Catatan Emas Jihad Laut Daulah Thuluniyah Bendung Serangan Byzantium
loading...
A
A
A
Pada masa Dinasti Abbasiyah , berdiri pula dinasti baru yang menguasai Mesir Islam. Dinasti itu adalah Dinasti Thuluniyah. Ini adalah dinasti bebas pertama yang memerintah Mesir Islam. Selain Mesir mereka juga memerintah Suriah, Syam, Hijaz, dan Yaman sejak tahun 868 M.
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi dalam bukunya berjudul "Khairuddin Barbarossa: Pahlawan Islam Penguasa Lautan" memaparkan pada masa ini angkatan laut Islam berkembang. "Sayang, daulah ini berumur pendek. Namun kehebatan dan kecintaan jihad pada jiwa pendirinya, Ahmad bin Thulun menjadikan negaranya kuat," ujar Abdul Aziz.
Ahmad bin Thulun memberikan perhatian besar terhadap penguatan armada laut Islam. Upaya ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan negara yang memiliki garis pantai yang panjang dari serangan Byzantium.
Ahmad bin Thulun membangun benteng besar di Pulau Rodhes. Upaya ini menjadikan Ahmad bin Thulun sebagai orang pertama yang menggagas pengamanan jalur pelayaran di Sungai Nil dari serangan musuh yang masuk melalui Dimyath atau Rasyid.
Ia mendatangkan para tenaga ahli untuk membuat kapal-kapal perang besar. Kapal-kapal itu kemudian berpatroli di perairan Mesir dan Syam menghadang kapal-kapal perang Byzantium.
Berangsur Melemah
Upaya ini diteruskan oleh putra Ahmad bin Thulun yang bernama Khimaruwaih. Ia memperkuat dan menambah jumlah armada laut. Ia juga mengadakan perjanjian damai dengan musuh ayahnya, yaitu raja Pulau Thursus.
Tindakan ini dilakukannya untuk memotong jalur pelayaran yang biasa dijadikan jalur masuk oleh Byzantium menuju wilayah Mesir dan Syam. Dengan begitu, Khimaruwaih bisa mencegah masuknya armada Byzantium menuju pantai-pantai Mesir.
Sayangnya, sejak kematian Khimaruwaih pada tahun 282 H, kekuatan Angkatan Laut Daulah Thuluniyah berangsur melemah. Bahkan, usia kerajaan tak berlangsung lama setelah itu.
Dinasti Thuluniyah dan Ahmad bin Thulun
Dedi Supriyadi dalam bukunya berjudul Sejarah Peradaban Islam menjelaskan Dinasti Thuluniyah didirikan oleh Ahmad bin Thulun, seorang budak dari Asia Tengah yang dikirim oleh Panglima Thahir bin Al-Husain ke Baghdad sebagai persembahan untuk Khalifah Al-Makmun. Di Baghdad, Ahmad bin Thulun diangkat menjadi kepala pegawai istana.
Ahmad bin Thulun dikenal sebagai sosok yang gagah berani di medan perang, tetapi tetap dermawan, serta seorang hafidz, ahli sastra, dan ahli syariat. Ahmad bin Thulun kemudian diutus ke Mesir sebagai wakil Dinasti Abbasiyah.
Lalu dalam perkembangannya, ia naik tahta menjadi gubernur yang wilayah kekuasaannya hingga ke Palestina dan Suriah.
Pada masa Khalifah Al-Mu’taz, terjadi distabilitas politik di wilayah kekuasaan Abbasiyah. Hal itu lantas dimanfaatkan oleh Ahmad bin Thulun untuk mendeklarasikan kemerdekaan wilayah yang dipimpinnya. Akhirnya terbentuklah Dinasti Thuluniyah, yang wilayah kekuasaannya mencakup Mesir, Palestina, Siria, dan Hijaz.
Meskipun telah membentuk kekuasaannya secara independen, Dinasti Thuluniyah tetap berhubungan baik dengan pemerintahan pusat Dinasti Abbasiyah. Setiap tahunnya, Dinasti Thuluniyah membayar pajak kepada Dinasti Abbasiyah sebanyak 300.000 dinar.
Posisi Ahmad bin Thulun yang semakin kuat, membuat salah seorang kerabat khalifah, yaitu Al-Muwaffaq, merencanakan penyerangan terhadap Dinasti Thuluniyah, dengan cara memengaruhi Khalifah Al-Mu’tamid.
Ia merasa iri dengan keberhasilan Ahmad bin Thulun. Tetapi rencana tersebut gagal dilaksanakan karena Dinasti Thuluniyah memiliki pasukan yang tangguh dan terlatih, sehingga pasukan khalifah berhasil dihalau.
