Kisah Teguran Nabi SAW kepada Abu Dzar: Tiada Manusia yang Sempurna Imannya
loading...
A
A
A
TIADA manusia yang sempurna imannya. Bahkan seorang sahabat Nabi SAW, Abu Dzar Al-Ghifari pun masih ada cacatnya. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: Ibnu Syuaib ra berkata: Aku pernah menemui Abu Dzar di daerah Rabbah (sebuah desa di antara Syams & Madinah) aku melihat Abu Dzar memakai jubah dan budaknya memakai jubah yang sama pula (dalam riwayat lain berpakaian kembar dengan budaknya). Kemudian aku tanyakan padanya: "Ya, Abu Dzar kenapa engkau berpakaian sama dengan budakmu?"
Lalu Abu Dzar ra berkata: Aku pernah mencela/menjelekkan seseorang (budaknya) dengan ibunya (contoh: "kamu anak ibumu..." ) kemudian Nabi Allah SAW bersabda : Ya Abu Dzar apakah engkau mencerca/mencela dia dengan ibunya! Sesungguhnya kamu seseorang yang masih ada padamu sifat jahiliyah.
Sesungguhnya saudara-saudaramu, budak-budakmu adalah hamba-hamba Allah SWT yang dijadikanNya berada di bawah tangan (kuasa) mu dan barang siapa yang saudaranya (Muslimin) berada di bawah tangan (kuasa)-nya hendaknya dia memberi makan dengan (seperti) apa yang dia makan dan berilah pakaian dengan (seperti) apa yang kamu pakai dan jangan engkau bebani mereka dengan beban yang mereka tidak sanggup olehnya dan jika engkau berikan beban maka bantulah mereka.
Karena teguran keras ini maka Abu Dzar ra selalu ingat sampai-sampai beliau berpakaian kembar dengan budaknya, karena takutnya Abu Dzar ra membeli baju selau dua (untuk budaknya satu). Ini semuanya karena di atas hikmah, teguran keras ini tepat pada waktunya, tepat pada tempatnya dan sesuai dengan orangnya maka teguran keras ini berbuah hikmah dan manfaat.
Kisah teguran Nabi SAW kepada Abu Dzar ini oleh Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul Fatawa Qardhawi, Permasalahan, Pemecahan, dan Hikmah (1996) dijelaskan bahwa tiada manusia yang sempurna, karena setiap orang mempunyai kelemahan.
Abu Dzar adalah seorang sahabat yang utama, termasuk dari orang-orang pertama yang beriman dan berjihad, akan tetapi masih ada kekurangannya.
Seseorang yang beriman, tentu mempunyai kesalahan dan memiliki sifat buruk yang sukar dihilangkan. Tiada orang Mukmin yang murni atau sempurna.
Pandangan orang jarang ditujukan pada hal-hal yang berada di pertengahan antara dua hal yang berdekatan. Bagi seseorang sesuatu itu warnanya putih saja, sebagian yang lain hitam saja, mereka lupa adanya warna yang lain, tidak putih dan tidak pula hitam.
Di dalam Shahih Bukhari diterangkan oleh Nabi SAW: "Barangsiapa yang meninggal bukan karena melakukan jihad dan tidak dirasakannya (tidak ingin) dalam jiwanya maksud akan berjihad, maka dia mati dalam keadaan sedikit ada nifaknya."
Abdullah bin Mubarak meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang mengatakan sebagai berikut:
"Seorang Mukmin itu permulaannya tampak sedikit putih dalam kalbunya; setiap kali iman bertambah, maka bertambah putihlah kalbu itu. Begitu seterusnya, hingga kalbunya menjadi putih semua.
Begitu juga kemunafikan, pertama ada tanda-tanda hitam dalam kalbunya; dan setiap melakukan kemunafikan, maka bertambah pula hitamnya, sampai hatinya menjadi hitam semua.
Demi Allah, jika dibuka hati seorang Mukmin, maka tentu tampak putih sekali; dan jika dibuka hati orang kafir, maka tentu tampak hitam sekali."
