Sebelum Dipancung, Dua Anak Muda Lukai Tubuh Abu Jahal
loading...
A
A
A
TERIK mentari di Kampung Badar , Madinah , pada 17 Ramadan 2 H, bertepatan dengan 13 Maret 624, terasa lebih panas dari biasa. Pada hari itu pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang berhadapan dengan pasukan Quraisy dari Makkah yang berjumlah 1.000 orang. (
)
Perang belum lagi pecah, ketika seorang sahabat Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam (SAW), Abdurrahman bin Auf, berhenti di tengah barisan pasukan Muslimin. Tiba-tiba seorang pemuda berusia 16 tahun mendekatinya. “Wahai paman, apakah paman mengenal Abu Jahal?” tanya pemuda penduduk asli Madinah itu, seperti dikutip dalam Ringkasan Shahih Muslim tulisan M Nashiruddin al-Albani.
“Ya, kenal. Tetapi, ada keperluan apa kamu dengannya?” ujar Abdurrahman bin Auf balik bertanya. ( )
“Saya mendengar Abu Jahal selalu memaki-maki Rasulullah SAW selama di Makkah. Demi Allah yang menguasai diriku; kalau saya melihatnya (Abu Jahal), tidak akan berpisah sebelum salah satu dari kami mati terlebih dahulu!” tegas pemuda itu yang belakangan diketahui bernama Mu’adz bin Afra.
Abdurrahman bin Auf sangat terkesan dengan kata-kata pemuda itu. Belum lagi hilang rasa takjubnya, tidak lama berselang, datang pemuda lainnya yang juga dari Anshar. Pemuda ini ternyata adik Mu’adz, yakni Mu’awwidz bin Afra. “Wahai paman, apakah paman tahu Abu Jahal?” pertanyaan yang sama disampaikan kepada Abdurrahman bin Auf.
“Ya, dan apa keperluanmu dengannya?”
“Saya mendengar Abu Jahal selalu bersikap keras terhadap Rasulullah SAW di Makkah. Demi Allah, saya ingin membunuhnya,” jawab sang adik usia 15 tahun itu.
Di kejauhan Abdurrahman melihat sosok Abu Jahal. “Itu Abu Jahal!” seru Abdurrahman bin Auf sambil menunjuk orang yang dimaksud.
Kala itu, Abu Jahal sendiri sudah menyadari bahwa dirinya akan menjadi sasaran utama kaum muslimin. Itu sebabnya ia dijaga ketat pasukan kafir Quraisy. Tatkala dua pemuda itu melesat maju bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya, Abu Jahal dilindungi 10 lapis pasukan bersenjatakan lengkap.
Pemuda 15 tahun, Mu’awwidz, menerjang pasukan musyrikin itu untuk dapat menebas Abu Jahal. Pedangnya sukses melukai paha Abu Jahal dengan sayatan yang dalam. Hanya saja, Mu’awwidz syahid sebelum berhasil membunuh Abu Jahal. Selanjutnya, Mu’adz bin Afra juga melukai kaki sebelah Abu Jahal, sebelum dirinya juga syahid. ( )
Tubuh Abu Jahal limbung dan akhirnya tersungkur ke tanah. Darah mengucur deras. Pada saat itu Ibnu Mas'ud mendekati dengan pedang terhunus. Ia berdiri di tengah tubuh Abu Jahal yang dipenuhi luka-luka.
Saat Ibnu Mas'ud hendak memenggal lehernya, Abu Jahal memberi isyarat dengan matanya seperti ingin mengucapkan sesuatu. Kemudian Ibnu Mas'ud menahan pedangnya dan mendekatkan telinganya ke mulut Abu Jahal. Ibu Mas'ud mengira Abu Jahal akan bersyahadat. Nyatanya tidak begitu.
"Sampaikan salamku kepada temanmu, bilang ke dia saya musuh dia dunia akhirat," begitulah kalimat yang keluar dari mulut Abu Jahal. Dia tetap menyombongkan diri padahal kondisi sudah kritis dan tak berdaya.
Mendengar ucapan Abu Jahal itu, Ibnu Nas'ud mengangkat pedangnya dan menebas batang leher Abu Jahal.
Nabi SAW bertanya, "Apa yang diucapkannya?" Ibnu Mas'ud menjawab: "Dia katakan dia musuh Nabi Muhammad SAW dunia dan akhirat."
