Nabi Muhammad Tidak Anti kepada Non-Muslim (Bagian 1)
loading...
A
A
A
Ustaz Ahmad Zarkasih Lc MA
Pengajar Rumah Fiqih Indonesia
Kaidah bertetangga itu sama di semua Negara dan bangsa, bahwa orang yang baik terhadap tetangga, murah senyum, suka menyapa, rajin berbagi pasti mendapat kebaikan pula dari orang di sekelilingnya.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah teladan terbaik dalam bergaul baik dengan tetangga maupun dengan non-muslim. Nabi memperlakukannya dengan baik. Bukti nyata banyak kita dapati dalam kitab-kitab hadits bahwa Nabi mendapat kebaikan dari tetangganya, bahkan yang non-muslim.
Nabi Diundang Makan oleh Yahudi
Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam musnad-nya, dari sahabat Anas bin Malik, beliau menceritakan bahwa Nabi pernah diundang oleh orang Yahudi untuk makan, dan Nabi memenuhi undangan tersebut.
عن أَنَسٍ أَنَّ يَهُودِيًّا دَعَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى خُبْزِ شَعِيرٍ وَإِهَالَةٍ سَنِخَةٍ فَأَجَابَهُ
"Dari Anas bin Malik, seorang Yahudi mengundang Nabi untuk bersantap roti gandum dengan acara hangat, dan Nabi pun memenuhi undangan tersebut." (HR Imam Ahmad)
Ini salah satu bukti bahwa memang Nabi adalah tetangga yang baik bagi tetangga lainnya. Sampai-sampai, orang non-muslim yang tidak seakidah dengan Nabi mau mengundang Nabi untuk makan di rumahnya. Dan ini tidak mungkin terjadi jika Nabi memperlakukan tetangganya dengan buruk, kurang bergaul, ogah menyapa.
Undangan ini jelas memberitahukan kita bahwa Nabi itu orang yang baik kepada semuanya, termasuk non-muslim. Beliau sama sekali tidak anti kepada non-muslim apalagi memusuhinya. Bukankah Nabi itu diutus untuk kebaikan semua makhluk?
Berwudhu dengan Air dan Bejana Orang Musyrik
Bukan hanya itu, dalam riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim pun disebutkan:
وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - وَأَصْحَابَهُ تَوَضَّئُوا مِنْ مَزَادَةِ امْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
"Dari Imron bin Hushain beliau berkata: " Rasulullah bersama para sahabatnya berwudhu dengan air dari bejana wanita musyrik." (Muttafaq 'Alaih)
Mungkin kalau urusan undangan makan, tidak begitu sensitif karena memang masalahnya umum dan masih dikatakan wajar, walaupun sejatinya itu menakjubkan. Akan tetapi lebih menakjubkan lagi bahwa ada orang musyrik di zaman Nabi rela meminjamkan bejananya untuk wudhunya Nabi dan para sahabat, padahal wudhu itu ibadah. Ibadah yang jelas-jelas bertentangan dengan kepercayaan yang dianut wanita musyrik tersebut.
Kita berandai-andai, seandainya gaya bergaulnya Nabi bersikap kasar, ganas, dan bengis, tidak mungkin wanita musyrik itu rela meminjamkan bejananya dan juga airnya dipakai untuk ibadah yang jelas menyimpang dari ajaran nenek moyangnya.
Tapi kenapa wanita itu mau? Tentu karena memang Nabi dan para sahabat adalah orang yang baik dan santun dalam bertetangga. Tidak meledak-meledak, tak gampang menghina, dan pastinya murah senyum.
(Bersambung)!
Wallahu A'lam
Pengajar Rumah Fiqih Indonesia
Kaidah bertetangga itu sama di semua Negara dan bangsa, bahwa orang yang baik terhadap tetangga, murah senyum, suka menyapa, rajin berbagi pasti mendapat kebaikan pula dari orang di sekelilingnya.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah teladan terbaik dalam bergaul baik dengan tetangga maupun dengan non-muslim. Nabi memperlakukannya dengan baik. Bukti nyata banyak kita dapati dalam kitab-kitab hadits bahwa Nabi mendapat kebaikan dari tetangganya, bahkan yang non-muslim.
Nabi Diundang Makan oleh Yahudi
Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam musnad-nya, dari sahabat Anas bin Malik, beliau menceritakan bahwa Nabi pernah diundang oleh orang Yahudi untuk makan, dan Nabi memenuhi undangan tersebut.
عن أَنَسٍ أَنَّ يَهُودِيًّا دَعَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى خُبْزِ شَعِيرٍ وَإِهَالَةٍ سَنِخَةٍ فَأَجَابَهُ
"Dari Anas bin Malik, seorang Yahudi mengundang Nabi untuk bersantap roti gandum dengan acara hangat, dan Nabi pun memenuhi undangan tersebut." (HR Imam Ahmad)
Ini salah satu bukti bahwa memang Nabi adalah tetangga yang baik bagi tetangga lainnya. Sampai-sampai, orang non-muslim yang tidak seakidah dengan Nabi mau mengundang Nabi untuk makan di rumahnya. Dan ini tidak mungkin terjadi jika Nabi memperlakukan tetangganya dengan buruk, kurang bergaul, ogah menyapa.
Undangan ini jelas memberitahukan kita bahwa Nabi itu orang yang baik kepada semuanya, termasuk non-muslim. Beliau sama sekali tidak anti kepada non-muslim apalagi memusuhinya. Bukankah Nabi itu diutus untuk kebaikan semua makhluk?
Berwudhu dengan Air dan Bejana Orang Musyrik
Bukan hanya itu, dalam riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim pun disebutkan:
وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - وَأَصْحَابَهُ تَوَضَّئُوا مِنْ مَزَادَةِ امْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
"Dari Imron bin Hushain beliau berkata: " Rasulullah bersama para sahabatnya berwudhu dengan air dari bejana wanita musyrik." (Muttafaq 'Alaih)
Mungkin kalau urusan undangan makan, tidak begitu sensitif karena memang masalahnya umum dan masih dikatakan wajar, walaupun sejatinya itu menakjubkan. Akan tetapi lebih menakjubkan lagi bahwa ada orang musyrik di zaman Nabi rela meminjamkan bejananya untuk wudhunya Nabi dan para sahabat, padahal wudhu itu ibadah. Ibadah yang jelas-jelas bertentangan dengan kepercayaan yang dianut wanita musyrik tersebut.
Kita berandai-andai, seandainya gaya bergaulnya Nabi bersikap kasar, ganas, dan bengis, tidak mungkin wanita musyrik itu rela meminjamkan bejananya dan juga airnya dipakai untuk ibadah yang jelas menyimpang dari ajaran nenek moyangnya.
Tapi kenapa wanita itu mau? Tentu karena memang Nabi dan para sahabat adalah orang yang baik dan santun dalam bertetangga. Tidak meledak-meledak, tak gampang menghina, dan pastinya murah senyum.
(Bersambung)!
Wallahu A'lam
(rhs)