Mengenal Sosok Ummu Ruman: Potret Ibu dan Mertua Bijaksana
loading...
A
A
A
Ummu Ruman adalah seorang ibu yang paling berbahagia di dunia dan akhirat. Bagaimana tidak, manusia terbaik dalam sejarah manusia meminang putrinya. Rasul paling utama dari semua rasul menjadi menantunya. Namanya tercatat dalam kisah pernikahan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dengan Aisyah.
Ummu Ruman juga dicatat sebagai salah satu perempuan istimewa di masa awal sejarah Islam. Ia merupakan istri dari manusia terbaik setelah para nabi, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu. Nasabnya adalah Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdusy Symas bin ‘Itab. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejarawan tentang nasabnya. Namun mereka sepakat bahwa ia berasal dari Bani Ghanam bin Malik bin Kinanah (Tadzhib al-Kamal).
Dari pernikahannya dengan Abu Bakar ash-Shiddiq, Ummu Ruman melahirkan dua orang anak. Seorang perempuan dan seorang laki-laki. Yang perempuan dinamai Aisyah dan yang laki-laki diberi nama Abdurrahman.
Ummu Ruman patut berbangga dengan keluarganya ini. Selain sang putri yang menjadi istri Rasulullah. Sang suami pun adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah. Kedekatan tersebut terlihat dari kebiasaan Rasulullah yang sering berkunjung ke rumah Abu Bakar. Setiap hari pasti Nabi berkunjung ke rumahnya. Di pagi atau di sore hari.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Nabi menikahiku saat aku berusia enam tahun. Lalu kami hijrah ke Madinah. Kami tinggal di tengah Bani al-Harits bin Khazraj. Saat itu tubuhku telah gempal. Rambutku telah pecah. Dan telah cukup usia. Ibuku, Ummu Ruman, menemuiku. Sungguh saat itu aku masih belia sekali. Aku sedang bermain bersama teman-temanku. Lalu ibuku memanggilku. Aku pun menemuinya dan aku tidak tahu apa yang ia inginkan dariku. Ia gandeng tanganku. Dan membawaku ke depan pintu hingga nafasku terengah-engah. Saat tubuhku tak tenang (tak lagi terguncang karena tarikan nafas), ia ambil air dan basukan di wajahku dan kepalaku. Lalu ia membawaku masuk ke dalam rumah. Saat masuk, ternyata kudapati banyak wanita Anshar di dalamnya. Mereka berkata, ‘Semoga dalam kebaikan dan keberkahan. Semoga dalam kebaikan yang langgeng’. Lalu ibu menyerahkanku pada mereka. Mereka mendandaniku. Lalu mereka menyerahkanku kepada Rasulullah. Saat itu usiaku sembilan tahun (Shahih al-Bukhari)
Ibu dan Mertua Bijaksana
Di antara peristiwa besar yang terjadi pada Aisyah adalah fitnah bahwa dirinya selingkuh dan berzina. Dalam sirah nabi, peristiwa ini dikenal dengan 'haditsul ifki'. Fitnah besar ini sempat membuat rumah tangga Rasulullah dengan Aisyah geger. Dan Aisyah sangat terpukul dengan fitnah ini.
Di saat-saat berat seperti itu, sang ibu, Ummu Ruman, hadir menyertai putrinya. Ummu Ruman radhiyallahu ‘anha bercerita tentang kisah fitnah tersebut. Katanya, “Saat aku sedang duduk bersama Aisyah, tiba-tiba seorang wanita Anshar masuk menemui kami. Ia berkata, ‘Semoga Allah melakukan demikian dan demikian terhadap si Fulan’. Aku berkata, ‘Kenapa memangnya’? Ia menjawab, ‘Ia menceritakan suatu kejadian’. ‘Kejadian apa’? tanya Aisyah. Wanita itupun menceritakannya. Aisyah menanggapi ceritanya dengan bertanya, ‘Apakah Abu Bakar dan Rasulullah telah mendengar berita itu’? ‘Iya’, jawabnya. Aisyah pun pingsan. Dan saat bangun ia dalam kondisi demam dan wajahnya pucat.
