Kisah Sufi, Ketika Seorang Darwis Mabuk Kepayang oleh Senyum Putri Raja

Jum'at, 17 Desember 2021 - 07:14 WIB
loading...
Kisah Sufi, Ketika Seorang Darwis Mabuk Kepayang oleh Senyum Putri Raja
Seorang darwis yang akan makan roti, melihat putri raja dan makanan itu pun jatuh ke tanah, sebab ia begitu terpesona. (Foto/Ilustrasi : wallpaper access)
A A A
Idries Shah dalam bukunya berjudul "Tales of The Dervishes" menulis kisah sufi yang menyentuh tentang Darwis dan Putri Raja. Berikut kisahnya.



Alkisah, ada seorang putri raja yang secantik rembulan dan dikagumi semua orang. Pada suatu hari, seorang darwis yang akan makan roti, melihat putri tersebut. Makanan itu pun jatuh ke tanah, sebab ia begitu terpesona sehingga genggamannya lepas.

Ketika putri itu lewat, ia tersenyum kepada Sang Darwis. Tindakannya itu menyebabkannya sawan, rotinya jatuh di tanah dan pikirannya melayang. Dalam keadaan terpesona habis-habisan itu, ia tidak berbuat apa pun selama tujuh tahun. Tidak lama kemudian setelah itu, Sang Darwis luntang-lantung di jalan, tempat anjing-anjing tidur.

Ia menjadi gangguan bagi Sang Putri, dan para pengawalnya pun memutuskan akan membunuh darwis itu.

Tetapi, Sang Putri memanggilnya dan berkata, "Tak mungkin kita berdua hidup bersama. Lagipula, budak-budakku bermaksud membunuhmu; karena itu, pergilah menghilang."

Lelaki nestapa itu menjawab, "Sejak pertama kulihat Tuan Putri, hidup ini tak ada artinya bagiku. Mereka akan membunuhku tanpa alasan. Namun, kumohon jawablah satu pertanyaanku karena Tuan Putrilah yang akan menjadi penyebab kematianku. Mengapa dulu Tuan Putri tersenyum padaku?"

"Kau tolol!" kata Sang Putri, "Ketika kulihat betapa tololnya tingkahmu waktu itu, aku tersenyum kasihan, bukan karena apa-apa."

Dan putri itu pun pergi meninggalkannya.



Dalam "Musyawarah Burung" (Parliament of Birds), Fariduddin Attar membicarakan kesalahpahaman emosi subjektif yang menyebabkan orang percaya bahwa pengalaman tertentu ('senyum Sang Putri') merupakan hadiah istimewa ('kekaguman'), padahal hal itu mungkin berarti sebaliknya ('rasa kasihan').

Banyak orang yang salah mengartikan karena literatur semacam ini memiliki kaidahnya tersendiri, di mana orang-orang itu menganggap bahwa tulisan klasik Sufi adalah tak lain penggambaran teknis tentang keadaan jiwa.

Kisah ini juga telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi. Juga oleh Sapardi Djoko Damono dalam buku Kisah-Kisah Sufi, Kumpulan Kisah Nasehat Para Guru Sufi Selama Seribu Tahun yang Lampau.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2532 seconds (0.1#10.140)