Jihad Laut Daulah Aghlabiyah di Afrika Sukses Invasi ke Wilayah Eropa
loading...
A
A
A
Daulah Aghlabiyah mencapai masa keemasan ketika di bawah pimpinan Ziyadatullah I. Pasukan dinasti ini mampu melakukan ekspansi hingga ke wilayah Eropa. Benua Afrika pun berjaya di berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang maritim.
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi dalam bukunya berjudul "Khairuddin Barbarossa: Pahlawan Islam Penguasa Lautan" memaparkan Daulah Aghlabiyah memberikan sumbangan besar di bidang maritim pada permulaan abad ke-3 H. Hal ini didukung oleh beberapa faktor.
Pertama, panjangnya wilayah pesisir yang dikuasi Daulah Aghlabiyah, mulai dari Tripoli di bagian timur negeri hingga Bijayah (wilayah Aljazair) di bagian barat. Kenyataan ini menuntut adanya kekuatan maritim yang mampu menjaga wilayah pesisir dari ancaman Byzantium, bahkan yang mampu melancarkan serangan ke jantung wilayah Byzantium.
Kedua, rakyat memiliki kemahiran, kemampuan, dan kecakapan dalam bidang maritim dan segala hal yang terkait. Selain itu, rakyat Aghlabiyah sangat memahami karakter bangsa Byzantium lantaran proses interaksi yang panjang selama masa penjajahan mereka atas wilayah Afrika Utara.
Ketiga, tersedianya bahan-bahan baku utama untuk membangun armada laut. Misalnya, tersedianya tenaga terampil dan tersedianya pabrik pembuatan kapal di Tunisa sejak era Jabir bin An-Nu'man.
Keempat, tumbuhnya semangat jihad di dalam dada rakyat negeri tersebut setelah mengalami pergolakan sekian lama.
Semangat jihad tersebut tumbuh berkat tersiarnya Mazhab Imam Maliki, juga karena beberapa murid Imam Maliki tinggal di sana. Di antara mereka adalah Asad bin Al-Furat, Al-Bahlul bin Rasyid, Ibnu Umar Ar-Ruaini, dan beberapa lainnya.
Daulah Aghlabiyah berhasil menaklukkan beberapa wilayah. Di antara penaklukan penting dicapai itu adalah pada tahun 213 H, mereka berhasil menaklukkan Pulau Sicilia, sebuah pulau terbesar di Laut Mediterania.
Pada tahun 255 H, mereka menaklukkan Pulau Malta. Beberapa kali mereka menyerang Pulau Sardania, dan nyaris berhasil merebutnya.
Dengan prestasi tersebut, kaum Muslimin tahu bagaimana cara mengancam Italia dan seluruh Eropa Tenggara. Mereka menaklukkan Laut Tirani, bahkan melakukan ancaman terhadap Roma Kuno.
Lahirnya Daulah Aghlabiyah
Lahirnya Daulah Aghlabiyah menyusul terjadinya fitnah dan kekacauan di wilayah Maghribi, khususnya dari kabilah-kabilah Barbar yang menganut paham Khawarij dari sekte Shufriyah dan Ibadhiyah. Kabilah-kabilah ini mengadakan revolusi menantang penguasa saat itu.
Penguasa Daulah Abbasiyah, Khalifah Harun Ar-Rasyid tidak memiliki pilihan lain kecuali mengangkat satu suku Arab yang mendiami Maghribi sebagai penguasa. Khalifah lalu memerintahkan suku ini untuk memadamkan gejolak.
Upaya ini tidak bisa dilakukan langsung oleh pasukan khalifah, mengingat jauhnya wilayah Maghribi dari pusat pemerintahan di Baghdad.
Khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan tugas berat ini pada panglima yang bernama Ibrahim bin Al-Aghlab At-Tamimi pada tahun 184 H.
Dengan kebijakan ini, Khalifah Ar-Rasyid telah melontarkan gagasan bagi dibentuknya negara-negara kecil yang diperintah oleh satu keluarga dan diwariskan secara turun-temurun.
