Kisah Sufi Yunus bin Adam: Halwa, Makanan dari Surga

Senin, 22 November 2021 - 13:50 WIB
loading...
A A A
Selama tiga hari berikutnya, tepat pada jam yang sama, sebungkus halwa terapung lagi sampai ke tangan Yunus.

Hal ini, pikirnya, adalah penemuan pertama yang sangat penting. Sederhanakan keadaanmu dan alam akan terus bekerja dengan cara yang bisa dikatakan sama.

Kejadian itu merupakan pengalaman yang ingin sekali disebarkannya pada dunia. Sebab bukankah pernah dikatakan: 'Ketika kamu tahu, ajarkanlah'? Tetapi kemudian, ia sadar bahwa ia tidak tahu; ia hanya mengalami.

Langkah berikutnya adalah menelusuri arus pembawa halwa itu ke hulu hingga ia tiba di sumbernya. Dengan begitu, ia tidak hanya bisa mengetahui asal-usulnya, tetapi juga bagaimana makanan itu disiapkan untuk digunakan olehnya.

Berhari-hari lamanya Yunus menelusuri arus sungai. Setiap hari dengan keberaturan yang sama, tetapi pada saat yang lebih awal, halwa serupa muncul, dan ia memakannya.

Akhirnya, Yunus melihat bahwa sungai itu tidak menyempit di hulu, malahan semakin melebar. Di tengah-tengah sungai yang membentang luas itu terdapat sebidang pulau yang sangat subur. Di atas pulau itu berdiri sebuah istana yang kokoh nan indah. Dari sanalah, pikir Yunus, makanan surga itu berasal.

Saat sedang menimbang langkah berikutnya, Yunus melihat seorang darwis yang tinggi dan lusuh, dengan rambut acak-acakan bak pertapa dan pakaian penuh tambalan warna-warni, berdiri di hadapannya.

"Salam, Baba, Bapak!" sapa Yunus.

"Ishq, Hoo!" balas pertapa itu nyaring. "Dan apa pula urusanmu di sini?"

"Aku sedang melakukan suatu pencarian suci," putra Adam itu menjelaskan, "untuk menyelesaikannya aku harus mencapai benteng di seberang sana. Adakah Bapak punya nasihat agar saya bisa ke sana?"

"Karena tampaknya engkau tak tahu apa-apa mengenai benteng itu, sekalipun sangat menaruh minat padanya," jawab pertapa itu, "akan kuceritakan padamu apa yang kutahu."

"Pertama, putri seorang raja tinggal di sana, terasing dan terpenjara, dilayani oleh para pelayan jelita, namun dibatasi geraknya. Ia tak mampu lari sebab lelaki yang menangkapnya dan menawannya di situ --sebab ia menolak menikahinya-- telah memasang rintangan-rintangan sakti dan sangat sulit ditembus, tak tampak oleh mata telanjang. Engkau harus terlebih dahulu melewati halangan itu untuk bisa masuk benteng dan mencapai maksudmu."

"Kalau begitu halnya, bisakah Bapak menolong aku?"

"Aku sedang hendak memulai perjalanan khusus demi pengabdian. Tetapi kusampaikan padamu suatu mantra, Wadzifah, yang bila engkau layak, akan memanggil bagimu kekuatan gaib para jin kebajikan, makhluk api, satu-satunya yang ampuh menangkal kekuatan sihir di sekeliling benteng itu. Semoga engkau berhasil."



Kemudian pertapa itu pergi, setelah merapal suara-suara aneh berulang-ulang dan bergerak dengan gesitnya, sungguh mengagumkan bagi sosoknya yang pantas dimuliakan itu.

Yunus duduk bersila berhari-hari melatih Wadzifah dan mengamati munculnya halwa. Kemudian, suatu sore saat matanya sedang menikmati mentari senja menari-nari di atas menara benteng itu, dilihatnya sesuatu yang aneh. Di sana, berdirilah seorang gadis dengan cahaya kecantikan yang tiada tara, yang tentu saja adalah putri yang diceritakan oleh darwis itu.

Gadis itu terpaku sejenak menatap mentari, lalu menjatuhkan sebungkus halwa ke bawah, ke ombak riuh yang berulang-ulang menghantam dinding benteng. Inilah rupanya sumber karunia itu.

"Sumber makanan surga!" seru Yunus. Kini, ia merasa berada di ambang kebenaran. Cepat atau lambat pemimpin jin, yang dipanggilnya terus dengan mantera Wadzifah darwis, pasti datang, dan membantunya mencapai benteng, putri itu, dan kebenaran.

Tak lama setelah berpikir demikian, ia mendapati dirinya dibawa menembus langit menuju alam roh, yang penuh dengan rumah-rumah indah nan mengagumkan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1546 seconds (0.1#10.140)