Kisah Turki Bin Abdullah Membangun Dinasti Saudi dari Puing-Puing

Selasa, 23 November 2021 - 05:15 WIB
loading...
Kisah Turki Bin Abdullah Membangun Dinasti Saudi dari Puing-Puing
Turki bin Abdullah adalah pendiri Dinasti Saud II pada tahun 1824. (Foto/Ilustrasi: Ist)
A A A
Turki bin Abdullah adalah pendiri Dinasti Saud II. Ia memulai kekuasaannya dari puing-puing setelah pada tahun 1818 dihancurkan oleh pasukan Mesir yang dipimpin oleh Ibrahim Pasha. Dinasti Saud II berdiri pada tahun 1824.



Bila Dinasti Saud I dibangun dan dipimpin oleh putra Muhammad ibn Saud dari anak yang bernama Abdul Aziz, kemudian dilanjutkan oleh putranya yang bernama Saud bin Abdul Aziz, dan berakhir pada masa Abdullah bin Saud yang dieksekusi di Ottoman.

Sedangkan Dinasti Saud II, mengambil jalur trah dari putra Muhammad ibn Saud yang lain, bernama Abdullah. Dan Turki adalah putra Abdullah. Turki bin Abdullah lahir pada 1755.

Kisah ini dimulai ketika Turki bin Abdullah berhasil menaklukkan Riyadh pada 1824, bekas ibu kota Dinasti Saud I dari tentara Mesir. Ia kemudian menjadikan Riyadh sebagai ibu kota kerajaannya.

Secara strategis, keputusan Turki untuk memulai pembangunan dinastinya dari tempat ini memang keputusan yang tepat, mengingat pertama, tempat ini adalah tempat dimulainya cita-cita besar kakeknya dengan Muḥammad ibn’Abd al-Wahhāb.

Kedua, tempat ini adalah ditempat tanah kelahirannya dan nenek moyangnya. Sehingga ketiga, di tempat ini basis dukungan tradisional ajaran Wahabi masih banyak tersisa, dan akan mudah diraih untuk memulai sebuah imperium.



Turki bin Abdullah sangat memahami posisi politiknya yang masih lemah di kawasan. Di barat, terdapat Mesir yang demikian cepat berkembang menjadi kekuatan besar di bahwa pimpinan Muhammad Ali Pasha.

Kekuatannya bahkan sudah bisa menantang Sultan Utsmaniyah pada masa itu.

Menilai konstalasi ini, Turki bin Abdullah memutuskan untuk menjalin hubungan persahabatan dengan gubernur Utsmaniyah di Irak.

Hubungan yang baik ini menjadikannya memperoleh kedaulatan nominal darinya untuk menguasai Riyadh dan sekitarnya.

Dengan modal ini, ia kemudian menaklukan Al-Hasa, tempat yang pertama menentang dakwah kakeknya Muhammad Ibn Wahab, sehingga terusir dari kota kelahirannya.

Setelah menguasai tempat ini, Turki bin Abdullah mulai membangun satuan ketentaraan yang lebih besar, sehingga ia mampu menaklukkan suku-suku nomaden lainnya di sekitar wilayah kekuasaannya.

Eamonn Gearon dalam bukunya berjudul Turning Points in Middle Eastern History menyebutkan pada dekade yang sama, antara 1820-1830, perebutan pengaruh antara Mesir dengan Ottoman semakin memuncak.

Di tengah pertarungan para gajah ini, Turki bin Abdullah mengerti cara memosisikan diri. Dengan pelan tapi pasti Turki membangun dasar-dasar imperiumnya.

Meski tidak seagresif para pendahulunya, namun Turki tetap diilhami oleh nilai dasar perjuangan penduhulunya, untuk membersihkan ajaran agama Islam dari penyimpangan dan kekufuran.

Dengan nilai dasar ini, Turki bin Abdullah berhasil mengikat kembali ideologi perjuangan klan Saud II yang sempat pudar bersama hancurnya dinasti Saud I.

Sastra, perdagangan dan pertanian berkembang pada masa pemerintahannya, meski sempat ada beberapa kerugian akibat wabah kolera.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2204 seconds (0.1#10.140)