Baca Juga: Kisah Ibnu Mas'ud dan Abu Jahal yang Sombong
Terpandang
Sejatinya, Abu Jahal adalah orang terpandang di suku Quraish. Nama aslinya, Amr bin Hisyām. Pria kelahiran tahun 570 ini berjuluk Abu al-Hakam atau “bapak kebijaksanaan" karena ia adalah seorang pria yang terkenal akan kebijaksanaan dan kecerdasannya.
Para tetua Quraisy sering meminta bantuannya dalam menghadapi masalah. Bahkan pada usia 30 tahun, ia diundang untuk menghadiri majelis khusus yang diadakan di Dār'un Nadwa, kediaman milik Hakim bin Hazm. Padahal, usia minimal yang diperlukan jika ingin hadir pada pertemuan tersebut adalah 40 tahun.
Sayangnya, 'Amr bin Hisyam selalu memusuhi Nabi Muhammad dan menolak dakwah dan kenabiannya. Oleh karena itu kaum muslimen menjulukinya sebagai Abu Jahal atau "bapak kebodohan".
Kebencian Abu Jahal terhadap Rasulullah SAW begitu masyhur. Seperti diceritakan KH Moenawar Khalil dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad (Vol 1), suatu kali Abu Jahal melihat Nabi SAW pergi ke masjid. Tiba-tiba, dia langsung menghardik dan melarang beliau SAW untuk mengerjakan salat.
“Muhammad, apakah engkau marah dan berang kepadaku? Apakah engkau berani mengancam aku? Tidakkah engkau tahu bahwa aku ini seorang yang berharta banyak dan punya banyak kawan? Beranikah engkau padaku?” ucap Abu Jahal ketus.
Baca Juga: Kisah Rasulullah Ketika Diganggu dan Disakiti Abu Jahal
Rasulullah SAW bersikap sabar terhadapnya. Tidak menjawab sepatah kata pun. Turunlah wahyu dari Allah SWT, surah al-Alaq ayat 6-14.
كَلَّاۤ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَيَطۡغٰٓىۙ
اَنۡ رَّاٰهُ اسۡتَغۡنٰىؕ
اِنَّ اِلٰى رَبِّكَ الرُّجۡعٰىؕ
اَرَءَيۡتَ الَّذِىۡ يَنۡهٰىؕ
عَبۡدًا اِذَا صَلّٰىؕ
اَرَءَيۡتَ اِنۡ كَانَ عَلَى الۡهُدٰٓىۙ
اَوۡ اَمَرَ بِالتَّقۡوٰىۙ
اَرَءَيۡتَ اِنۡ كَذَّبَ وَتَوَلّٰىؕ
اَلَمۡ يَعۡلَمۡ بِاَنَّ اللّٰهَ يَرٰىؕ
"Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.
Sungguh, hanya kepada Tuhanmulah tempat kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang? seorang hamba ketika dia melaksanakan salat, bagaimana pendapatmu jika dia (yang dilarang salat itu) berada di atas kebenaran (petunjuk), atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika dia (yang melarang) itu mendustakan dan berpaling? Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatannya)?"
Keesokan harinya, Abu Jahal bertindak lebih parah. Dia mengangkut sebuah batu besar dari atas bukit, untuk kemudian dijatuhkannya ke depan masjid. Setelah itu, pemuka musyrikin ini menunggu Nabi SAW datang.
Rasulullah tiba di lokasi dan tidak paham apa maksud Abu Jahal dengan perbuatannya itu. Beliau SAW lalu salat di samping Ka’bah, tepatnya di Maqam Ibrahim.
Bak orang yang kalap, Abu Jahal lantas maju, hendak menjatuhkan batu tadi ke atas kepala Nabi yang sedang sujud dalam salatnya. Namun, belum sempat dia melakukan itu, tubuhnya tiba-tiba bergetar ketakutan
Abu Jahal pun lari pontang-panting, sementara kawan-kawannya melihat dari kejauhan. Mereka menghampirinya dan bertanya, “Abul Hakam, mengapa tidak jadi melemparkan batu itu?”
Pertanyaan mereka dijawab Abu Jahal dengan suara parau, “Karena tiba-tiba di mukaku ada seekor unta yang amat besar, warnanya putih, yang telah membuka mulutnya di dekat kepalaku. Seumur hidupku belum pernah aku melihat unta sebesar itu, sebuas itu. Aku lari, takut bila unta itu memburuku.”
