Ibn Hazm: Buku Karyanya Dibakar karena Berbeda dengan Ulama Lain

Kamis, 10 Juni 2021 - 15:45 WIB
loading...
Ibn Hazm:  Buku Karyanya Dibakar karena Berbeda dengan Ulama Lain
Ibnu Hazm/Foto/Ist
A A A
Abu Muhammad Ali ibn Ahmad ibn Said ibn Hazm (wafat 1064) terkenal dengan Ibnu Hazm adalah tokoh Muslim dari zaman klasik yang mengkaji agama-agama. Dilahirkan di kota Cordoba pada 30 Ramadhan 384 H. Beliau tergolong ulama besar Andalus pada masanya dan termasuk ulama yang sangat produktif dalam menghasilkan karya tulis yang fenomenal.



Ibn Hazm tumbuh dan besar di lingkungan keluarga yang berkecukupan; karena sang ayah adalah seorang menteri, bahkan beliau sendiri pun juga pernah menjabat sebagai seorang menteri. Kendati demikian, kemewahan istana dan kekayaan yang dimiliki tidak membuatnya malas untuk menggali ilmu sehingga membuat dirinya menjadi salah seorang ulama Islam yang namanya dikenal di setiap penjuru dan dicatat dalam buku-buku sejarah.

Ibn Hazm menuntut ilmu kepada para ulama Andalus pada masanya. Beliau menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir, hadits, aqidah, fiqih dan lainnya.

Dalam bidang fiqih, mulanya Ibn Hazm bermazhab Syafi’i. Belakangan ia berpindah menjadi seorang Dzahiri. Dia pembela gigih mazhab ini.

Tak hanya menguasai ilmu agama, Ibnu Hazm juga menguasai ilmu kedokteran dan ekonomi.

Imam Adz Dzahabi dalam kitab Siyarnya menceritakan sebuah cerita tentang kapan dan kenapa Ibnu Hazm mulai belajar ilmu fiqih.

Ibnu Hazm sendiri bercerita mengapa dirinya belajar ilmu fiqih . Suatu hari beliau ikut salat jenazah di sebuah masjid. Ketika beliau masuk ke dalam masjid itu, sambil menunggu dimulainya salat jenazah beliau langsung duduk dan tidak salat tahiyat masjid. Datang seorang laki-laki yang menghampiri beliau dan berkata: "Ayo berdiri! Salat tahiyat masjid dulu," kata si lelaki itu. Lalu Ibnu Hazm pun berdiri dan salat.



Setelah pulang dari pemakaman jenazah, beliau kembali lagi ke masjid tersebut, dan waktu itu tepat setelah salat Ashar. Setelah masuk dengan mantap beliau salat tahiyat masjid, namun ada seseorang yang menghampiri dan berkata: "Duduk! Duduk! Ini bukan waktunya salat," ucap orang tersebut.

Lalu Ibnu Hazm pulang dalam keadaan sedih dan malu. Setelah kejadian itulah beliau minta kepada salah seorang guru pendidiknya agar memberitahunya seseorang yang bisa mengajarinya ilmu fiqih.

Lalu ditunjukanlah kepadanya seorang faqih bernama Abu Abdillah bin Dahun.

Kepada sang guru fiqih ini beliau ceritakan kejadian yang terjadi di masjid tempo hari. Selanjutnya, sang faqih tersebut menganjurkan Ibnu Hazm untuk membaca karya luar biasa Imam Daar Al Hijrah "Al Muwattha". Mulailah Ibnu Hazm mempelajari dan membaca kitab tersebut dan juga kitab-kitab lainnya selama kurang lebih tiga tahun. Kala itu, usianya adalah 26 tahun.

Diantara karya-karya Ibn Hazm yang populer adalah Al Ihkam fi Ushuli Al Ahkam, Ibthalu Al Qiyas, Al Muhalla Bi Al Atsar, Jawami’ As Sirah, Jamharah Ansab Al ‘Arab dan banyak lagi karya-karya beliau yang lainnya.



Pernah suatu hari seseorang datang ke rumah Ibnu Hazm untuk memperingatinya agar tidak mengeluarkan serta menulis pendapat dan fatwa yang menyimpang dan berbeda dari ulama-ulama yang lain yang semasa dengan beliau.

Setelah mendapat peringatan tersebut Ibnu Hazm hanya berkata kepada orang itu: "Aku menulis pendapat yang aku yakini kebenarannya dan aku merasa puas dengan pendapat itu, aku tidak menulis agar orang lain ridha atau murka kepadaku".

Tidak lama setelah peringatan itu, datang beberapa orang ke rumah beliau dan masuk tanpa izin pemilik rumah, mereka mengambil semua buku-buku yang di dalamnya terdapat pendapat-pendapat dan fatwa Ibnu Hazm yang beliau tulis.

Orang-orang itu pun membawa buku-buku tersebut ke sebuah tanah lapang yang ternyata di sana sudah disiapkan api yang sudah menyala. Selang beberapa saat buku-buku itu pun dilemparkan ke kobaran api tersebut. Ibnu Hazm yang mengikuti mereka hanya dapat pasrah melihat karya-karyanya dilemparkan ke api seraya berucap:

"Jika kalian bisa membakar kertas-kertas itu, maka ketahuilah bahwa kalian tidak akan pernah bisa membakar apa yang tertulis di kertas itu; karena ia ada di dalam dadaku.

"Ia akan selalu berjalan bersamaku ke manapun aku pergi, dan di manapun aku tinggal ia akan tinggal bersamaku, bahkan ia akan bersamaku hingga nanti saat aku berada dalam kuburku".

Untungnya setelah pembakaran itu beliau tidak hilang semangat dan putus asa, beliau tuliskan lagi pendapat beliau yang pernah tertuang di kertas-kertas yang dibakar habis itu. Bersama orang kepercayaannya beliau menulis ulang semua yang pernah beliau tulis, hingga akhirnya karya-karya itu sampai pada kita saat ini.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1724 seconds (0.1#10.140)