Shalahuddin Al Ayyubi Mengubah Mesir dari Negeri Syiah Menjadi Sunni
loading...
A
A
A
Semua situasi ini memang sebuah ujian kepemimpinan yang sangat berat bagi Shalahuddin. Namun secara meyakinkan, satu persatu masalah-masalah ini dapat dihadapinya.
Hanya beberapa hari setelah dilantik, beberapa upaya pembuhunan sudah mulai dialaminya. Pada bulan Agustus 1169 M, pemberontakan 50.000 tentara Mesir terhadap dirinya berhasil dipadamkan.
Meski begitu, gejolak situasi di Mesir tak kunjung reda. Pada waktu yang hampir bersamaan, ia meminta kepada Nuruddin di Damaskus, agar bersedia mengirimkan ayah dan seluruh anggota keluarganya ke Mesir.
Di Mesir, para anggota keluarga ini mendapatkan jabatan strategis. Sangat mungkin hal ini dilakukan karena bahaya yang demikian banyak di sekitarnya, ia membutuhkan orang-orang kepercayaan, yaitu anggota keluarganya sendiri.
Setelah percaya diri dikelilingi oleh anggota keluarganya, Shalahuddin semakin kokoh yang puncak pimpinan Mesir, dan pembangunan pun dimulai.
Ia mulai membangun pasukannya sendiri yang berkekuatan 5000 personil dan terdiri dari orang-orang Kurdi, yang memiliki ikatan kebangsaan dengan Shalahuddin sendiri.
Dengan kuda-kuda kekuasaan yang sudah cukup kuat, Shalahuddin mulai memperlus areal kekuasaannya ke sekitar Mesir.
Dinasti Ayyubiyah
Titik balik kekuasaan Shalahuddin di Mesir yang dicatat oleh para sejarawan berlangsung secara politik. Dalam khotbah Jumat ia mulai memerintahkan untuk membaca doa khusus bagi Khalifah Abbasiyah di Baghdad yang notabene adalah saingan Dinasti Fatimiyah.
Pada saat yang sama, kondisi khalifah Fatimiyah sedang sangat mengkhawatirkan. Selama berminggu-minggu ia sakit keras, dan tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Pada tahun 1171, khalifah Fatimiyah, Al-Adid wafat.
Setelah kematian Khalifah Fatimiyah, Shalahuddin mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa Mesir. Dan dengan demikian, berakhirlah kekuasaan dinasti Fatimiyah yang sudah usia sekitar 250 tahun tersebut.
Shalahuddin mendeklarasikan Mesir sebagai negara yang merdeka dari Damaskus, dan berbaiat langsung dengan Abbasiyah.
Namun, tiga tahun kemudian, atau tahun 1174 M, tersiar kabar bahwa Khalifah Abbasiyah wafat. Kondisi ini membuka jalan yang lebar di hadapan Shalahuddin, untuk mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah dari sebuah negeri yang merdeka.
Dengan bala tentara yang sudah cukup kuat, dan kesuksesan pembangunan yang luar biasa di Mesir, di tahun yang sama ia mendeklarsikan dirinya sebagai Khalifah, yang sekaligus menandai lahirnya dinasti Ayyubiyah.
Setelah menyelesaikan semua urusan dalam negerinya, Shalahuddin kemudian menyatukan semua wilayah Muslim ke dalam satu kesatuan kekuasaannya. Sehingga untuk pertama kalinya, setelah cukup lama berlalu, umat Islam di wilayah barat dan Afrika berada dalam satu naungan kekuasaan yang solid.
Hanya beberapa hari setelah dilantik, beberapa upaya pembuhunan sudah mulai dialaminya. Pada bulan Agustus 1169 M, pemberontakan 50.000 tentara Mesir terhadap dirinya berhasil dipadamkan.
Meski begitu, gejolak situasi di Mesir tak kunjung reda. Pada waktu yang hampir bersamaan, ia meminta kepada Nuruddin di Damaskus, agar bersedia mengirimkan ayah dan seluruh anggota keluarganya ke Mesir.
Di Mesir, para anggota keluarga ini mendapatkan jabatan strategis. Sangat mungkin hal ini dilakukan karena bahaya yang demikian banyak di sekitarnya, ia membutuhkan orang-orang kepercayaan, yaitu anggota keluarganya sendiri.
Setelah percaya diri dikelilingi oleh anggota keluarganya, Shalahuddin semakin kokoh yang puncak pimpinan Mesir, dan pembangunan pun dimulai.
Ia mulai membangun pasukannya sendiri yang berkekuatan 5000 personil dan terdiri dari orang-orang Kurdi, yang memiliki ikatan kebangsaan dengan Shalahuddin sendiri.
Dengan kuda-kuda kekuasaan yang sudah cukup kuat, Shalahuddin mulai memperlus areal kekuasaannya ke sekitar Mesir.
Dinasti Ayyubiyah
Titik balik kekuasaan Shalahuddin di Mesir yang dicatat oleh para sejarawan berlangsung secara politik. Dalam khotbah Jumat ia mulai memerintahkan untuk membaca doa khusus bagi Khalifah Abbasiyah di Baghdad yang notabene adalah saingan Dinasti Fatimiyah.
Pada saat yang sama, kondisi khalifah Fatimiyah sedang sangat mengkhawatirkan. Selama berminggu-minggu ia sakit keras, dan tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Pada tahun 1171, khalifah Fatimiyah, Al-Adid wafat.
Setelah kematian Khalifah Fatimiyah, Shalahuddin mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa Mesir. Dan dengan demikian, berakhirlah kekuasaan dinasti Fatimiyah yang sudah usia sekitar 250 tahun tersebut.
Shalahuddin mendeklarasikan Mesir sebagai negara yang merdeka dari Damaskus, dan berbaiat langsung dengan Abbasiyah.
Namun, tiga tahun kemudian, atau tahun 1174 M, tersiar kabar bahwa Khalifah Abbasiyah wafat. Kondisi ini membuka jalan yang lebar di hadapan Shalahuddin, untuk mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah dari sebuah negeri yang merdeka.
Dengan bala tentara yang sudah cukup kuat, dan kesuksesan pembangunan yang luar biasa di Mesir, di tahun yang sama ia mendeklarsikan dirinya sebagai Khalifah, yang sekaligus menandai lahirnya dinasti Ayyubiyah.
Setelah menyelesaikan semua urusan dalam negerinya, Shalahuddin kemudian menyatukan semua wilayah Muslim ke dalam satu kesatuan kekuasaannya. Sehingga untuk pertama kalinya, setelah cukup lama berlalu, umat Islam di wilayah barat dan Afrika berada dalam satu naungan kekuasaan yang solid.
(mhy)