Kisah lainnya lagi dikisahkah Abu Hurairah. Dia berkata: "Abu Jahal berkata: 'Apakah Muhammad sujud dan menempelkan jidatnya di tanah (salat) di depan batang hidung kalian?" Salah seorang menjawab: "Ya, benar!". Dia berkata lagi: "Demi Laata dan 'Uzza! Sungguh aku akan menginjak-injak lehernya dan membenamkan mukanya ke tanah!".
Namun, sebelum tindakan bodoh itu tuntas, yang bersangkutan sudah dicekam ketakutan, sehingga lari sekuat tenaga. “Antara aku dan Muhammad ada sebuah parit dari api dan ada pula beberapa sayap,” kata Abu Jahal kepada kawan-kawannya kemudian.
Itulah asbabun nuzul surah al-Alaq ayat 15-19:
كَلَّا لَٮِٕنۡ لَّمۡ يَنۡتَهِ ۙ لَنَسۡفَعًۢا بِالنَّاصِيَةِۙ
15. Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (ke dalam neraka),
نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan dan durhaka.
فَلۡيَدۡعُ نَادِيَهٗ
17. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
سَنَدۡعُ الزَّبَانِيَةَ
18. Kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah, (penyiksa orang-orang yang berdosa),
كَلَّا ؕ لَا تُطِعۡهُ وَاسۡجُدۡ وَاقۡتَرِبْ۩
19. sekali-kali tidak! Janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Allah).
Sering Dengarkan Al-Qur'an
Dalam Sirah Nabawiyah karya Syeikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum diceritakan, Abu Jahal datang kepada Rasulullah dan mendengarkan Al-Qur'an . Namun hal itu tidak membuatnya beriman, tunduk, sopan apalagi takut, justru dia menyakiti Rasulullah SAW dengan ucapan lisannya.
Selain itu dia menghadang jalan Allah, berlalu lalang dengan angkuh memproklamirkan apa yang diperbuatnya dan bangga dengan kejahatan yang dilakukannya tersebut seakan sesuatu yang enteng saja. Akibat perbuatannya itu turunlah ayat: "Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat...". (QS. Al-Qiyamah: 31).
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Nabi SAW sempat mencengkeram lehernya dan menggoyang-goyangkannya sembari membacakan firman Allah: "Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu. Kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu". (QS Al-Qiyamah: 34-35).
Lantas musuh Allah itu berkata: "Engkau hendak mengancamku, wahai Muhammad? Demi Allah! engkau dan TuhanMu tidak akan sanggup melakukan apapun. Sesungguhnya aku-lah seperkasa orang yang berjalan di antara dua gunung di Makkah ini!".
Abu Jahal tidak pernah kapok dari kedunguannya bahkan semakin keterlaluan.
Kisah lainnya terjadi ketika Nabi SAW sedang berada di masjid bersama dengan beberapa sahabat. Ketika lewat, Abu Jahal mendapati Nabi sedang salat. Dia pun segera menemui teman-temannya, “Apa tidak ada di antara kalian yang memiliki kotoran dari sembelihan binatang yang sudah lama dan membusuk?” tanya dia.
Uqbah bin Abi Mua’ith, yang ada di antara mereka, lalu membawakan kepadanya kotoran yang dimaksud. Abu Jahal lalu melemparkan kotoran ke atas kepala Nabi SAW, yang sedang sujud di masjid. Melihatnya, orang-orang musyrikin itu tertawa terbahak-bahak.
Waktu itu, keadaan kaum Muslimin masih sangat lemah. Mereka tidak berani melawan Abu Jahal dan komplotannya. Seorang sahabat Nabi SAW kemudian berinisiatif pergi ke rumah beliau SAW untuk mengabarkan kejadian itu.
Setelah Fathimah binti Muhammad SAW menyingkirkan benda najis itu dari kepala ayahandanya, barulah Nabi SAW mengangkat kepalanya dari sujudnya, seraya berdoa, “Ya Allah, kepada Engkaulah aku menyerahkan Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Walid bin Utbah, Uqbah bin Abi Mua’ith, Umayyah bin Khalaf, dan Amarah bin Walid.”