Lalu Rasulullah datang. Beliau bertanya, ‘Ada apa dengannya’? ‘Ia demam karena mendengar berita yang beredar’, jawabku. Aisyah duduk dan berkata, ‘Demi Allah, seandainya aku bersumpah dia tak akan membenarkanku. Kalau aku memberikan alasan, tentu ia tak akan menerimanya. Kondisiku saat itu sama seperti kondisi Ya’qub dengan anak-anaknya. Hanyalah Allah tempat mengadu atas apa yang mereka tuduhkan.
Setelah berlalu beberapa hari. Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya untuk membela Aisyah. Nabi mengabarkan tentang ayat Alquran yang turun tersebut kepada Aisyah. Aisyah berkata, ‘Segala puji hanya untuk Allah. Tidak untuk siapapun (Shahih al-Bukhari).
Inilah kisah sang ibu yang menemani dan merekam kejadian-kejadian berat saat putrinya tertimpa ujian besar. Ia berada di sampingnya. Walaupun tak berucap banyak karena tak berani mendahului Allah dan Rasul-Nya. Tapi ia memberi kesan hadir pada putrinya. Agar sang putri yang tengah bersedih karena ujian berat, tengah galau dan bingung, merasakan ibunya tetap berada di sisinya. Hingga jalan keluar itu turun dari langit.
Ummu Ruman tercatat dalam peristiwa paling Bahagia putrinya. Yaitu dinikahi Rasulullah. Dan hadir pula tatkala putrinya mengalami ujian sangat berat dalam rumah tangganya.
Namun, sejarawan berbeda pendapat tentang kapan wafatnya Ummu Ruman. Ada yang menyatakan ia wafat tahun 6 Hijriyah. Dikutip dari buku 'Keistimewaan 62 Muslimah Pilihan', dijelaskan hingga suatu hari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menunjukkan kuburan Ummu Ruman. Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar berkata, “Tatkala aku menunjuk kuburan Ummu Ruman, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, bersabda, ‘Barang siapa ingin melihat seorang perempuan dari kalangan bidadari bermata jelita, hendaklah ia melihat Ummu Ruman.’
Ummu Ruman bukan hanya sebatas mertua dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tapi juga dia adalah sahabat yang ikut serta dalam berjihad. Memiliki hati yang suci dan jiwa yang baik.
Wallahu A'lam
Ummu Ruman juga dicatat sebagai salah satu perempuan istimewa di masa awal sejarah Islam. Ia merupakan istri dari manusia terbaik setelah para nabi, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu. Nasabnya adalah Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdusy Symas bin ‘Itab. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejarawan tentang nasabnya. Namun mereka sepakat bahwa ia berasal dari Bani Ghanam bin Malik bin Kinanah (Tadzhib al-Kamal).
Dari pernikahannya dengan Abu Bakar ash-Shiddiq, Ummu Ruman melahirkan dua orang anak. Seorang perempuan dan seorang laki-laki. Yang perempuan dinamai Aisyah dan yang laki-laki diberi nama Abdurrahman.
Ummu Ruman patut berbangga dengan keluarganya ini. Selain sang putri yang menjadi istri Rasulullah. Sang suami pun adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah. Kedekatan tersebut terlihat dari kebiasaan Rasulullah yang sering berkunjung ke rumah Abu Bakar. Setiap hari pasti Nabi berkunjung ke rumahnya. Di pagi atau di sore hari.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Nabi menikahiku saat aku berusia enam tahun. Lalu kami hijrah ke Madinah. Kami tinggal di tengah Bani al-Harits bin Khazraj. Saat itu tubuhku telah gempal. Rambutku telah pecah. Dan telah cukup usia. Ibuku, Ummu Ruman, menemuiku. Sungguh saat itu aku masih belia sekali. Aku sedang bermain bersama teman-temanku. Lalu ibuku memanggilku. Aku pun menemuinya dan aku tidak tahu apa yang ia inginkan dariku. Ia gandeng tanganku. Dan membawaku ke depan pintu hingga nafasku terengah-engah. Saat tubuhku tak tenang (tak lagi terguncang karena tarikan nafas), ia ambil air dan basukan di wajahku dan kepalaku. Lalu ia membawaku masuk ke dalam rumah. Saat masuk, ternyata kudapati banyak wanita Anshar di dalamnya. Mereka berkata, ‘Semoga dalam kebaikan dan keberkahan. Semoga dalam kebaikan yang langgeng’. Lalu ibu menyerahkanku pada mereka. Mereka mendandaniku. Lalu mereka menyerahkanku kepada Rasulullah. Saat itu usiaku sembilan tahun (Shahih al-Bukhari)
Ibu dan Mertua Bijaksana
Di antara peristiwa besar yang terjadi pada Aisyah adalah fitnah bahwa dirinya selingkuh dan berzina. Dalam sirah nabi, peristiwa ini dikenal dengan 'haditsul ifki'. Fitnah besar ini sempat membuat rumah tangga Rasulullah dengan Aisyah geger. Dan Aisyah sangat terpukul dengan fitnah ini.
