9 Kondisi yang Disunnahkan untuk Berwudhu
loading...
A
A
A
5. Sebelum mandi besar
Sebelum mandi besar, maka kita disunnahkan untuk berwudhu. Mandi besar di sini mencakup mandi junub, mandi karena selesai dari haid, mandi jum’at, mandi sebelum salat ied. Intinya mandi besar, baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan.
Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibunda kita ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau mengatakan:
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila beliau ingin mandi junub (mandi besar) beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya, kemudian setelah itu beliau membersihkan kemaluannya, kemudian setelah itu beliau melakukan wudhu sebagaimana wudhu beliau ketika akan shalat.” (HR. Muslim)
Jelas ini menunjukkan bahwa kita disunahkan untuk berwudhu dahulu sebelum kita mandi besar.
6. Setelah memakan makanan yang dimasak dengan api
Di zaman dulu, sesuatu yang dimasak dengan api, kata-kata ini biasa digunakan untuk menyebut makanan yang yang berasal dari daging. Misalnya makan daging kambing, itu disebut sebagai makanan yang disentuh dengan api karena memang harus disentuh dengan api dulu untuk bisa dimakan. Adapun makanan-makanan yang lain selain daging, tidak biasanya disebut sebagai makanan yang disentuh dengan api.
Maka di sini kita bisa memberikan kesimpulan bahwa kita disunahkan untuk berwudhu ketika kita selesai makan daging. Dan ini dikecualikan -menurut pendapat yang kuat- makan daging unta. Karena setelah makan daging unta, wudhu kita menjadi batal. Sehingga kalau kita ingin shalat setelah itu, maka kita diwajibkan (bukan dianjurkan lagi) untuk berwudhu.
Adapun daging-daging yang lain, maka dianjurkan untuk berwudhu. Hal ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Berwudhulah kalian karena memakan sesuatu yang disentuh oleh api.” (HR. Muslim)
Perintah di sini tidak menunjukkan hukum wajib. Dalilnya adalah hadis ‘Amr bin Umayyah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah mengatakan:
Intinya bahwa sahabat ini pernah melihat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam makan daging domba kemudian ada panggilan shalat dikumandangkan. Dan berdirilah beliau kemudian beliau tinggalkan pisaunya dan shalat tanpa berwudhu lagi. Ini menunjukkan bahwa perintah “berwudhulah kalian dari makanan yang disentuh oleh api” adalah perintah anjuran, bukan perintah yang mewajibkan.
7. Ketika hendak melakukan shalat
Apakah setiap kita akan memulai shalat maka kita disunahkan untuk berwudhu? Jawabannya tidak. Kalau misalnya ada orang melakukan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat atau 23 rakaat, apakah dia disunahkan untuk memperbarui wudhunya di setiap dia akan memulai salatnya? Tentu jawabannya tidak.
Lalu kapan kita disunnahkan memperbarui wudhu ketika akan shalat? Yaitu pada shalat-shalat yang berdiri sendiri dan tidak berkaitan dengan shalat lain. Misalnya ada orang yang akan salat subuh kemudian dia berwudhu. Lalu dia masuk ke masjid untuk shalat tahiyatul masjid atau langsung shalat qabliyah subuh. Setelah shalat qabliyah subuh dia akan shalat subuh setelah itu. Apakah dia disunahkan untuk memperbarui wudhunya karena akan shalat subuh? Jawabannya tidak. Karena shalat qabliyah subuh itu bukan shalat yang berdiri sendiri. Dia berkaitan dengan shalat subuhnya. Sehingga ini dianggap satu rangkaian.
Tapi kalau misalnya shalat subuh selesai lalu dia pulang dan wudhunya masih terjaga. Kemudian datang waktu shalat dhuha, sedangkan shalat dhuha tidak ada kaitannya dengan salat subuh. Maka di sini dia disunahkan untuk berwudhu walaupun belum batal. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu pernah mengatakan:
“Seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku, maka aku akan perintahkan mereka untuk berwudhu di setiap shalatnya.” (HR. Bukhari)
Juga berdasarkan hadis dari Buraidah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah mengatakan:
“Dahulu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu berwudhu di setiap akan salat. Ketika hari pembukaan kota Mekah, di hari itu beliau berwudhu dan mengusap dua khufnya dan beliau shalat beberapa kali dengan satu wudhu.” (HR. Ahmad)
8. Setiap terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu
Hal ini karena ada anjuran untuk menjaga wudhu kita. Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Tidak ada yang terus menjaga wudhunya kecuali dia seorang mukmin yang sejati.” (HR. Ibnu Majah)
Sehingga dari sini kita bisa memahami setiap kita batal wudhu, maka kita disunnahkan untuk berwudhu.
9. Setelah muntah
Kalau kita muntah, maka setelah itu kita disunahkan untuk berwudhu. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Darda Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu.
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah muntah kemudian beliau membatalkan puasanya. Dan setelah itu beliau berwudhu.” (HR. Tirmidzi)
Sebelum mandi besar, maka kita disunnahkan untuk berwudhu. Mandi besar di sini mencakup mandi junub, mandi karena selesai dari haid, mandi jum’at, mandi sebelum salat ied. Intinya mandi besar, baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan.
Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibunda kita ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau mengatakan:
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila beliau ingin mandi junub (mandi besar) beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya, kemudian setelah itu beliau membersihkan kemaluannya, kemudian setelah itu beliau melakukan wudhu sebagaimana wudhu beliau ketika akan shalat.” (HR. Muslim)
Jelas ini menunjukkan bahwa kita disunahkan untuk berwudhu dahulu sebelum kita mandi besar.
6. Setelah memakan makanan yang dimasak dengan api
Di zaman dulu, sesuatu yang dimasak dengan api, kata-kata ini biasa digunakan untuk menyebut makanan yang yang berasal dari daging. Misalnya makan daging kambing, itu disebut sebagai makanan yang disentuh dengan api karena memang harus disentuh dengan api dulu untuk bisa dimakan. Adapun makanan-makanan yang lain selain daging, tidak biasanya disebut sebagai makanan yang disentuh dengan api.
Maka di sini kita bisa memberikan kesimpulan bahwa kita disunahkan untuk berwudhu ketika kita selesai makan daging. Dan ini dikecualikan -menurut pendapat yang kuat- makan daging unta. Karena setelah makan daging unta, wudhu kita menjadi batal. Sehingga kalau kita ingin shalat setelah itu, maka kita diwajibkan (bukan dianjurkan lagi) untuk berwudhu.
Adapun daging-daging yang lain, maka dianjurkan untuk berwudhu. Hal ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
تَوَضَّئُوا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ
“Berwudhulah kalian karena memakan sesuatu yang disentuh oleh api.” (HR. Muslim)
Perintah di sini tidak menunjukkan hukum wajib. Dalilnya adalah hadis ‘Amr bin Umayyah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah mengatakan:
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يَحتز من كتف شاة، فأكل منها، فدعي إلى الصلاة، فقام وطرح السكين، وصلى ولَم يتوضأ
Intinya bahwa sahabat ini pernah melihat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam makan daging domba kemudian ada panggilan shalat dikumandangkan. Dan berdirilah beliau kemudian beliau tinggalkan pisaunya dan shalat tanpa berwudhu lagi. Ini menunjukkan bahwa perintah “berwudhulah kalian dari makanan yang disentuh oleh api” adalah perintah anjuran, bukan perintah yang mewajibkan.
7. Ketika hendak melakukan shalat
Apakah setiap kita akan memulai shalat maka kita disunahkan untuk berwudhu? Jawabannya tidak. Kalau misalnya ada orang melakukan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat atau 23 rakaat, apakah dia disunahkan untuk memperbarui wudhunya di setiap dia akan memulai salatnya? Tentu jawabannya tidak.
Lalu kapan kita disunnahkan memperbarui wudhu ketika akan shalat? Yaitu pada shalat-shalat yang berdiri sendiri dan tidak berkaitan dengan shalat lain. Misalnya ada orang yang akan salat subuh kemudian dia berwudhu. Lalu dia masuk ke masjid untuk shalat tahiyatul masjid atau langsung shalat qabliyah subuh. Setelah shalat qabliyah subuh dia akan shalat subuh setelah itu. Apakah dia disunahkan untuk memperbarui wudhunya karena akan shalat subuh? Jawabannya tidak. Karena shalat qabliyah subuh itu bukan shalat yang berdiri sendiri. Dia berkaitan dengan shalat subuhnya. Sehingga ini dianggap satu rangkaian.
Tapi kalau misalnya shalat subuh selesai lalu dia pulang dan wudhunya masih terjaga. Kemudian datang waktu shalat dhuha, sedangkan shalat dhuha tidak ada kaitannya dengan salat subuh. Maka di sini dia disunahkan untuk berwudhu walaupun belum batal. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu pernah mengatakan:
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالْوُضُوءِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku, maka aku akan perintahkan mereka untuk berwudhu di setiap shalatnya.” (HR. Bukhari)
Juga berdasarkan hadis dari Buraidah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah mengatakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَتَوَضَّأُ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ ، فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ الْفَتْحِ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ ، وَصَلَّى الصَّلَوَاتِ بِوُضُوءٍ وَاحِدٍ
“Dahulu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu berwudhu di setiap akan salat. Ketika hari pembukaan kota Mekah, di hari itu beliau berwudhu dan mengusap dua khufnya dan beliau shalat beberapa kali dengan satu wudhu.” (HR. Ahmad)
8. Setiap terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu
Hal ini karena ada anjuran untuk menjaga wudhu kita. Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
لَا يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ
“Tidak ada yang terus menjaga wudhunya kecuali dia seorang mukmin yang sejati.” (HR. Ibnu Majah)
Sehingga dari sini kita bisa memahami setiap kita batal wudhu, maka kita disunnahkan untuk berwudhu.
9. Setelah muntah
Kalau kita muntah, maka setelah itu kita disunahkan untuk berwudhu. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Darda Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَاءَ فَأَفْطَرَ فَتَوَضَّأَ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah muntah kemudian beliau membatalkan puasanya. Dan setelah itu beliau berwudhu.” (HR. Tirmidzi)