Untaian Kalimat Umar bin Khattab yang Meningkatkan Wibawa dan Hikmah

Senin, 12 Juli 2021 - 18:20 WIB
loading...
A A A
Namun bisa jadi keheranan Anda akan watak kerasnya akan luntur manakala Anda mengetahui bahwa pemuda Bani Tamim ini ternyata adalah seorang yang tajam analisanya, cerdas otaknya, tepat pandangannya, dan suci jiwanya.

Dr Abdurrahman Ra’at Basya menjelaskan yang demikian itu karena sejak kecil beliau biasa duduk berkumpul bersama tokoh-tokoh kaumnya, ikut dalam majelis-majelis mereka, menghadiri pertemuan-pertemuan dan tekun belajar kepada ulama dan tokoh-tokohnya.

Beliau menuturkan kisahnya: “Kami sering mendatangi majelis Qais bin Asim al-Minqari untuk belajar tentang kebaikan hidup juga kepada para ulama untuk menimba ilmu agama.”

Tatkala beliau bertanya, “Apa yang Anda dapat dari Qais tentang kebijaksanaan?”

Ahnaf menjawab, “Suatu kali aku mendapatinya duduk bersedekap di ruang depan rumahnya, ia sedang bercakap-cakap dengan beberapa kaumnya. Tak lama kemudian terdengar ribut-ribut di luar. Berikutnya beberapa orang masuk membawa dua orang pemuda, yang satu dalam keadaan terikat dan satunya tidak bernyawa lagi. Seseorang melaporkan: “Keponakan Anda telah membunuh putra Anda si fulan.”

Demi Allah, ketika itu Qais bin Asim tak beranjak dari duduknya ataupun berhenti berbicara. Kemudian dia menoleh kepada keponakannya dan berkata, “Wahai putra saudaraku, engkau membunuh putra pamanmu. Itu berarti engkau telah memutus tali kekeluargaan sendiri dengan tanganmu, engkau melempar dirimu sendiri dengan panahmu.”

Dia berkata kepada anak-anaknya yang lain, “Berdirilah, dan lepaskanlah ikatan putra pamanmu. Sesudah itu kebumikan saudara kalian dan kirimkan seratus ekor unta kepada ibu anak ini sebagai diyat karena dia dari keluarga lain.” Lalu dia berkata kepada keponakannya: “Ikutlah mengubur jenazahnya!”



Ahnaf juga termasuk orang yang tekun beribadah, puasa dan zuhud dengan apa-apa yang dimiliki orang lain. Bila malam mulia gelap, beliau menghidupkan lentera dan menaruhnya di sisinya. Setelah itu, mulailah dia salat di mihrabnya, berdiri gemetaran seperi orang sakit sambil menangis karena takutnya akan adzab dan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Setiap kali beliau teringat dosa-dosa atau cacat dan celanya, dia letakkan jarinya di atas api sambil berkata, “Hai Ahnaf, rasakanlah ini, Apa yang membuat engkau berbuat seperti itu pada hari itu dan saat itu! Celakalah engkau, Ahnaf! Bila engkau tak tahan panasnya api lentera ini dan tidak bisa bersabar, bagaimana mungkin engkau bisa tahan dengan panas api neraka dan bisa bersabar dengan rasa pedihnya?! Ya Allah, bila Engkau memberiku maghfirah, memang Engkaulah yang berhak untuk itu, bila Engkau siksa aku, memang itu layak bagiku dan Engkau adalah yang berkuasa akan hal itu.”
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2296 seconds (0.1#10.140)