanggarnya.
Dirikulah (yang seharusnya mendapatkan syafaat), dirikulah (yang seharusnya mendapatkan syafaat). Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Nuh.”
Lalu mereka mendatangi Nuh dan berkata, “Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama bagi penduduk bumi, dan engkau telah diakui sebagai hamba yang bersyukur oleh Allah, tidakkah engkau lihat keadaan kami ini? Sudikah kiranya engkau memintakan syafaat kepada Tuhanmu untuk kami?”
Lalu Nuh berkata, “Tuhanku sungguh telah murka, tidak pernah ada kemurkaan seperti ini sebelumnya, dan tidak akan pernah ada kemurkaan seperti ini selanjutnya. Dirikulah (yang seharusnya mendapatkan syafaat), dirikulah (yang seharusnya mendapatkan syafaat)..” dan seterusnya hingga akhir hadis ini seperti disebutkan oleh Bukhari pada kisah Nuh.
Kisah ini diriwayakan Bukhari Bab Kisah Para Nabi, Bagian: Firman Allah, “Sungguh, Kami benar benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya.” (3340) dan Muslim, Bab Iman, Bagian:Nikmat jang Paling Rendah untuk Penghuni Surga (194).
Setelah Nabi Nuh diangkat sebagai Rasul, ia mengajak masyarakatnya untuk mengesakan Allah, tidak menyekutukan-Nya, hanya menyembah kepada-Nya, tidak menyembah berhala, patung, atau apapun selain-Nya, dan mengakui bahwa tidak ada Ilah dan tidak ada Rabb melainkan Allah, sebagaimana juga diperintahkan kepada Rasul-Rasul setelahnya yang notabene semuanya berasal dari keturunannya, seperti difirmankan oleh Allah, “Dan Kami jadikan anak cucunya orang orang yang melanjutkan keturunan.” (Ash Shaffat:77).
Pada ayat lain juga difirmankan, “Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami berikan kenabian dan kitab (wahyu) kepada keturunan keduanya.” (Al Hadid:26). Maksuddari ayat tersebut: semua Nabi yang diutus setelah Nuh adalah dari keturunannya, begitu juga dengan Ibrahim.
Tugas utama para Nabi itu adalah, seperti difirmankan Allah, “Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thagut.” (An Nahl:36). Juga firman-Nya, “Dan tanyakanlah (Muhammad) kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, “Apakah Kami menentukan tuhan-tuhan selain (Allah) Yang Maha Pengasih untuk disembah?” (Az Zukhruf:45).
Allah juga berfirman, “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku.” (Al Anbiyaa':25).
Oleh karena itu Nabi Nuh berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (Kiamat) (Al A'raf:59).
Ia juga berkata, “Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Aku benar benar khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat pedih.” (Hud:26).
Ia juga berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, (karena) tidak ada tuhan (yang berhak disembah) bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada Nya)?” (Al Mukminun:23).
Ia juga berkata, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku ini seorang pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Dia mengampuni sebagian dosa dosamu dan menangguhkan kamu (memanjangkan umurmu) sampai pada batas waktu yang ditentukan. Sungguh, ketetapan Allah itu apabila telah datang tidak dapat ditunda, seandainya kamu mengetahui.”
Dia (Nuh) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri.
Lalu sesungguhnya aku menyeru mereka dengan cara terang terangan. Kemudian aku menyeru mereka secara terbuka dan dengan diam-diam, maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu. Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak anakmu, dan mengadakan kebun kebun untukmu dan mengadakan sungai sungai untukmu.”
Mengapa kamu tidak takut akan kebesaran Allah? Dan sungguh, Dia telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan (kejadian). (Nuh:2-14).
Disebutkan pula, bahwa Nuh mengajak mereka ke jalan Allah dengan berbagai cara, siang dan malam, terang terangan dan sembunyi sembunyi, terkadang disertai ancaman (Allah) dan terkadang disertai janji (Allah), namun semua usaha dan dakwah Nabi Nuh itu ditolak, mereka terus saja memilih jalan yang menyimpang, jalan yang sesat, menyembah patung dan berhala, bahkan mereka menabuh genderang permusuhan terhadap Nabi Nuh dimanapun dan kapanpun ia berada, mereka mengejek dan merendahkan orang orang yang ikut beriman bersamanya, mereka mengancam akan memberi hukuman yang berat serta mengusir mereka dari sana. Namun, meskipun mendapatkan berbagai penekanan namun orang orang beriman tetap kukuh dalam keimanan mereka.
Pemuka masyarakat dan pembesar kaum Nabi Nuh berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar benar berada dalam kesesatan yang nyata.”
