Shalahuddin Al Ayyubi Mengubah Mesir dari Negeri Syiah Menjadi Sunni
loading...
A
A
A
Ia sebelumnya digulingkan dari posisinya, dan bermaksud ingin mengambil kembali posisinya dengan bantuan dari Nuruddin.
Pada awalnya Nuruddin sempat enggan masuk dalam urusan internal keluarga Dinasti Fatimiyah. Di samping itu, untuk mencapai Mesir juga bukanlah hal yang mudah, karena pasukannya harus terlebih dahulu melewati pasukan Frank yang sudah menduduki wilayah Ascalon (sekarang Ashkelon, wilayah pesisir yang jaraknya sekitar 60 km dari Yerusalem).
Namun, akhirnya, ia menyetujui untuk membantu wazir tersebut dan memerintahkan paman Shalahuddin yang bernama Asaduddin Syirkuh untuk membantu wazir tersebut merebut kembali posisinya.
Mendapatkan perintah ini, pamannya bersikeras mengajak Shalahuddin yang saat itu masih berusia 26 tahun untuk menyertainya dalam misi tersebut.
Kemenangan di Mesir
Pada 15 April 1154, pasukan yang dipimpin oleh Syirkuh mulai bertolak ke Mesir dengan membawa 10.000 pasukan kavaleri. Jarak yang mereka tempuh untuk sampai ke wilayah kekuasaan dinasti Fatimiyah adalah sekitar 830 km.
Di dalam jajaran pasukan ini, Shalahuddin bertindak sebagai orang kepercayaan pamannya. Dan bagi Shalahuddin sendiri, ini adalah ekspedisi militer pertamanya, sekaligus langkah pertamanya di panggung sejarah dunia.
Pasukan yang dipimpin oleh Syirkuh berangkat pada 15 April 1154, dan tiba di Belbeis, daerah kekuasaan dinasti Fatimiyah pada 24 April. Jarak yang ditempuh oleh pasukan ini mencapai 830 km, yang berarti setiap hari mereka telah mengunggang kuda sejauh kira-kira 100 km/hari.
Sebuah ujian ketangguhan yang cukup menantang bagi sebuah pasukan yang akan meraih kemenangan besar di Mesir.
Hanya dalam waktu singkat Belbeis dapat ditaklukkan, dan empat hari kemudian, Kairo sudah berada di bawah kendali pasukan Syirkuh.
Setelah berhasil menguasai Mesir, tiba-tiba hal yang tidak diinginkan terjadi. Syawar menginginkan kekuasaan untuk dirinya sendiri dan menyuruh Syirkuh untuk angkat kaki dari Mesir segera. Atas keinginan Syawar ini, Syirkuh menolak, dan bersikeras tinggal di Mesir, dan menguasai wilayah tersebut.
Adapun Sultan Fatimiyah yang saat itu masih berusia 13 tahun, tidak berdaya menghadapi situasi konflik yang terjadi di istananya.
Merasa tidak memiliki kemampuan menghadapi pasukan Syirkuh, sang wazir akhirnya bertolak ke Eropa. Di sana ia membangun aliansi dengan tentara Salib dan mengajak mereka untuk bersama-sama merebut kekuasaan dari Syirkuh, sebagaimana yang dulu ia lakukan saat datang ke Istana Nuruddin di Damaskus.
Pertempuran akhirnya pecah antara pasukan Syirkuh dengan koalisi Syawar dan tentara Salib yang berlangsung selama bertahun-tahun. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan pasukan Syirkuh. Syawar akhirnya dieksekusi, dan pasukan Salib kembali dengan kekalahan.
Menjadi Wazir
Praktis setelah itu, Mesir berada di bawah kekuasaan paman Shalahuddin, sekaligus bertindak sebagai wazir dinasti Fatimiyah. Khalifah dan keluarga kerajaan sendiri tetap diizinkan pada posisinya, di bawah pengamanan Syirkuh.
Tidak lama setelah itu, Syirkuh wafat, dan Nuruddin kemudian menunjukkan penggantinya. Namun sosok baru ini ternyata tidak disukai oleh keluarga Fatimiyah.
Khalifah kemudian memilih Shalahuddin untuk menggantikan posisi wazir menggantikan pamannya. Pada akhir Maret 1169 M, Shalahuddin dilantik sebagai wazir oleh Khalifah Fatimiyah terakhir Al-Adid, yang saat itu masih berusia belasan tahun.
Segera setelah dilantik, Shalahuddin langsung menghadapi berbagai persoalan internal Mesir yang begitu kompleks. Mulai dari perebutan jabatan sebagai wazir, pemberontakan rakyat, hingga ancaman tentara Salib.
Hebatnya, di sisi yang lain, Shalahuddin saat itu juga bekerja untuk dua majikan sekaligus, yaitu Al-Adid Khalifah Fatimiyah, dan Nuruddin sultan Turki, di tambah lagi satu majikan tidak langsung, yaitu Khalifah dinasti Abbasiyah.