Di saat-saat berat seperti itu, sang ibu, Ummu Ruman, hadir menyertai putrinya. Ummu Ruman radhiyallahu ‘anha bercerita tentang kisah fitnah tersebut. Katanya, “Saat aku sedang duduk bersama Aisyah, tiba-tiba seorang wanita Anshar masuk menemui kami. Ia berkata, ‘Semoga Allah melakukan demikian dan demikian terhadap si Fulan’. Aku berkata, ‘Kenapa memangnya’? Ia menjawab, ‘Ia menceritakan suatu kejadian’. ‘Kejadian apa’? tanya Aisyah. Wanita itupun menceritakannya. Aisyah menanggapi ceritanya dengan bertanya, ‘Apakah Abu Bakar dan Rasulullah telah mendengar berita itu’? ‘Iya’, jawabnya. Aisyah pun pingsan. Dan saat bangun ia dalam kondisi demam dan wajahnya pucat.
Lalu Rasulullah datang. Beliau bertanya, ‘Ada apa dengannya’? ‘Ia demam karena mendengar berita yang beredar’, jawabku. Aisyah duduk dan berkata, ‘Demi Allah, seandainya aku bersumpah dia tak akan membenarkanku. Kalau aku memberikan alasan, tentu ia tak akan menerimanya. Kondisiku saat itu sama seperti kondisi Ya’qub dengan anak-anaknya. Hanyalah Allah tempat mengadu atas apa yang mereka tuduhkan.
Setelah berlalu beberapa hari. Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya untuk membela Aisyah. Nabi mengabarkan tentang ayat Alquran yang turun tersebut kepada Aisyah. Aisyah berkata, ‘Segala puji hanya untuk Allah. Tidak untuk siapapun (Shahih al-Bukhari).
Inilah kisah sang ibu yang menemani dan merekam kejadian-kejadian berat saat putrinya tertimpa ujian besar. Ia berada di sampingnya. Walaupun tak berucap banyak karena tak berani mendahului Allah dan Rasul-Nya. Tapi ia memberi kesan hadir pada putrinya. Agar sang putri yang tengah bersedih karena ujian berat, tengah galau dan bingung, merasakan ibunya tetap berada di sisinya. Hingga jalan keluar itu turun dari langit.
Ummu Ruman tercatat dalam peristiwa paling Bahagia putrinya. Yaitu dinikahi Rasulullah. Dan hadir pula tatkala putrinya mengalami ujian sangat berat dalam rumah tangganya.
Namun, sejarawan berbeda pendapat tentang kapan wafatnya Ummu Ruman. Ada yang menyatakan ia wafat tahun 6 Hijriyah. Dikutip dari buku 'Keistimewaan 62 Muslimah Pilihan', dijelaskan hingga suatu hari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menunjukkan kuburan Ummu Ruman. Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar berkata, “Tatkala aku menunjuk kuburan Ummu Ruman, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, bersabda, ‘Barang siapa ingin melihat seorang perempuan dari kalangan bidadari bermata jelita, hendaklah ia melihat Ummu Ruman.’
Ummu Ruman bukan hanya sebatas mertua dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tapi juga dia adalah sahabat yang ikut serta dalam berjihad. Memiliki hati yang suci dan jiwa yang baik.
Wallahu A'lam
(wid)