Semua orang yang disebut dalam doa itu akhirnya menemui ajal di Perang Badar. Perang itu dimenangkan kaum muslimin dengan jumlah pasukan sepertiga dari jumlah pasukan kafir Quraisy. ( )
Perang belum lagi pecah, ketika seorang sahabat Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam (SAW), Abdurrahman bin Auf, berhenti di tengah barisan pasukan Muslimin. Tiba-tiba seorang pemuda berusia 16 tahun mendekatinya. “Wahai paman, apakah paman mengenal Abu Jahal?” tanya pemuda penduduk asli Madinah itu, seperti dikutip dalam Ringkasan Shahih Muslim tulisan M Nashiruddin al-Albani.
“Ya, kenal. Tetapi, ada keperluan apa kamu dengannya?” ujar Abdurrahman bin Auf balik bertanya. ( )
“Saya mendengar Abu Jahal selalu memaki-maki Rasulullah SAW selama di Makkah. Demi Allah yang menguasai diriku; kalau saya melihatnya (Abu Jahal), tidak akan berpisah sebelum salah satu dari kami mati terlebih dahulu!” tegas pemuda itu yang belakangan diketahui bernama Mu’adz bin Afra.
Abdurrahman bin Auf sangat terkesan dengan kata-kata pemuda itu. Belum lagi hilang rasa takjubnya, tidak lama berselang, datang pemuda lainnya yang juga dari Anshar. Pemuda ini ternyata adik Mu’adz, yakni Mu’awwidz bin Afra. “Wahai paman, apakah paman tahu Abu Jahal?” pertanyaan yang sama disampaikan kepada Abdurrahman bin Auf.
“Ya, dan apa keperluanmu dengannya?”
“Saya mendengar Abu Jahal selalu bersikap keras terhadap Rasulullah SAW di Makkah. Demi Allah, saya ingin membunuhnya,” jawab sang adik usia 15 tahun itu.
Di kejauhan Abdurrahman melihat sosok Abu Jahal. “Itu Abu Jahal!” seru Abdurrahman bin Auf sambil menunjuk orang yang dimaksud.
Kala itu, Abu Jahal sendiri sudah menyadari bahwa dirinya akan menjadi sasaran utama kaum muslimin. Itu sebabnya ia dijaga ketat pasukan kafir Quraisy. Tatkala dua pemuda itu melesat maju bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya, Abu Jahal dilindungi 10 lapis pasukan bersenjatakan lengkap.
Pemuda 15 tahun, Mu’awwidz, menerjang pasukan musyrikin itu untuk dapat menebas Abu Jahal. Pedangnya sukses melukai paha Abu Jahal dengan sayatan yang dalam. Hanya saja, Mu’awwidz syahid sebelum berhasil membunuh Abu Jahal. Selanjutnya, Mu’adz bin Afra juga melukai kaki sebelah Abu Jahal, sebelum dirinya juga syahid. ( )
Tubuh Abu Jahal limbung dan akhirnya tersungkur ke tanah. Darah mengucur deras. Pada saat itu Ibnu Mas'ud mendekati dengan pedang terhunus. Ia berdiri di tengah tubuh Abu Jahal yang dipenuhi luka-luka.
Saat Ibnu Mas'ud hendak memenggal lehernya, Abu Jahal memberi isyarat dengan matanya seperti ingin mengucapkan sesuatu. Kemudian Ibnu Mas'ud menahan pedangnya dan mendekatkan telinganya ke mulut Abu Jahal. Ibu Mas'ud mengira Abu Jahal akan bersyahadat. Nyatanya tidak begitu.
"Sampaikan salamku kepada temanmu, bilang ke dia saya musuh dia dunia akhirat," begitulah kalimat yang keluar dari mulut Abu Jahal. Dia tetap menyombongkan diri padahal kondisi sudah kritis dan tak berdaya.
Mendengar ucapan Abu Jahal itu, Ibnu Nas'ud mengangkat pedangnya dan menebas batang leher Abu Jahal.
Nabi SAW bertanya, "Apa yang diucapkannya?" Ibnu Mas'ud menjawab: "Dia katakan dia musuh Nabi Muhammad SAW dunia dan akhirat."