Namun Nabi Nuh menjawab, “Wahai kaumku! Aku tidak sesat: tetapi aku ini seorang Rasul dari Tuhan seluruh alam,” yakni:Aku tidaklah sesat seperti yang kalian kira, sebaliknya aku berada di jalan yang lurus dan membawa hidayah Allah untuk kalian, karena aku adalah utusan dari Nya, Tuhan semesta alam, Tuhan yang mengatakan pada sesuatu “jadilah” maka “jadilah sesuatu itu”. Nabi Nuh juga berkata, “Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” Inilah tugas yang diemban oleh seorang Rasul, yakni untuk menyampaikan amanat dan nasehat yang diturunkan oleh Allah kepadanya, dan ia adalah orang yang paling mengenal Tuhannya dibanding yang lain.
Namun tetap saja kaumnya tidak mau mendengarkannya, mereka malah berkata, “Kami tidak melihat engkau, melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap kamu adalah orang pendusta.”
Mereka merasa heran, bagaimana mungkin seorang manusia menjadi utusan Allah. Mereka juga merendahkan, mencaci dan mengejek para pengikutnya. Mereka menganggap bahwa orang orang yang mau mengikutinya hanyalah kaum lemah yang mudah untuk dipengaruhi begitu saja, seperti pernah dikatakan juga oleh Heraklius (Kaisar Romawi) kepada para utusan Nabi #5, “Para pengikut Rasul memang biasanya orang orang yang lemah, sebabnya tidak lain karena mereka tidak memiliki alasan untuk tidak mengikuti kebenaran.” (Shahih Bukhari, Bab Pertama Kali Diturunkannya Wahyu dan Shahih Muslim, Bab Jihad, Bagian:Surat yang Dikirimkan Oleh Nabi Kepada Heraklius untuk Mengajaknya Masuk Islam (1773).
"Karena itulah Nuh dikatakan sebagai Rasul pertama yang diutus Allah untuk penduduk bumi, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Shahihain tentang syafaat, dari Abu Hayyan, dari Abu Zur'ah bin Amru bin Jarir, dari Abu Hurairah &, dari Nabi &, beliau bersabda,“... Lalu mereka mendatangi Adam dan berkata, “Wahai Adam, engkau adalah bapak manusia, Allah menciptakanmu dengan Tangan-Nya, ditiupkan kepadamu roh ciptaan-Nya, memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, dan menganugrahkan dirimu dengan tinggal di surga, sudikah kiranya engkau memintakan syafaat kepada Tuhanmu untuk kami? Tidakkah engkau lihat keadaan kami dan apa yang kami rasakan?”
Lalu Adam berkata, “Tuhanku sungguh telah murka, tidak pernah ada kemurkaan seperti ini sebelumnya, dan tidak akan pernah ada kemurkaan seperti ini selanjutnya. Aku telah dilarang untuk tidak memakan buah dari pohon terlarang, namun aku melanggarnya.
Dirikulah (yang seharusnya mendapatkan syafaat), dirikulah (yang seharusnya mendapatkan syafaat). Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Nuh.”
Lalu mereka mendatangi Nuh dan berkata, “Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama bagi penduduk bumi, dan engkau telah diakui sebagai hamba yang bersyukur oleh Allah, tidakkah engkau lihat keadaan kami ini? Sudikah kiranya engkau memintakan syafaat kepada Tuhanmu untuk kami?”
Lalu Nuh berkata, “Tuhanku sungguh telah murka, tidak pernah ada kemurkaan seperti ini sebelumnya, dan tidak akan pernah ada kemurkaan seperti ini selanjutnya. Dirikulah (yang seharusnya mendapatkan syafaat), dirikulah (yang seharusnya mendapatkan syafaat)..” dan seterusnya hingga akhir hadis ini seperti disebutkan oleh Bukhari pada kisah Nuh.
Kisah ini diriwayakan Bukhari Bab Kisah Para Nabi, Bagian: Firman Allah, “Sungguh, Kami benar benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya.” (3340) dan Muslim, Bab Iman, Bagian:Nikmat jang Paling Rendah untuk Penghuni Surga (194).
Setelah Nabi Nuh diangkat sebagai Rasul, ia mengajak masyarakatnya untuk mengesakan Allah, tidak menyekutukan-Nya, hanya menyembah kepada-Nya, tidak menyembah berhala, patung, atau apapun selain-Nya, dan mengakui bahwa tidak ada Ilah dan tidak ada Rabb melainkan Allah, sebagaimana juga diperintahkan kepada Rasul-Rasul setelahnya yang notabene semuanya berasal dari keturunannya, seperti difirmankan oleh Allah, “Dan Kami jadikan anak cucunya orang orang yang melanjutkan keturunan.” (Ash Shaffat:77).
