Surat Al Ahzab Ayat 37, Saat Penyakit Cinta Hinggap di Hati Nabi SAW?
loading...
A
A
A
Ada yang mengaitkan turunnya surat Al Ahzab ayat 37 sebagai bukti bahwa Rasulullah SAW pun bisa dihinggapi penyakit cinta. Ibnul Qayyim dalam karya besarnya Zadul Ma’ad menyebut mereka yang berpendapat demikian tidak mengetahui cara menempatkan kedudukan Rasul sebagaimana layaknya.
Mereka beranggapan, bahwa Rasulullah SAW tak luput dari penyakit cinta. Konon, sebabnya ialah tatkala Beliau SAW melihat Zainab binti Jahsy , seraya berkata kagum, ”Maha Suci Rabb yang membolak-balik hati.”
Sejak itu Zainab mendapat tempat khusus di dalam hati Rasulullah SAW. Oleh karena itu beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah, ”Tahanlah ia di sisimu hingga Allah menurunkan ayat:
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ”Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. [Al Ahzab : 37]
Sebagian orang beranggapan, ayat ini turun berkenaan kisah kasmaran Nabi. Bahkan sebagian penulis mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para nabi dan menyebutkan kisah Nabi ini di dalamnya. Hal ini terjadi, menurut Ibnu Qayyim, karena kejahilannya terhadap Al-Quran dan kedudukan para rasul. Hingga memaksakan kandungan ayat dengan apa yang tidak layak dikandungnya. Menisbatkan perbuatan Rasulullah, yang seolah Allah menjauh dari diri beliau.
Perceraian Zaid
Padahal kisah sebenarnya, bahwasannya Zainab binti Jahsy adalah istri Zaid Ibn Haritsah (bekas budak Rasulullah) yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil dengan Zaid Ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid. Oleh sebab, itu Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta saran untuk menceraikannya. Maka Rasulullah menasihatinya agar tetap memegang Zainab.
Sementara beliau pun tahu, bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai Zaid. Beliau takut akan cemoohan orang-orang jika mengawini wanita bekas istri anak angkatnya. Inilah yang disembunyikan Nabi SAW dalam dirinya. Rasa takut inilah yang tejadi dalam dirinya.
Karena itu, Allah menyebutkan karunia yang dilimpahkanNya kepada beliau dan tidak mencelanya karena hal tersebut. Sambil menasihatinya agar tidak perlu takut kepada manusia dalam hal-hal yang memang Allah halalkan baginya. Sebab Allahlah yang seharusnya ditakuti.
Jangan sampai beliau SAW takut berbuat sesuatu hal yang Allah halalkan karena takut gunjingan manusia. Setelah itu Allah memberitahukan, bahwa Allah langsung yang akan menikahkannya setelah Zaid menceraikan istrinya. Agar beliau menjadi contoh bagi umatnya mengenai bolehnya menikahi bekas istri anak angkat.
Adapun menikahi bekas istri anak kandung, maka hal ini terlarang sebagaimana firman Allah SWT:
(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu). [ An Nisa’ : 23 ].
Allah berfirman dalam surat lain.
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu [ Al Ahzab : 40 ]. Allah berfirman di pangkal surat ini.
Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. [ Al Ahzab : 4 ].
"Perhatikanlah bagaimana pembelaan terhadap Rasulullah ini, dan bantahan terhadap orang-orang yang mencelanya," ujar Ibnu Qayyim.
Tidak dimungkiri bahwa Rasulullah sangat mencintai istri-istrinya. Aisyah adalah istri yang paling dicintainya. Namun kecintaannya kepada Aisyah dan kepada lainnya tidak dapat menyamai cintanya tertinggi, yakni cinta kepada Rabbnya. Dalam hadis shahih.
Andaikata aku dibolehkan mengambil seorang kekasih dari salah seorang penduduk bumi, maka aku akan menjadikan Abu Bakar (sebagai kekasih). (HR Bukhari)
Mereka beranggapan, bahwa Rasulullah SAW tak luput dari penyakit cinta. Konon, sebabnya ialah tatkala Beliau SAW melihat Zainab binti Jahsy , seraya berkata kagum, ”Maha Suci Rabb yang membolak-balik hati.”
Sejak itu Zainab mendapat tempat khusus di dalam hati Rasulullah SAW. Oleh karena itu beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah, ”Tahanlah ia di sisimu hingga Allah menurunkan ayat:
تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ”Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. [Al Ahzab : 37]
Sebagian orang beranggapan, ayat ini turun berkenaan kisah kasmaran Nabi. Bahkan sebagian penulis mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para nabi dan menyebutkan kisah Nabi ini di dalamnya. Hal ini terjadi, menurut Ibnu Qayyim, karena kejahilannya terhadap Al-Quran dan kedudukan para rasul. Hingga memaksakan kandungan ayat dengan apa yang tidak layak dikandungnya. Menisbatkan perbuatan Rasulullah, yang seolah Allah menjauh dari diri beliau.
Perceraian Zaid
Padahal kisah sebenarnya, bahwasannya Zainab binti Jahsy adalah istri Zaid Ibn Haritsah (bekas budak Rasulullah) yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil dengan Zaid Ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid. Oleh sebab, itu Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta saran untuk menceraikannya. Maka Rasulullah menasihatinya agar tetap memegang Zainab.
Sementara beliau pun tahu, bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai Zaid. Beliau takut akan cemoohan orang-orang jika mengawini wanita bekas istri anak angkatnya. Inilah yang disembunyikan Nabi SAW dalam dirinya. Rasa takut inilah yang tejadi dalam dirinya.
Karena itu, Allah menyebutkan karunia yang dilimpahkanNya kepada beliau dan tidak mencelanya karena hal tersebut. Sambil menasihatinya agar tidak perlu takut kepada manusia dalam hal-hal yang memang Allah halalkan baginya. Sebab Allahlah yang seharusnya ditakuti.
Jangan sampai beliau SAW takut berbuat sesuatu hal yang Allah halalkan karena takut gunjingan manusia. Setelah itu Allah memberitahukan, bahwa Allah langsung yang akan menikahkannya setelah Zaid menceraikan istrinya. Agar beliau menjadi contoh bagi umatnya mengenai bolehnya menikahi bekas istri anak angkat.
Adapun menikahi bekas istri anak kandung, maka hal ini terlarang sebagaimana firman Allah SWT:
وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ
(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu). [ An Nisa’ : 23 ].
Allah berfirman dalam surat lain.
مَاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu [ Al Ahzab : 40 ]. Allah berfirman di pangkal surat ini.
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ
Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. [ Al Ahzab : 4 ].
"Perhatikanlah bagaimana pembelaan terhadap Rasulullah ini, dan bantahan terhadap orang-orang yang mencelanya," ujar Ibnu Qayyim.
Tidak dimungkiri bahwa Rasulullah sangat mencintai istri-istrinya. Aisyah adalah istri yang paling dicintainya. Namun kecintaannya kepada Aisyah dan kepada lainnya tidak dapat menyamai cintanya tertinggi, yakni cinta kepada Rabbnya. Dalam hadis shahih.
وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنَ النَّاسِ خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ
Andaikata aku dibolehkan mengambil seorang kekasih dari salah seorang penduduk bumi, maka aku akan menjadikan Abu Bakar (sebagai kekasih). (HR Bukhari)
(mhy)