Idul Fitri Sebagai Pengingat Akan Akhirat, Begini Kata Imam Ghazali
loading...
A
A
A
مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ. (رواه الشافعي وابن ماجه)
Artinya, “Siapa saja yang qiyamul lail pada dua malam Id (Idul Fitri dan Idul Adha) karena Allah demi mengharap ridha-Nya, maka hatinya tidak akan mati pada hari di mana hati manusia menjadi mati,” (HR. As-Syafi’i dan Ibn Majah).
Idul Fitri bukanlah momen berfoya-foya dengan kesenangan duniawi. Apalagi sampai lupa kepada Allah SWT. Justru, menurut Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad al-Khuwayri, hikmah adanya Idul Fitri di dunia adalah sebagai pengingat akan akhirat.
Saat Idul Fitri, kita akan menyaksikan begitu banyak orang keluar rumah dengan segala macam rupanya, sebagaimana nanti di akhirat kelak. Sebagian mereka ada yang berjalan kaki, ada berkendara, ada yang memakai baju dan tidak, ada yang busananya begitu mewah, ada yang berbusana biasa saja, ada yang tertawa gembira, dan ada pula yang berduka (liat Durratun Nashihin, hal 277-278)
Artinya, “Siapa saja yang qiyamul lail pada dua malam Id (Idul Fitri dan Idul Adha) karena Allah demi mengharap ridha-Nya, maka hatinya tidak akan mati pada hari di mana hati manusia menjadi mati,” (HR. As-Syafi’i dan Ibn Majah).
Idul Fitri bukanlah momen berfoya-foya dengan kesenangan duniawi. Apalagi sampai lupa kepada Allah SWT. Justru, menurut Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad al-Khuwayri, hikmah adanya Idul Fitri di dunia adalah sebagai pengingat akan akhirat.
Saat Idul Fitri, kita akan menyaksikan begitu banyak orang keluar rumah dengan segala macam rupanya, sebagaimana nanti di akhirat kelak. Sebagian mereka ada yang berjalan kaki, ada berkendara, ada yang memakai baju dan tidak, ada yang busananya begitu mewah, ada yang berbusana biasa saja, ada yang tertawa gembira, dan ada pula yang berduka (liat Durratun Nashihin, hal 277-278)
(mhy)