Setelah itu, di kemudian hari muncul negara-negara kecil di wilayah timur dan barat dengan pola pemerintahan yang sama. Ada Daulah Thahiriyah dan Samaniyah di timur. Ada Daulah Thuluniyah dan Ikhsyidiyah yang berkuasa di Syam dan Mesir, serta banyak negara kecil lainnya.
Dedi Supriyadi dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" mengatakan Ibrahim bin Aghlab diberikan hak penuh atas pemerintahan Tunisia, sebagai gantinya ia harus menyerahkan pajak tahunan sebesar 40.000 dinar ke pemerintahan Abbasiyah di Baghdad.
Hanya saja, karena letak geografis antara wilayah Afrika Utara dan pusat pemerintahan di Baghdad sangat jauh, maka kontrol dari pusat tidak berjalan baik. Karena hal itulah Ibrahim bin Aghlab kemudian mendirikan Dinasti Aghlabiyah, dengan wilayah kekuasannya mencakup daerah Tunisia dan Aljazair.
Ibrahim bin Aghlab sangat cakap dalam bidang administrasi pemerintahan. Ia sukses membangun Dinasti Aghlibiyah menjadi pemerintahan yang berpengaruh dalam dunia Islam.
Ekspansi ke Eropa
Ketika berada di bawah pimpinan Ziyadatullah I, Dinasti Aghlabiyah berada pada masa kejayan. Ia mampu memimpin pasukan Aghlabiyah melakukan ekspansi hingga ke wilayah Eropa.
Ziyadatullah I pernah mengirimkan sebuah armada laut menuju wilayah pesisir Italia, Prancis, Cosica, dan Sardia. Kemudian pada 827 M, Ziyadatullah mengirim sebuah ekspedisi untuk merebut wilayah Sisilia dari tangan pemerintahan Bizantium.
Sisilia pun berhasil dikuasai pada 902 M setelah melakukan serangkaian peperangan dengan pasukan Bizantium.
Sisilia yang terletak di wilayah strategis kemudian dijadikan sebagai pusat komando pasukan Dinasti Aghlabiyah untuk menaklukan daratan-daratan Eropa.
Ziyadatullah memberikan kontribusi penting dalam sejarah Islam karena ia berhasil menyebarkan peradaban Islam ke wilayah Eropa. Bahkan Renaisans di Italia terjadi karena penyebaran ilmu pengetahuan melalui pulau Sisilia yang dikuasai Dinasti Aghlabiyah.
Dinasti Aghlabiyah terkenal dengan prestasinya di bidang arsitektur, terutama dalam pembangunan arsitektur masjid. Pada masa Ziyadatullah, yang disempurnakan oleh Ibrahim II, berdiri sebuah masjid yang sangat megah, yaitu Masjid Qairawan.
Menara masjid yang merupakan warisan dari bentuk bangunan masa Umayyah menjadi salah satu bangunan tertua di Afrika.
Wilayah Qairawan pun disebut sebagai kota suci keempat setelah Makkah, Madinah, dan Yerussalem.
Masa Kemunduran
Pada akhir abad ke-9 masehi, Dinasti Aghlabiyah di Ifrikiyah mengalami kemunduran setelah masuknya propaganda Syi’ah oleh Abdullah Al-Syi’ah atas perintah Ubaidilah Al-Mahdi.
Ia telah menanamkan pengaruh yang kuat di kalangan orang-orang suku Ketama. Ditambah adanya kesenjangan sosial antara keluarga Aghlab dengan orang-orang Ketama. Sehingga muncul sebuah kekuatan militer baru menentang pemerintah Aghlabiyah.
Pada 909 M, kekuatan militer baru itu berhasil menggulingkan pemerintahan terakhir Dinasti Aghlabiyah, pimpinan Ziyadatullah III.
