Imam Al-Ghazali: Musik Itu Menyenangkan Tidak Lantas Membuatnya Haram

Rabu, 22 Mei 2024 - 05:15 WIB
loading...
Imam Al-Ghazali: Musik...
Imam al-Ghazali: Jika mendengarkan musik hanyalah sebagai hiburan belaka, maka hukumnya mubah. Ilustrasi: Ist
A A A
Polemik seputar hukum musik menurut Islam terus saja terjadi sampai saat ini. Perspektif yang beragam mengenai legalitas musik terus memunculkan pertentangan. Di satu sisi, ada yang memandang bahwa musik secara mutlak haram ; sementara di sisi lainnya, ada yang meyakini bahwa musik tidak memiliki batasan hukum yang tegas.

Imam al-Ghazali dalam bukunya berjudul "The Alchemy of Happiness" (Ashraf Publication, Lahore, Mei 1979) antara lain berbicara tentang hukum musik tersebut.

Menurut al-Ghazali, hati manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa bagai sebuah batu api. Ia mengandung api tersembunyi yang terpijar oleh musik dan harmoni serta menawarkan kegairahan bagi orang lain, di samping dirinya.

"Harmoni-harmoni ini adalah gema dunia keindahan yang lebih tinggi, yang kita sebut dunia roh. Ia mengingatkan manusia akan hubungannya dengan dunia tersebut, dan membangkitkan emosi yang sedemikian dalam dan asing dalam dirinya, sehingga ia sendiri tak berdaya untuk menerangkannya," tutur al-Ghazali.



Menurutnya, pengaruh musik dan tarian amat dalam, menyalakan cinta yang telah tidur di dalam hati - cinta yang bersifat keduniaan dan inderawi, ataupun yang bersifat ketuhanan dan ruhaniah.

"Sesuai dengan itu, terjadi perdebatan di kalangan ahli teologi mengenai halal dan haramnya musik dan tarian dalam kegiatan-kegiatan keagamaan," ujar Imam al-Ghazali yang bukunya diterjemahkan Haidar Bagir menjadi "Kimia Kebahagiaan".

Suatu sekte, Zhahariah, berpendapat bahwa Allah sama sekali tak dapat dibandingkan dengan manusia, seraya menolak kemungkinan bahwa manusia bisa benar-benar merasakan cinta kepada Allah.

Mereka berkata bahwa manusia hanya bisa mencinta sesuatu yang termasuk dalam spesiesnya. Jika ia "benar-benar" merasakan sesuatu yang ia pikir sebagai cinta kepada Sang Khalik, kata mereka hal itu tak lebih daripada sekadar proyeksi belaka, atau bayang-bayang yang diciptakan oleh khayalannya, atau suatu pantulan cinta kepada sesama mahluk.

Musik dan tarian, menurut mereka, hanya berurusan dengan cinta kepada makhluk, dan karenanya haram dalam kegiatan keagamaan. "Jika kita tanya mereka, apakah arti 'cinta kepada Allah' yang diperintahkan oleh syariat, mereka menjawab bahwa hal itu berarti ketaatan dan ibadah," jelas al-Ghazali.

Saat ini, lanjut al-Ghazali, baiklah kita puaskan diri kita dengan berkata bahwa musik dan tari tidak memberikan sesuatu yang sebelumnya tidak ada di dalam hati, tapi hanyalah membangunkan emosi yang tertidur.



Oleh karena itu, menyimpan cinta kepada Allah di dalam hati yang diperintahkan oleh syariat itu sama sekali dibolehkan. Malah ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang memperbesarnya patut dipuji.

Di pihak lain, jika hatinya penuh dengan nafsu inderawi, musik dan tarian hanya akan menambahnya; karena itu, terlarang baginya.

Sementara itu, jika mendengarkan musik hanyalah sebagai hiburan belaka, maka hukumnya mubah. Karena, sekadar kenyataan bahwa musik itu menyenangkan tidak lantas membuatnya haram, sebagaimana mendengarkan seekor burung berbunyi; atau melihat rumput hijau dan air mengalir tidak diharamkan.

Watak tak-berdosa dari musik dan tarian yang diperlakukan sekadar sebagai hiburan, juga dibenarkan oleh hadis shahih yang kita terima dari Siti Aisyah yang meriwayatkan:

Pada suatu hari raya, beberapa orang Habsyi menari di masjid. Nabi berkata kepadaku, "Inginkah engkau melihatnya?" Aku jawab, "Ya". Lantas aku diangkatnya dengan tangannya sendiri yang dirahmati, dan aku menikmati pertunjukan itu sedemikian lama, sehingga lebih dari sekali beilau berkata, "Belum cukupkah?"



Hadis lain dari Siti Aisyah adalah sebagai berikut:

Pada suatu hari raya, dua orang gadis datang ke rumahku dan mulai bernyanyi dan menari. Nabi masuk dan berbaring di sofa sambil memalingkan mukanya. Tiba-tiba Abu Bakar masuk dan, melihat gadis-gadis itu bermain, dia berseru: "Hah! Seruling setan di rumah Nabi!" Nabi menoleh karenanya dan berkata: "Biarkan mereka, Abu Bakar, hari ini adalah hari raya."
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2870 seconds (0.1#10.140)