Pada ayat lain juga difirmankan, “Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami berikan kenabian dan kitab (wahyu) kepada keturunan keduanya.” (Al Hadid:26). Maksuddari ayat tersebut: semua Nabi yang diutus setelah Nuh adalah dari keturunannya, begitu juga dengan Ibrahim.
Tugas utama para Nabi itu adalah, seperti difirmankan Allah, “Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thagut.” (An Nahl:36). Juga firman-Nya, “Dan tanyakanlah (Muhammad) kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, “Apakah Kami menentukan tuhan-tuhan selain (Allah) Yang Maha Pengasih untuk disembah?” (Az Zukhruf:45).
Allah juga berfirman, “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku.” (Al Anbiyaa':25).
Oleh karena itu Nabi Nuh berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (Kiamat) (Al A'raf:59).
Ia juga berkata, “Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Aku benar benar khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat pedih.” (Hud:26).
Ia juga berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, (karena) tidak ada tuhan (yang berhak disembah) bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada Nya)?” (Al Mukminun:23).
Ia juga berkata, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku ini seorang pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Dia mengampuni sebagian dosa dosamu dan menangguhkan kamu (memanjangkan umurmu) sampai pada batas waktu yang ditentukan. Sungguh, ketetapan Allah itu apabila telah datang tidak dapat ditunda, seandainya kamu mengetahui.”
Dia (Nuh) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri.
Lalu sesungguhnya aku menyeru mereka dengan cara terang terangan. Kemudian aku menyeru mereka secara terbuka dan dengan diam-diam, maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu. Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak anakmu, dan mengadakan kebun kebun untukmu dan mengadakan sungai sungai untukmu.”
Mengapa kamu tidak takut akan kebesaran Allah? Dan sungguh, Dia telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan (kejadian). (Nuh:2-14).
Disebutkan pula, bahwa Nuh mengajak mereka ke jalan Allah dengan berbagai cara, siang dan malam, terang terangan dan sembunyi sembunyi, terkadang disertai ancaman (Allah) dan terkadang disertai janji (Allah), namun semua usaha dan dakwah Nabi Nuh itu ditolak, mereka terus saja memilih jalan yang menyimpang, jalan yang sesat, menyembah patung dan berhala, bahkan mereka menabuh genderang permusuhan terhadap Nabi Nuh dimanapun dan kapanpun ia berada, mereka mengejek dan merendahkan orang orang yang ikut beriman bersamanya, mereka mengancam akan memberi hukuman yang berat serta mengusir mereka dari sana. Namun, meskipun mendapatkan berbagai penekanan namun orang orang beriman tetap kukuh dalam keimanan mereka.
Pemuka masyarakat dan pembesar kaum Nabi Nuh berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar benar berada dalam kesesatan yang nyata.”
Namun Nabi Nuh menjawab, “Wahai kaumku! Aku tidak sesat: tetapi aku ini seorang Rasul dari Tuhan seluruh alam,” yakni:Aku tidaklah sesat seperti yang kalian kira, sebaliknya aku berada di jalan yang lurus dan membawa hidayah Allah untuk kalian, karena aku adalah utusan dari Nya, Tuhan semesta alam, Tuhan yang mengatakan pada sesuatu “jadilah” maka “jadilah sesuatu itu”. Nabi Nuh juga berkata, “Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” Inilah tugas yang diemban oleh seorang Rasul, yakni untuk menyampaikan amanat dan nasehat yang diturunkan oleh Allah kepadanya, dan ia adalah orang yang paling mengenal Tuhannya dibanding yang lain.
Namun tetap saja kaumnya tidak mau mendengarkannya, mereka malah berkata, “Kami tidak melihat engkau, melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap kamu adalah orang pendusta.”
Mereka merasa heran, bagaimana mungkin seorang manusia menjadi utusan Allah. Mereka juga merendahkan, mencaci dan mengejek para pengikutnya. Mereka menganggap bahwa orang orang yang mau mengikutinya hanyalah kaum lemah yang mudah untuk dipengaruhi begitu saja, seperti pernah dikatakan juga oleh Heraklius (Kaisar Romawi) kepada para utusan Nabi #5, “Para pengikut Rasul memang biasanya orang orang yang lemah, sebabnya tidak lain karena mereka tidak memiliki alasan untuk tidak mengikuti kebenaran.” (Shahih Bukhari, Bab Pertama Kali Diturunkannya Wahyu dan Shahih Muslim, Bab Jihad, Bagian:Surat yang Dikirimkan Oleh Nabi Kepada Heraklius untuk Mengajaknya Masuk Islam (1773).
(mhy)