Setelah kejadian penyerangan itu, Ahmad bin Thulun menderita sakit hingga akhirnya wafat pada usia 50 tahun. Kekuasaannya kemudian digantikan oleh putranya, Al-Khumarwaihi.
Pada masa pemerintahan Al-Khumarwaihi, Dinasti Thuluniyah berada pada masa kejayannya. Ketika itu, Khalifah Al-Mu’tamid terpaksa menyerahkan wilayah Mesir, Siria, Aljazair, dan gunung Tauruts, kepada pemerintahan Thuluniyah.
Pada masa ini pun berbagai prestasi diukir Dinasti Thuluniyah, salah satunya kemajuan di bidang seni dan sastra. Pada bidang seni, telah dibangun sebuah masjid yang sangat megah, bernama masjid Ahmad bin Thulun. Keistimewaan masjid itu terletak pada menaranya yang sangat indah dan megah.
Selain masjid, dibangun juga sebuah bangunan istana bernama Istana Al-Khumarwaihi. Salah satu bagian istana seluruh dindingnya dibangun berlapiskan emas dan dihiasi ukiran yang sangat indah. Istana Al-Khumarwaihi dibangun di tengah-tengah kebun yang sangat indah.
Prestasi lainnya ada pada bidang militer, Dinasti Thulunuyah mempunyai 100.000 prajurit yang sangat terlatih dan cakap dalam berperang. Para pasukan berasal dari wilayah Turki dan budak dari Afrika.
Dinasti Thuluniyah membangun benteng-benteng pertahanan yang sangat kokoh di setiap wilayah kekuasaannya. Pada masa itu juga dibangun banyak irigasi untuk menunjang pertanian yang terletak di lembah Sungai Nil.
Setelah Al-Khumarwaihi wafat, terlihat adanya tanda-tanda kemunduran dari Dinasti Thuluniyah. Hingga pada masa pemerintahan terakhir, di bawah pimpinan Saiban bin Ahmad bin Thulun, muncul banyak sekte keagamaan yang berpusat di Gunung Siria. Kemunculan sekte keagamaan, yang dapat berujung pada pemberontakan itu, tidak dapat dikendalikan oleh Saiban.
Ditambah datangnya serangan dari pasukan Dinasti Abbasiyah untuk menaklukkan Dinasti Thuluniyah. Karena kekuatannya telah melemah, akhirnya Dinasti Thuluniyah berhasil ditaklukkan.
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi dalam bukunya berjudul "Khairuddin Barbarossa: Pahlawan Islam Penguasa Lautan" memaparkan pada masa ini angkatan laut Islam berkembang. "Sayang, daulah ini berumur pendek. Namun kehebatan dan kecintaan jihad pada jiwa pendirinya, Ahmad bin Thulun menjadikan negaranya kuat," ujar Abdul Aziz.
Ahmad bin Thulun memberikan perhatian besar terhadap penguatan armada laut Islam. Upaya ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan negara yang memiliki garis pantai yang panjang dari serangan Byzantium.
Ahmad bin Thulun membangun benteng besar di Pulau Rodhes. Upaya ini menjadikan Ahmad bin Thulun sebagai orang pertama yang menggagas pengamanan jalur pelayaran di Sungai Nil dari serangan musuh yang masuk melalui Dimyath atau Rasyid.
Ia mendatangkan para tenaga ahli untuk membuat kapal-kapal perang besar. Kapal-kapal itu kemudian berpatroli di perairan Mesir dan Syam menghadang kapal-kapal perang Byzantium.
Berangsur Melemah
Upaya ini diteruskan oleh putra Ahmad bin Thulun yang bernama Khimaruwaih. Ia memperkuat dan menambah jumlah armada laut. Ia juga mengadakan perjanjian damai dengan musuh ayahnya, yaitu raja Pulau Thursus.
Tindakan ini dilakukannya untuk memotong jalur pelayaran yang biasa dijadikan jalur masuk oleh Byzantium menuju wilayah Mesir dan Syam. Dengan begitu, Khimaruwaih bisa mencegah masuknya armada Byzantium menuju pantai-pantai Mesir.
Sayangnya, sejak kematian Khimaruwaih pada tahun 282 H, kekuatan Angkatan Laut Daulah Thuluniyah berangsur melemah. Bahkan, usia kerajaan tak berlangsung lama setelah itu.
