Kisah Turki Bin Abdullah Membangun Dinasti Saudi dari Puing-Puing

Selasa, 23 November 2021 - 05:15 WIB
loading...
A A A
Imam Bukan Raja
Buya Hamka dalam bukunya berjudul "Antara Fakta dan Khayal Tuanku Roe" mengutip kitab Qalbu Jaziratil Arab (Jantung Jazirat Arab) karya Syaikh Fuad Hamzah menulis tentang periode pemerintahan Raja-raja Saudi mulai berdirinya.

Menurut Buya Hamka, Turki bin Abdullah memulai gerakan baru setelah keluar dari tempat persembunyian di Padang Pasir (bukan Hadramaut). "Setelah siap diserangnyalah dengan tiba-tiba tentara Mesir yang menduduki negerinya dalam perkemahan, di atas runtuhan kota Dar'iyah," tulisnya.

Turki bin Abdullah dan pasukannya menyerang pada malam hari pada saat tentara Mesir sedang tidur. Kala itu, tidak seorang pun yang dapat melepaskan diri kecuali komandannya bernama Khalid Pasha dengan dua-tiga orang pengiring yang dapat. Mereka lari ke Qusaim.

Dengan cepat Imam Turki bin Abdullah membangun kembali kerajaannya. Ditaklukkannya kembali negeri-negeri Nejd sekeliling dan didudukinya Riyadh.

Tak ada penduduk yang tidak suka atas kehadiran Turki bin Abdullah dan pasukannya. Selanjutnya Riyadh dijadikan pusat kekuasaannya, sebagai ganti dari Dar'iyah yang telah hancur.

Mendengar munculnya Turki bin Abdullah ini Penguasa Mesir, Muhammad Ali Pasha, merasa cemas akan bangkitnya kembali Wahabi. Ia lalu memerintahkan tentara Mesir yang berpangkalan di Madinah untuk menyerbu Riyadh, di bawah Komando Husain Pasha.

Ketika sampai berita itu kepada Turki bin Abdullah bahwa tentara Mesir bergerak menuju negerinya, beliau memimpin tentaranya meninggalkan Riyadh dan masuk ke dalam Padang Pasir Yamamah, yang terkenal luas. Hanya orang-orang Badwi yang tahu rahasia padang pasir itu.

Sesampai di Riyadh, Husain Pasha mencari penunjuk jalan. Sedang kedatangannya disambut dingin oleh penduduk setempat. Setelah beberapa lama berusaha mencari, dapatlah seorang Badwi yang sudi jadi penunjuk jalan. Mereka dibawa mengarungi Padang Pasir Yamamah, yang luas tak bertepi.

Menurut Buya Hamka, pasukan Mesir kala itu hanya berpedoman pada petunjuk jalan Badwi itu saja. Tiba-tiba setelah berjalan berhari-hari, pada satu perhentian, Badwi itu hilang! Ke mana pun dicari tidak ditemui. Bahkan yang mencari bisa tewas kepanasan. Akhirnya dengan susah payah tentara itu kembali ke Riyadh, sesudah banyak yang mati kepanasan dan karena terlalu penat.

Dari Riyadh, sisa tentara itu kembali lagi ke Madinah dengan tidak membawa hasil apa-apa. Sejak itu Turki bin Abdullah menyusun negerinya kembali dan memerintah dengan tenang.

Turki bin Abdullah lebih dianggap Imam, seperti nenek-moyangnya, daripada dianggap raja. "Baik pemerintah Mesir atau pun Pemerintah Turki tidak mau lagi menumpahkan kekuatan buat mencari musuhnya yang hilang di padang pasir," tulis Buya Hamka.

Sayang, pada tahun 1246 H/1830 M, Imam Turki bin Abdullah wafat ditikam oleh musuhnya dan saudara sepupunya Musyari bin Abdurrahman bin Musyari bin Saud (yang mati dalam tawanan Mesir) karena perebutan kekuasaan.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1717 seconds (0.1#10.140)