Dinasti Aghlabiyah pun gagal mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat di Baghdad, sehingga Ziyadatullah diusir ke Mesir. Sejak saat itu wilayah Ifrikiyah dikuasai oleh orang-orang Syi’ah, yang masa selanjutnya membentuk Dinasti Fatimiyah.
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi dalam bukunya berjudul "Khairuddin Barbarossa: Pahlawan Islam Penguasa Lautan" memaparkan Daulah Aghlabiyah memberikan sumbangan besar di bidang maritim pada permulaan abad ke-3 H. Hal ini didukung oleh beberapa faktor.
Pertama, panjangnya wilayah pesisir yang dikuasi Daulah Aghlabiyah, mulai dari Tripoli di bagian timur negeri hingga Bijayah (wilayah Aljazair) di bagian barat. Kenyataan ini menuntut adanya kekuatan maritim yang mampu menjaga wilayah pesisir dari ancaman Byzantium, bahkan yang mampu melancarkan serangan ke jantung wilayah Byzantium.
Kedua, rakyat memiliki kemahiran, kemampuan, dan kecakapan dalam bidang maritim dan segala hal yang terkait. Selain itu, rakyat Aghlabiyah sangat memahami karakter bangsa Byzantium lantaran proses interaksi yang panjang selama masa penjajahan mereka atas wilayah Afrika Utara.
Ketiga, tersedianya bahan-bahan baku utama untuk membangun armada laut. Misalnya, tersedianya tenaga terampil dan tersedianya pabrik pembuatan kapal di Tunisa sejak era Jabir bin An-Nu'man.
Keempat, tumbuhnya semangat jihad di dalam dada rakyat negeri tersebut setelah mengalami pergolakan sekian lama.
Semangat jihad tersebut tumbuh berkat tersiarnya Mazhab Imam Maliki, juga karena beberapa murid Imam Maliki tinggal di sana. Di antara mereka adalah Asad bin Al-Furat, Al-Bahlul bin Rasyid, Ibnu Umar Ar-Ruaini, dan beberapa lainnya.
Daulah Aghlabiyah berhasil menaklukkan beberapa wilayah. Di antara penaklukan penting dicapai itu adalah pada tahun 213 H, mereka berhasil menaklukkan Pulau Sicilia, sebuah pulau terbesar di Laut Mediterania.
Pada tahun 255 H, mereka menaklukkan Pulau Malta. Beberapa kali mereka menyerang Pulau Sardania, dan nyaris berhasil merebutnya.
Dengan prestasi tersebut, kaum Muslimin tahu bagaimana cara mengancam Italia dan seluruh Eropa Tenggara. Mereka menaklukkan Laut Tirani, bahkan melakukan ancaman terhadap Roma Kuno.
Lahirnya Daulah Aghlabiyah
Lahirnya Daulah Aghlabiyah menyusul terjadinya fitnah dan kekacauan di wilayah Maghribi, khususnya dari kabilah-kabilah Barbar yang menganut paham Khawarij dari sekte Shufriyah dan Ibadhiyah. Kabilah-kabilah ini mengadakan revolusi menantang penguasa saat itu.
Penguasa Daulah Abbasiyah, Khalifah Harun Ar-Rasyid tidak memiliki pilihan lain kecuali mengangkat satu suku Arab yang mendiami Maghribi sebagai penguasa. Khalifah lalu memerintahkan suku ini untuk memadamkan gejolak.
Upaya ini tidak bisa dilakukan langsung oleh pasukan khalifah, mengingat jauhnya wilayah Maghribi dari pusat pemerintahan di Baghdad.
Khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan tugas berat ini pada panglima yang bernama Ibrahim bin Al-Aghlab At-Tamimi pada tahun 184 H.
Dengan kebijakan ini, Khalifah Ar-Rasyid telah melontarkan gagasan bagi dibentuknya negara-negara kecil yang diperintah oleh satu keluarga dan diwariskan secara turun-temurun.