Baca Juga: Kisah Ibnu Mas'ud dan Abu Jahal yang Sombong
Terpandang
Sejatinya, Abu Jahal adalah orang terpandang di suku Quraish. Nama aslinya, Amr bin Hisyām. Pria kelahiran tahun 570 ini berjuluk Abu al-Hakam atau “bapak kebijaksanaan" karena ia adalah seorang pria yang terkenal akan kebijaksanaan dan kecerdasannya.
Para tetua Quraisy sering meminta bantuannya dalam menghadapi masalah. Bahkan pada usia 30 tahun, ia diundang untuk menghadiri majelis khusus yang diadakan di Dār'un Nadwa, kediaman milik Hakim bin Hazm. Padahal, usia minimal yang diperlukan jika ingin hadir pada pertemuan tersebut adalah 40 tahun.
Sayangnya, 'Amr bin Hisyam selalu memusuhi Nabi Muhammad dan menolak dakwah dan kenabiannya. Oleh karena itu kaum muslimen menjulukinya sebagai Abu Jahal atau "bapak kebodohan".
Kebencian Abu Jahal terhadap Rasulullah SAW begitu masyhur. Seperti diceritakan KH Moenawar Khalil dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad (Vol 1), suatu kali Abu Jahal melihat Nabi SAW pergi ke masjid. Tiba-tiba, dia langsung menghardik dan melarang beliau SAW untuk mengerjakan salat.
“Muhammad, apakah engkau marah dan berang kepadaku? Apakah engkau berani mengancam aku? Tidakkah engkau tahu bahwa aku ini seorang yang berharta banyak dan punya banyak kawan? Beranikah engkau padaku?” ucap Abu Jahal ketus.
Baca Juga: Kisah Rasulullah Ketika Diganggu dan Disakiti Abu Jahal
Rasulullah SAW bersikap sabar terhadapnya. Tidak menjawab sepatah kata pun. Turunlah wahyu dari Allah SWT, surah al-Alaq ayat 6-14.
كَلَّاۤ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَيَطۡغٰٓىۙ
اَنۡ رَّاٰهُ اسۡتَغۡنٰىؕ
اِنَّ اِلٰى رَبِّكَ الرُّجۡعٰىؕ
اَرَءَيۡتَ الَّذِىۡ يَنۡهٰىؕ
عَبۡدًا اِذَا صَلّٰىؕ
اَرَءَيۡتَ اِنۡ كَانَ عَلَى الۡهُدٰٓىۙ
اَوۡ اَمَرَ بِالتَّقۡوٰىۙ
اَرَءَيۡتَ اِنۡ كَذَّبَ وَتَوَلّٰىؕ
اَلَمۡ يَعۡلَمۡ بِاَنَّ اللّٰهَ يَرٰىؕ
"Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.
Sungguh, hanya kepada Tuhanmulah tempat kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang? seorang hamba ketika dia melaksanakan salat, bagaimana pendapatmu jika dia (yang dilarang salat itu) berada di atas kebenaran (petunjuk), atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika dia (yang melarang) itu mendustakan dan berpaling? Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatannya)?"
Keesokan harinya, Abu Jahal bertindak lebih parah. Dia mengangkut sebuah batu besar dari atas bukit, untuk kemudian dijatuhkannya ke depan masjid. Setelah itu, pemuka musyrikin ini menunggu Nabi SAW datang.
Rasulullah tiba di lokasi dan tidak paham apa maksud Abu Jahal dengan perbuatannya itu. Beliau SAW lalu salat di samping Ka’bah, tepatnya di Maqam Ibrahim.
Bak orang yang kalap, Abu Jahal lantas maju, hendak menjatuhkan batu tadi ke atas kepala Nabi yang sedang sujud dalam salatnya. Namun, belum sempat dia melakukan itu, tubuhnya tiba-tiba bergetar ketakutan
Abu Jahal pun lari pontang-panting, sementara kawan-kawannya melihat dari kejauhan. Mereka menghampirinya dan bertanya, “Abul Hakam, mengapa tidak jadi melemparkan batu itu?”
Pertanyaan mereka dijawab Abu Jahal dengan suara parau, “Karena tiba-tiba di mukaku ada seekor unta yang amat besar, warnanya putih, yang telah membuka mulutnya di dekat kepalaku. Seumur hidupku belum pernah aku melihat unta sebesar itu, sebuas itu. Aku lari, takut bila unta itu memburuku.”
