Begini Argumen Ulama yang Berpandangan Surga Nabi Adam Ada di Bumi

Senin, 13 Desember 2021 - 05:15 WIB
loading...
A A A
Selanjutnya, Ibnu Katsir juga menuturkan, para ulama tadi juga membantah dalil lainnya. Mereka mengatakan, penyebutan kata “hubuth” (turun) tidak selalu bermakna turun dari langit.

Lihat saja kata yang sama pada firman Allah:

قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلَامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَىٰ أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ ۚ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ

Qīla yā nụḥuhbiṭ bisalāmim minnā wa barakātin 'alaika wa 'alā umamim mim mam ma'ak, wa umamun sanumatti'uhum ṡumma yamassuhum minnā 'ażābun alīm

Difirmankan: "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami". ( QS Hud: 48 ).

Pada ayat ini diterangkan, bahwa ketika air bah telah surut dari muka bumi dan kapal Nabi Nuh telah berlabuh di atas Gunung Judiy, ia diperintahkan untuk turun dengan membawa semua yang ada di kapal tersebut dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan atas mereka semua.

Kata “hubuth” juga disebutkan dalam firman Allah, “Pergilah ke suatu kota, pasti kamu akan memperoleh apa yang kamu minta.” ( QS Al-Baqarah: 61 ), juga pada firman Allah, “Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah.” ( QS Al-Baqarah: 74 ). Dan banyak pula disebutkan dalam hadits ataupun syair, namun tidak berarti turun dari langit.

Lalu para ulama ini melanjutkan, “Kami tidak menyanggah (bahkan setuju) bahwa surga yang ditinggali oleh Adam dan Hawa kala itu lebih tinggi dari rata-rata muka bumi, memiliki pohon, buah, ternaungi, penuh kenikmatan, serta dihiasi kesenangan dan kebahagiaan, sebagaimana difirmankan Allah:

“Sungguh, ada (jaminan) untukmu di sana, engkau tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang.” ( QS Thaha: 118 ), yakni bagian dalammu tidak akan terhina dengan merasa kelaparan dan bagian luarmu tidak akan terhina dengan ketelanjangan, “Dan sungguh, di sana engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa panas matahari.” ( QS Thaha : 119 ), yakni bagian dalammu tidak akan tersentuh dengan panasnya rasa haus dan bagian luarmu tidak akan tersentuh dengan panasnya sinar matahari.

"Karena kesamaan itulah dua kata yang berbeda sifatnya pada kedua ayat tersebut dipersatukan," kata Ibnu Katsir.



Lalu ketika Adam memakan buah dari pohon terlarang maka ia diturunkan ke bumi yang dipenuhi dengan kesengsaraan, keletihan, kerja keras, kesuraman (ketidakbahagiaan), ikhtiar, kesulitan dalam hidup, cobaan, ujian, musibah, berbeda-beda agamanya, perilakunya, pekerjaannya, maksudnya, keinginannya, perkataannya, dan perbuatannya. Sebagaimana firman Allah, “Dan bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.” ( QS Al-Baqarah: 36 ).

Namun demikian, (disebutkannya kata “al-ardh”/bumi) tidak berarti bahwa mereka sebelumnya berada di atas langit. Seperti juga disebutkan pada firman Allah SWT, “Dan setelah itu Kami berfirman kepada Bani Israil, “Tinggallah di bumi ini, tetapi apabila masa berbangkit datang, niscaya Kami kumpulkan kamu dalam keadaan bercampur baur.” ( QS A-Isra: 104 ), dan tentu saja dapat dipastikan bahwa Bani Israil sebelumnya bukan tinggal di langit.

Ibnu Katsir mengatakan pendapat ini sama sekali tidak terkait dan tidak ada hubungannya dengan pendapat mereka yang mengingkari adanya surga dan neraka sekarang ini.

Pasalnya, setiap ulama yang menyatakan pendapat tersebut, baik dari kalangan salaf (ulama terdahulu) ataupun khalaf (ulama kontemporer), mereka sama-sama menegaskan keyakinan adanya surga dan neraka sekarang ini, sebagaimana banyak ditunjukkan dari dalil ayat Al-Qur'an ataupun hadits shahih. Wallahu a'lam bish-shawab.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2746 seconds (0.1#10.140)