Pada awalnya Nuruddin sempat enggan masuk dalam urusan internal keluarga Dinasti Fatimiyah. Di samping itu, untuk mencapai Mesir juga bukanlah hal yang mudah, karena pasukannya harus terlebih dahulu melewati pasukan Frank yang sudah menduduki wilayah Ascalon (sekarang Ashkelon, wilayah pesisir yang jaraknya sekitar 60 km dari Yerusalem).
Namun, akhirnya, ia menyetujui untuk membantu wazir tersebut dan memerintahkan paman Shalahuddin yang bernama Asaduddin Syirkuh untuk membantu wazir tersebut merebut kembali posisinya.
Mendapatkan perintah ini, pamannya bersikeras mengajak Shalahuddin yang saat itu masih berusia 26 tahun untuk menyertainya dalam misi tersebut.
Kemenangan di Mesir
Pada 15 April 1154, pasukan yang dipimpin oleh Syirkuh mulai bertolak ke Mesir dengan membawa 10.000 pasukan kavaleri. Jarak yang mereka tempuh untuk sampai ke wilayah kekuasaan dinasti Fatimiyah adalah sekitar 830 km.
Di dalam jajaran pasukan ini, Shalahuddin bertindak sebagai orang kepercayaan pamannya. Dan bagi Shalahuddin sendiri, ini adalah ekspedisi militer pertamanya, sekaligus langkah pertamanya di panggung sejarah dunia.
Pasukan yang dipimpin oleh Syirkuh berangkat pada 15 April 1154, dan tiba di Belbeis, daerah kekuasaan dinasti Fatimiyah pada 24 April. Jarak yang ditempuh oleh pasukan ini mencapai 830 km, yang berarti setiap hari mereka telah mengunggang kuda sejauh kira-kira 100 km/hari.
Sebuah ujian ketangguhan yang cukup menantang bagi sebuah pasukan yang akan meraih kemenangan besar di Mesir.
Hanya dalam waktu singkat Belbeis dapat ditaklukkan, dan empat hari kemudian, Kairo sudah berada di bawah kendali pasukan Syirkuh.
Setelah berhasil menguasai Mesir, tiba-tiba hal yang tidak diinginkan terjadi. Syawar menginginkan kekuasaan untuk dirinya sendiri dan menyuruh Syirkuh untuk angkat kaki dari Mesir segera. Atas keinginan Syawar ini, Syirkuh menolak, dan bersikeras tinggal di Mesir, dan menguasai wilayah tersebut.
Adapun Sultan Fatimiyah yang saat itu masih berusia 13 tahun, tidak berdaya menghadapi situasi konflik yang terjadi di istananya.
Merasa tidak memiliki kemampuan menghadapi pasukan Syirkuh, sang wazir akhirnya bertolak ke Eropa. Di sana ia membangun aliansi dengan tentara Salib dan mengajak mereka untuk bersama-sama merebut kekuasaan dari Syirkuh, sebagaimana yang dulu ia lakukan saat datang ke Istana Nuruddin di Damaskus.
Pertempuran akhirnya pecah antara pasukan Syirkuh dengan koalisi Syawar dan tentara Salib yang berlangsung selama bertahun-tahun. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan pasukan Syirkuh. Syawar akhirnya dieksekusi, dan pasukan Salib kembali dengan kekalahan.
Menjadi Wazir
Praktis setelah itu, Mesir berada di bawah kekuasaan paman Shalahuddin, sekaligus bertindak sebagai wazir dinasti Fatimiyah. Khalifah dan keluarga kerajaan sendiri tetap diizinkan pada posisinya, di bawah pengamanan Syirkuh.
Tidak lama setelah itu, Syirkuh wafat, dan Nuruddin kemudian menunjukkan penggantinya. Namun sosok baru ini ternyata tidak disukai oleh keluarga Fatimiyah.
Khalifah kemudian memilih Shalahuddin untuk menggantikan posisi wazir menggantikan pamannya. Pada akhir Maret 1169 M, Shalahuddin dilantik sebagai wazir oleh Khalifah Fatimiyah terakhir Al-Adid, yang saat itu masih berusia belasan tahun.
Segera setelah dilantik, Shalahuddin langsung menghadapi berbagai persoalan internal Mesir yang begitu kompleks. Mulai dari perebutan jabatan sebagai wazir, pemberontakan rakyat, hingga ancaman tentara Salib.
Hebatnya, di sisi yang lain, Shalahuddin saat itu juga bekerja untuk dua majikan sekaligus, yaitu Al-Adid Khalifah Fatimiyah, dan Nuruddin sultan Turki, di tambah lagi satu majikan tidak langsung, yaitu Khalifah dinasti Abbasiyah.