Kisah lainnya lagi dikisahkah Abu Hurairah. Dia berkata: "Abu Jahal berkata: 'Apakah Muhammad sujud dan menempelkan jidatnya di tanah (salat) di depan batang hidung kalian?" Salah seorang menjawab: "Ya, benar!". Dia berkata lagi: "Demi Laata dan 'Uzza! Sungguh aku akan menginjak-injak lehernya dan membenamkan mukanya ke tanah!".
Namun, sebelum tindakan bodoh itu tuntas, yang bersangkutan sudah dicekam ketakutan, sehingga lari sekuat tenaga. “Antara aku dan Muhammad ada sebuah parit dari api dan ada pula beberapa sayap,” kata Abu Jahal kepada kawan-kawannya kemudian.
Itulah asbabun nuzul surah al-Alaq ayat 15-19:
كَلَّا لَٮِٕنۡ لَّمۡ يَنۡتَهِ ۙ لَنَسۡفَعًۢا بِالنَّاصِيَةِۙ
15. Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (ke dalam neraka),
نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan dan durhaka.
فَلۡيَدۡعُ نَادِيَهٗ
17. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
سَنَدۡعُ الزَّبَانِيَةَ
18. Kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah, (penyiksa orang-orang yang berdosa),
كَلَّا ؕ لَا تُطِعۡهُ وَاسۡجُدۡ وَاقۡتَرِبْ۩
19. sekali-kali tidak! Janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Allah).
Sering Dengarkan Al-Qur'an
Dalam Sirah Nabawiyah karya Syeikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum diceritakan, Abu Jahal datang kepada Rasulullah dan mendengarkan Al-Qur'an . Namun hal itu tidak membuatnya beriman, tunduk, sopan apalagi takut, justru dia menyakiti Rasulullah SAW dengan ucapan lisannya.
Selain itu dia menghadang jalan Allah, berlalu lalang dengan angkuh memproklamirkan apa yang diperbuatnya dan bangga dengan kejahatan yang dilakukannya tersebut seakan sesuatu yang enteng saja. Akibat perbuatannya itu turunlah ayat: "Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat...". (QS. Al-Qiyamah: 31).
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Nabi SAW sempat mencengkeram lehernya dan menggoyang-goyangkannya sembari membacakan firman Allah: "Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu. Kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu". (QS Al-Qiyamah: 34-35).
Lantas musuh Allah itu berkata: "Engkau hendak mengancamku, wahai Muhammad? Demi Allah! engkau dan TuhanMu tidak akan sanggup melakukan apapun. Sesungguhnya aku-lah seperkasa orang yang berjalan di antara dua gunung di Makkah ini!".
Abu Jahal tidak pernah kapok dari kedunguannya bahkan semakin keterlaluan.
Kisah lainnya terjadi ketika Nabi SAW sedang berada di masjid bersama dengan beberapa sahabat. Ketika lewat, Abu Jahal mendapati Nabi sedang salat. Dia pun segera menemui teman-temannya, “Apa tidak ada di antara kalian yang memiliki kotoran dari sembelihan binatang yang sudah lama dan membusuk?” tanya dia.
Uqbah bin Abi Mua’ith, yang ada di antara mereka, lalu membawakan kepadanya kotoran yang dimaksud. Abu Jahal lalu melemparkan kotoran ke atas kepala Nabi SAW, yang sedang sujud di masjid. Melihatnya, orang-orang musyrikin itu tertawa terbahak-bahak.
Waktu itu, keadaan kaum Muslimin masih sangat lemah. Mereka tidak berani melawan Abu Jahal dan komplotannya. Seorang sahabat Nabi SAW kemudian berinisiatif pergi ke rumah beliau SAW untuk mengabarkan kejadian itu.
Setelah Fathimah binti Muhammad SAW menyingkirkan benda najis itu dari kepala ayahandanya, barulah Nabi SAW mengangkat kepalanya dari sujudnya, seraya berdoa, “Ya Allah, kepada Engkaulah aku menyerahkan Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Walid bin Utbah, Uqbah bin Abi Mua’ith, Umayyah bin Khalaf, dan Amarah bin Walid.”
Semua orang yang disebut dalam doa itu akhirnya menemui ajal di Perang Badar. Perang itu dimenangkan kaum muslimin dengan jumlah pasukan sepertiga dari jumlah pasukan kafir Quraisy. ( )
(mhy)