Tragedi Qaramithah: Ka'bah Tanpa Hajar Aswad Selama 22 Tahun
loading...
A
A
A
KISAH ini terjadi pada musim haji tahun 317 H. Rombongan haji dari Irak pimpinan Manshur ad Dailami bertolak menuju Makkah dan sampai dalam keadaan selamat. Namun, tiba-tiba pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah), orang-orang Qaramithah melakukan huru-hara di Tanah Haram .
Sekte ini dipimpin Sulaiman bin Abu Said al Husain al Janabi yang lebih dikenal sebagai Abu Thahir. Tokoh inilah yang sering disebut sebagai pendiri sejati Daulah Qaramithah dan yang mengendalikan setiap aturan dalam Daulah.
Mereka merampok harta jamaah haji lalu membunuhnya. Puluhan ribu jamaah haji tewas. Ada yang menyebut 30.000 orang jamaah haji. Namun, sebagian ahli sejarah mencatat, pada peristiwa itu, Qaramithah telah membunuh 100 ribu jamaah haji.
Pembantaian itu dilakukan di dekat Ka’bah. Abu Thahir berdiri di pintu Ka’bah dengan pengawalan ketat menyaksikan pedang-pedang pengikutnya merajalela, menyudahi nyawa-nyawa manusia.
Dengan congkaknya ia berkata:
أنا بالله وبالله أنا
“Saya dengan Allah dan Allah bersama Saya"
يخلق الخلق وأفنيهم أنا
“Dialah yang menciptakan makhluk-makhluk. Dan sayalah yang akan membinasakan mereka”.
Para jamaah berlarian mencoba menyelamatkan diri. Sebagian berpegangan kelambu Ka’bah . Namun, mereka tak bisa selamat. Pedang-pedang kaum Qaramithah menebasnya.
Orang-orang yang sedang thawaf, tidak luput dari pedang-pedang mereka, termasuk di dalamnya sebagian ulama ahli hadis.
Usai menuntaskan kejahatannya yang tidak terkira terhadap para jamaah haji, Abu Thahir memerintahkan pasukannya mengubur jasad korban keganasannya tersebut ke dalam sumur Zamzam . Sebagian lainnya, di kubur di tanah Haram dan di lokasi Masjidil Haram .
Kubah sumur Zamzam ia hancurkan. Dia juga memerintahkan agar pintu Ka’bah dicopot dan melepas kiswahnya.
Selanjutnya, ia merobek-robeknya di hadapan para pengikutnya. Dia meminta kepada salah seorang pengikutnya untuk naik ke atas Ka’bah dan mencabut talang Ka’bah. Namun tiba-tiba, orang tersebut terjatuh dan mati seketika. Abu Thahir pun mengurungkan niatnya untuk mengambil talang Ka’bah. Kemudian, ia memerintahkan untuk mencongkel Hajar Aswad dari tempatnya.
Seorang lelaki memukul dan mencongkelnya. Dengan nada menantang, Abu Thahir sesumbar : “Mana burung-burung Ababil? Mana bebatuan dari Neraka Sijjil?”
Peristiwa penjarahan Hajar Aswad ini, membuat Amir Makkah dan keluarganya dengan didukung sejumlah pasukan mengejar mereka.
Amir Makkah berusaha membujuk Abu Thahir agar mau mengembalikan Hajar Aswad ke tempat semula. Seluruh harta yang dimiliki Sang Amir telah ia tawarkan untuk menebus Hajar Aswad itu. Namun Abu Thahir tidak bergeming. Bahkan Sang Amir, anggota keluarga dan pasukannya menjadi korban berikutnya.
Abu Thahir pun melenggang pulang dengan membawa Hajar Aswad dan harta rampasan dari jamaah haji.
Batu dari Jannah ini, ia bawa pulang ke daerahnya, yaitu Hajr (Ahsa), dan berada di sana selama 22 tahun.
Sekte ini dipimpin Sulaiman bin Abu Said al Husain al Janabi yang lebih dikenal sebagai Abu Thahir. Tokoh inilah yang sering disebut sebagai pendiri sejati Daulah Qaramithah dan yang mengendalikan setiap aturan dalam Daulah.
Mereka merampok harta jamaah haji lalu membunuhnya. Puluhan ribu jamaah haji tewas. Ada yang menyebut 30.000 orang jamaah haji. Namun, sebagian ahli sejarah mencatat, pada peristiwa itu, Qaramithah telah membunuh 100 ribu jamaah haji.
Pembantaian itu dilakukan di dekat Ka’bah. Abu Thahir berdiri di pintu Ka’bah dengan pengawalan ketat menyaksikan pedang-pedang pengikutnya merajalela, menyudahi nyawa-nyawa manusia.
Dengan congkaknya ia berkata:
أنا بالله وبالله أنا
“Saya dengan Allah dan Allah bersama Saya"
يخلق الخلق وأفنيهم أنا
“Dialah yang menciptakan makhluk-makhluk. Dan sayalah yang akan membinasakan mereka”.
Para jamaah berlarian mencoba menyelamatkan diri. Sebagian berpegangan kelambu Ka’bah . Namun, mereka tak bisa selamat. Pedang-pedang kaum Qaramithah menebasnya.
Orang-orang yang sedang thawaf, tidak luput dari pedang-pedang mereka, termasuk di dalamnya sebagian ulama ahli hadis.
Usai menuntaskan kejahatannya yang tidak terkira terhadap para jamaah haji, Abu Thahir memerintahkan pasukannya mengubur jasad korban keganasannya tersebut ke dalam sumur Zamzam . Sebagian lainnya, di kubur di tanah Haram dan di lokasi Masjidil Haram .
Kubah sumur Zamzam ia hancurkan. Dia juga memerintahkan agar pintu Ka’bah dicopot dan melepas kiswahnya.
Selanjutnya, ia merobek-robeknya di hadapan para pengikutnya. Dia meminta kepada salah seorang pengikutnya untuk naik ke atas Ka’bah dan mencabut talang Ka’bah. Namun tiba-tiba, orang tersebut terjatuh dan mati seketika. Abu Thahir pun mengurungkan niatnya untuk mengambil talang Ka’bah. Kemudian, ia memerintahkan untuk mencongkel Hajar Aswad dari tempatnya.
Seorang lelaki memukul dan mencongkelnya. Dengan nada menantang, Abu Thahir sesumbar : “Mana burung-burung Ababil? Mana bebatuan dari Neraka Sijjil?”
Peristiwa penjarahan Hajar Aswad ini, membuat Amir Makkah dan keluarganya dengan didukung sejumlah pasukan mengejar mereka.
Amir Makkah berusaha membujuk Abu Thahir agar mau mengembalikan Hajar Aswad ke tempat semula. Seluruh harta yang dimiliki Sang Amir telah ia tawarkan untuk menebus Hajar Aswad itu. Namun Abu Thahir tidak bergeming. Bahkan Sang Amir, anggota keluarga dan pasukannya menjadi korban berikutnya.
Abu Thahir pun melenggang pulang dengan membawa Hajar Aswad dan harta rampasan dari jamaah haji.
Batu dari Jannah ini, ia bawa pulang ke daerahnya, yaitu Hajr (Ahsa), dan berada di sana selama 22 tahun.