Ibnu Sina, Mengapa Filsuf dan Dokter Ini Dituduh Atheis?
loading...
A
A
A
Ibnu Sina atau Avicenna adalah filsuf dan dokter ternama. Karya tulisnya diakui dunia dan sampai sekarang menjadi referensi penting dunia kedokteran. Ibnu Sina, yang memilih hidup membujang oleh sementara kalangan dituduh ateis. Mengapa?
Ibnu Sina dianggap oleh sementara kalangan muslim ateis atau tak mempercayai Tuhan karena menganut aliran Mu’tazilah .
Aliran ini menjadi fondasi bagi lahirnya filsafat Islam dengan tokoh-tokohnya yang dikenal setelahnya seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina.
Aliran Mu'tazilah ditolak oleh sebagian penganut Sunni karena beranggapan bahwa akal manusia lebih baik dibandingkan tradisi.
Penganut aliran ini cenderung menginterpretasikan ayat-ayat Al-Quran secara lebih bebas dibanding kebanyakan umat muslim (Robert Wisnovsky, Avicenna's Metaphysics in Contexts, 2003).
Avicenna mengintegrasikan gagasan dan metodologi Aristoteles, neoplatonisme, dan filsafat Yunani lainnya dengan tradisi monoteistik Islam.
Ia mengadopsi teori neoplatonisme, tapi dia membuat membedakan antara Tuhan dan ciptaan untuk menghindari kecenderungan neoplatonis terhadap panteisme.
Dia adalah salah satu filsuf pertama yang menerapkan logika filsafat terhadap teologi Islam, dan tulisannya memicu reaksi keras dari para teolog Islam.
Meski demikian, seperti dicatat New World Encyclopedia, karyanya menjadi buku teks standar di madrasah-madrasah. Sebagai salah satu ilmuwan berpengaruh di abad pertengahan masa kejayaan Islam. Ibnu Sina telah membaca Al-Quran dan sastra sejak umur 10 tahun.
Biografi Singkat
Ibnu Sina dilahirkan dari pasangan Setareh dan Abdullah pada 980 Masehi di Uzbekistan. Dibimbing oleh Natili, Ibnu Sina belajar logika dasar dan pada usia 16 tahun mempelajari ilmu pengobatan.
Saat Sultan Bukhara jatuh sakit, Avicenna-lah yang berhasil menyembuhkannya. Sebagai ucapan terima kasih, seperti ditulis Encyclopedia Britannica, sang sultan membuka perpustakaan kerajaan Samanid untuknya.
Sejak itu, ia mulai menulis pada usia 21 tahun dan menghasilkan 240 tulisan. Karya-karyanya melintasi bidang-bidang matematika, geometri, astronomi, fisika, kimia, metafisika, filologi, musik, dan puisi.
Laki-laki yang dikenal tidak pernah menikah hingga akhir hayatnya ini sulit diketahui catatan mengenai kehidupan pribadinya.
Satu-satunya sumber dari otobiografi yakni catatan yang didiktekan pada anak didiknya, al-Juzjani. Dituliskan dalam otobiografi itu, Ibnu Sina tetap memiliki banyak kawan dari berbagai kalangan meski tetap dimusuhi dan difitnah oleh golongan Islam puritan, bahkan sempat dipenjara.
Warisan di Dunia Kedokteran
Di luar itu semua kecerdasan karya-karyanya sebagai dokter muslim pertama memberikan pengaruh mendalam terhadap sekolah-sekolah medis Eropa hingga abad ke-17.
Ia menjadi pelopor ilmu kedokteran eksperimental (Danielle Jacquart, Islamic Pharmacology in the Middle Ages: Theories and Substances, 2008:27).
Dua karyanya yang paling berpengaruh, ensiklopedia filsafat Kitab al-Shifa (Buku Penyembuhan) dan The Canon of Medicine, menjadi warisannya bagi dunia kedokteran yang diakui oleh dunia Barat.
Ibnu Sina dianggap oleh sementara kalangan muslim ateis atau tak mempercayai Tuhan karena menganut aliran Mu’tazilah .
Aliran ini menjadi fondasi bagi lahirnya filsafat Islam dengan tokoh-tokohnya yang dikenal setelahnya seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina.
Aliran Mu'tazilah ditolak oleh sebagian penganut Sunni karena beranggapan bahwa akal manusia lebih baik dibandingkan tradisi.
Penganut aliran ini cenderung menginterpretasikan ayat-ayat Al-Quran secara lebih bebas dibanding kebanyakan umat muslim (Robert Wisnovsky, Avicenna's Metaphysics in Contexts, 2003).
Avicenna mengintegrasikan gagasan dan metodologi Aristoteles, neoplatonisme, dan filsafat Yunani lainnya dengan tradisi monoteistik Islam.
Ia mengadopsi teori neoplatonisme, tapi dia membuat membedakan antara Tuhan dan ciptaan untuk menghindari kecenderungan neoplatonis terhadap panteisme.
Dia adalah salah satu filsuf pertama yang menerapkan logika filsafat terhadap teologi Islam, dan tulisannya memicu reaksi keras dari para teolog Islam.
Meski demikian, seperti dicatat New World Encyclopedia, karyanya menjadi buku teks standar di madrasah-madrasah. Sebagai salah satu ilmuwan berpengaruh di abad pertengahan masa kejayaan Islam. Ibnu Sina telah membaca Al-Quran dan sastra sejak umur 10 tahun.
Biografi Singkat
Ibnu Sina dilahirkan dari pasangan Setareh dan Abdullah pada 980 Masehi di Uzbekistan. Dibimbing oleh Natili, Ibnu Sina belajar logika dasar dan pada usia 16 tahun mempelajari ilmu pengobatan.
Saat Sultan Bukhara jatuh sakit, Avicenna-lah yang berhasil menyembuhkannya. Sebagai ucapan terima kasih, seperti ditulis Encyclopedia Britannica, sang sultan membuka perpustakaan kerajaan Samanid untuknya.
Sejak itu, ia mulai menulis pada usia 21 tahun dan menghasilkan 240 tulisan. Karya-karyanya melintasi bidang-bidang matematika, geometri, astronomi, fisika, kimia, metafisika, filologi, musik, dan puisi.
Laki-laki yang dikenal tidak pernah menikah hingga akhir hayatnya ini sulit diketahui catatan mengenai kehidupan pribadinya.
Satu-satunya sumber dari otobiografi yakni catatan yang didiktekan pada anak didiknya, al-Juzjani. Dituliskan dalam otobiografi itu, Ibnu Sina tetap memiliki banyak kawan dari berbagai kalangan meski tetap dimusuhi dan difitnah oleh golongan Islam puritan, bahkan sempat dipenjara.
Warisan di Dunia Kedokteran
Di luar itu semua kecerdasan karya-karyanya sebagai dokter muslim pertama memberikan pengaruh mendalam terhadap sekolah-sekolah medis Eropa hingga abad ke-17.
Ia menjadi pelopor ilmu kedokteran eksperimental (Danielle Jacquart, Islamic Pharmacology in the Middle Ages: Theories and Substances, 2008:27).
Dua karyanya yang paling berpengaruh, ensiklopedia filsafat Kitab al-Shifa (Buku Penyembuhan) dan The Canon of Medicine, menjadi warisannya bagi dunia kedokteran yang diakui oleh dunia Barat.