Dinasti Thuluniyah dan Ahmad bin Thulun
Dedi Supriyadi dalam bukunya berjudul Sejarah Peradaban Islam menjelaskan Dinasti Thuluniyah didirikan oleh Ahmad bin Thulun, seorang budak dari Asia Tengah yang dikirim oleh Panglima Thahir bin Al-Husain ke Baghdad sebagai persembahan untuk Khalifah Al-Makmun. Di Baghdad, Ahmad bin Thulun diangkat menjadi kepala pegawai istana.
Ahmad bin Thulun dikenal sebagai sosok yang gagah berani di medan perang, tetapi tetap dermawan, serta seorang hafidz, ahli sastra, dan ahli syariat. Ahmad bin Thulun kemudian diutus ke Mesir sebagai wakil Dinasti Abbasiyah.
Lalu dalam perkembangannya, ia naik tahta menjadi gubernur yang wilayah kekuasaannya hingga ke Palestina dan Suriah.
Pada masa Khalifah Al-Mu’taz, terjadi distabilitas politik di wilayah kekuasaan Abbasiyah. Hal itu lantas dimanfaatkan oleh Ahmad bin Thulun untuk mendeklarasikan kemerdekaan wilayah yang dipimpinnya. Akhirnya terbentuklah Dinasti Thuluniyah, yang wilayah kekuasaannya mencakup Mesir, Palestina, Siria, dan Hijaz.
Meskipun telah membentuk kekuasaannya secara independen, Dinasti Thuluniyah tetap berhubungan baik dengan pemerintahan pusat Dinasti Abbasiyah. Setiap tahunnya, Dinasti Thuluniyah membayar pajak kepada Dinasti Abbasiyah sebanyak 300.000 dinar.
Posisi Ahmad bin Thulun yang semakin kuat, membuat salah seorang kerabat khalifah, yaitu Al-Muwaffaq, merencanakan penyerangan terhadap Dinasti Thuluniyah, dengan cara memengaruhi Khalifah Al-Mu’tamid.
Ia merasa iri dengan keberhasilan Ahmad bin Thulun. Tetapi rencana tersebut gagal dilaksanakan karena Dinasti Thuluniyah memiliki pasukan yang tangguh dan terlatih, sehingga pasukan khalifah berhasil dihalau.
Setelah kejadian penyerangan itu, Ahmad bin Thulun menderita sakit hingga akhirnya wafat pada usia 50 tahun. Kekuasaannya kemudian digantikan oleh putranya, Al-Khumarwaihi.
Pada masa pemerintahan Al-Khumarwaihi, Dinasti Thuluniyah berada pada masa kejayannya. Ketika itu, Khalifah Al-Mu’tamid terpaksa menyerahkan wilayah Mesir, Siria, Aljazair, dan gunung Tauruts, kepada pemerintahan Thuluniyah.
Pada masa ini pun berbagai prestasi diukir Dinasti Thuluniyah, salah satunya kemajuan di bidang seni dan sastra. Pada bidang seni, telah dibangun sebuah masjid yang sangat megah, bernama masjid Ahmad bin Thulun. Keistimewaan masjid itu terletak pada menaranya yang sangat indah dan megah.
Selain masjid, dibangun juga sebuah bangunan istana bernama Istana Al-Khumarwaihi. Salah satu bagian istana seluruh dindingnya dibangun berlapiskan emas dan dihiasi ukiran yang sangat indah. Istana Al-Khumarwaihi dibangun di tengah-tengah kebun yang sangat indah.
Prestasi lainnya ada pada bidang militer, Dinasti Thulunuyah mempunyai 100.000 prajurit yang sangat terlatih dan cakap dalam berperang. Para pasukan berasal dari wilayah Turki dan budak dari Afrika.
Dinasti Thuluniyah membangun benteng-benteng pertahanan yang sangat kokoh di setiap wilayah kekuasaannya. Pada masa itu juga dibangun banyak irigasi untuk menunjang pertanian yang terletak di lembah Sungai Nil.
Setelah Al-Khumarwaihi wafat, terlihat adanya tanda-tanda kemunduran dari Dinasti Thuluniyah. Hingga pada masa pemerintahan terakhir, di bawah pimpinan Saiban bin Ahmad bin Thulun, muncul banyak sekte keagamaan yang berpusat di Gunung Siria. Kemunculan sekte keagamaan, yang dapat berujung pada pemberontakan itu, tidak dapat dikendalikan oleh Saiban.
Ditambah datangnya serangan dari pasukan Dinasti Abbasiyah untuk menaklukkan Dinasti Thuluniyah. Karena kekuatannya telah melemah, akhirnya Dinasti Thuluniyah berhasil ditaklukkan.
(mhy)