Ini berarti seseorang tidak dapat sekaligus menjadi sempurna imannya atau menjadi munafik, tetapi kedua hal itu bertahap, yakni sedikit demi sedikit.
Lihat Juga: Inilah Keberuntungan Orang Beriman, Dapat Kenikmatan Dunia dan Akhirat yang Tak Terhingga
Lalu Abu Dzar ra berkata: Aku pernah mencela/menjelekkan seseorang (budaknya) dengan ibunya (contoh: "kamu anak ibumu..." ) kemudian Nabi Allah SAW bersabda : Ya Abu Dzar apakah engkau mencerca/mencela dia dengan ibunya! Sesungguhnya kamu seseorang yang masih ada padamu sifat jahiliyah.
Sesungguhnya saudara-saudaramu, budak-budakmu adalah hamba-hamba Allah SWT yang dijadikanNya berada di bawah tangan (kuasa) mu dan barang siapa yang saudaranya (Muslimin) berada di bawah tangan (kuasa)-nya hendaknya dia memberi makan dengan (seperti) apa yang dia makan dan berilah pakaian dengan (seperti) apa yang kamu pakai dan jangan engkau bebani mereka dengan beban yang mereka tidak sanggup olehnya dan jika engkau berikan beban maka bantulah mereka.
Karena teguran keras ini maka Abu Dzar ra selalu ingat sampai-sampai beliau berpakaian kembar dengan budaknya, karena takutnya Abu Dzar ra membeli baju selau dua (untuk budaknya satu). Ini semuanya karena di atas hikmah, teguran keras ini tepat pada waktunya, tepat pada tempatnya dan sesuai dengan orangnya maka teguran keras ini berbuah hikmah dan manfaat.
Baca Juga
Kisah teguran Nabi SAW kepada Abu Dzar ini oleh Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul Fatawa Qardhawi, Permasalahan, Pemecahan, dan Hikmah (1996) dijelaskan bahwa tiada manusia yang sempurna, karena setiap orang mempunyai kelemahan.
Abu Dzar adalah seorang sahabat yang utama, termasuk dari orang-orang pertama yang beriman dan berjihad, akan tetapi masih ada kekurangannya.
Seseorang yang beriman, tentu mempunyai kesalahan dan memiliki sifat buruk yang sukar dihilangkan. Tiada orang Mukmin yang murni atau sempurna.
Pandangan orang jarang ditujukan pada hal-hal yang berada di pertengahan antara dua hal yang berdekatan. Bagi seseorang sesuatu itu warnanya putih saja, sebagian yang lain hitam saja, mereka lupa adanya warna yang lain, tidak putih dan tidak pula hitam.
Di dalam Shahih Bukhari diterangkan oleh Nabi SAW: "Barangsiapa yang meninggal bukan karena melakukan jihad dan tidak dirasakannya (tidak ingin) dalam jiwanya maksud akan berjihad, maka dia mati dalam keadaan sedikit ada nifaknya."
Abdullah bin Mubarak meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang mengatakan sebagai berikut:
"Seorang Mukmin itu permulaannya tampak sedikit putih dalam kalbunya; setiap kali iman bertambah, maka bertambah putihlah kalbu itu. Begitu seterusnya, hingga kalbunya menjadi putih semua.
Begitu juga kemunafikan, pertama ada tanda-tanda hitam dalam kalbunya; dan setiap melakukan kemunafikan, maka bertambah pula hitamnya, sampai hatinya menjadi hitam semua.
Demi Allah, jika dibuka hati seorang Mukmin, maka tentu tampak putih sekali; dan jika dibuka hati orang kafir, maka tentu tampak hitam sekali."
Ini berarti seseorang tidak dapat sekaligus menjadi sempurna imannya atau menjadi munafik, tetapi kedua hal itu bertahap, yakni sedikit demi sedikit.
Lihat Juga: Inilah Keberuntungan Orang Beriman, Dapat Kenikmatan Dunia dan Akhirat yang Tak Terhingga
(mhy)