Setelah itu, di kemudian hari muncul negara-negara kecil di wilayah timur dan barat dengan pola pemerintahan yang sama. Ada Daulah Thahiriyah dan Samaniyah di timur. Ada Daulah Thuluniyah dan Ikhsyidiyah yang berkuasa di Syam dan Mesir, serta banyak negara kecil lainnya.
Dedi Supriyadi dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" mengatakan Ibrahim bin Aghlab diberikan hak penuh atas pemerintahan Tunisia, sebagai gantinya ia harus menyerahkan pajak tahunan sebesar 40.000 dinar ke pemerintahan Abbasiyah di Baghdad.
Hanya saja, karena letak geografis antara wilayah Afrika Utara dan pusat pemerintahan di Baghdad sangat jauh, maka kontrol dari pusat tidak berjalan baik. Karena hal itulah Ibrahim bin Aghlab kemudian mendirikan Dinasti Aghlabiyah, dengan wilayah kekuasannya mencakup daerah Tunisia dan Aljazair.
Ibrahim bin Aghlab sangat cakap dalam bidang administrasi pemerintahan. Ia sukses membangun Dinasti Aghlibiyah menjadi pemerintahan yang berpengaruh dalam dunia Islam.
Ekspansi ke Eropa
Ketika berada di bawah pimpinan Ziyadatullah I, Dinasti Aghlabiyah berada pada masa kejayan. Ia mampu memimpin pasukan Aghlabiyah melakukan ekspansi hingga ke wilayah Eropa.
Ziyadatullah I pernah mengirimkan sebuah armada laut menuju wilayah pesisir Italia, Prancis, Cosica, dan Sardia. Kemudian pada 827 M, Ziyadatullah mengirim sebuah ekspedisi untuk merebut wilayah Sisilia dari tangan pemerintahan Bizantium.
Sisilia pun berhasil dikuasai pada 902 M setelah melakukan serangkaian peperangan dengan pasukan Bizantium.
Sisilia yang terletak di wilayah strategis kemudian dijadikan sebagai pusat komando pasukan Dinasti Aghlabiyah untuk menaklukan daratan-daratan Eropa.
Ziyadatullah memberikan kontribusi penting dalam sejarah Islam karena ia berhasil menyebarkan peradaban Islam ke wilayah Eropa. Bahkan Renaisans di Italia terjadi karena penyebaran ilmu pengetahuan melalui pulau Sisilia yang dikuasai Dinasti Aghlabiyah.
Dinasti Aghlabiyah terkenal dengan prestasinya di bidang arsitektur, terutama dalam pembangunan arsitektur masjid. Pada masa Ziyadatullah, yang disempurnakan oleh Ibrahim II, berdiri sebuah masjid yang sangat megah, yaitu Masjid Qairawan.
Menara masjid yang merupakan warisan dari bentuk bangunan masa Umayyah menjadi salah satu bangunan tertua di Afrika.
Wilayah Qairawan pun disebut sebagai kota suci keempat setelah Makkah, Madinah, dan Yerussalem.
Masa Kemunduran
Pada akhir abad ke-9 masehi, Dinasti Aghlabiyah di Ifrikiyah mengalami kemunduran setelah masuknya propaganda Syi’ah oleh Abdullah Al-Syi’ah atas perintah Ubaidilah Al-Mahdi.
Ia telah menanamkan pengaruh yang kuat di kalangan orang-orang suku Ketama. Ditambah adanya kesenjangan sosial antara keluarga Aghlab dengan orang-orang Ketama. Sehingga muncul sebuah kekuatan militer baru menentang pemerintah Aghlabiyah.
Pada 909 M, kekuatan militer baru itu berhasil menggulingkan pemerintahan terakhir Dinasti Aghlabiyah, pimpinan Ziyadatullah III.
Dinasti Aghlabiyah pun gagal mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat di Baghdad, sehingga Ziyadatullah diusir ke Mesir. Sejak saat itu wilayah Ifrikiyah dikuasai oleh orang-orang Syi’ah, yang masa selanjutnya membentuk Dinasti Fatimiyah.
(mhy)