Akhlak Suami, Barometer Kebaikan Rumah Tangganya?
loading...
A
A
A
Para ulama memberikan panduan tentang arah kebenaran dalam kehidupan, termasuk jalan kebaikan dalam rumah tangga . Rumah tangga yang baik akan dipenuhi akhlak karimah dan kelembutan di dalamnya. Sehingga, setiap muslim dalam rumah tangganya haruslah instropeksi jika selama ini rumah tangganya dipenuhi hubungan saling durhaka. Baik antara suami dan istri atau antara anak dan orang tua.
Renungkanlah kondisi rumah tangga setiap muslim. Jika selalu dipenuhi dengan suara keras, lantang, kekasaran, atau teriak-teriak, maka harus muhasabah, cepat perbaiki diri. Atau di rumah tangga kerap ada bentakan, pukulan terhadap anak-anak, ditambah dengan jeritan anak-anakmu, bahkan istri berani mengangkat suara tinggi di hadapan suami, maka hal ini juga sangat tidak baik.
Kondisi itu sangat jauh dari kebaikan. Segeralah mengubah sikap. Perbaiki kondisi rumah dengan akhlak dan kelembutan, penuhi dengan senyuman. Kalau sudah seperti itu, niscaya Allah menebar kebaikan dalam keluarga muslimin .
Bahkan menurut Asy Syaikh Abdul Malik Ar Ramdhani, yang dinukil dari buku Al Mau’izhah Al Hasanah fil Akhlaaqil Hasanah, akhlak itu barometer kebaikan dalam rumah tangga. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.” (H.R. Tirmidzi).
Mungkin sebagian orang bertanya, kenapa Rasulullah menjadikan hubungan seorang kepala keluarga dengan anak istrinya menjadi barometer baiknya seseorang? Penjelasannya adalah watak asli seseorang itu akan lebih ketahuan ketika dia berada di rumahnya. Ini adalah sebuah kaidah yang tidak diragukan lagi.
Seseorang bisa saja berpura-pura berakhlak baik di luar rumah, kemudian bersabar mempertahankan kepura-puraannya itu. Karena interaksi dia di luar rumah itu hanya sedikit saja. Mungkin interaksinya bersama si A cuma setengah jam, bersama si B satu jam, bersama si C bisa jadi lebih atau kurang daripada itu.
Di dalam interaksi yang cuma sebentar itu, dia bisa saja bersandiwara, tampil dengan akhlak yang baik. Mereka menampakkan karakter dan etika yang baik dan menyembunyikan akhlaq mereka yang jelek. Akan tetapi, seseorang tidak akan bisa bersandiwara terus-menerus sepanjang waktunya. Dia pasti akan kembali kepada watak aslinya.
Demikian juga ketika berhubungan dengan orang di luar rumah, karena intensitas bercampurnya tidak terlalu sering, maka orang-orang akan lebih menjaga adab, saling menghormati dan memuliakan. Namun orang yang sudah akrab, maka dia tidak akan malu-malu lagi untuk menunjukkan wataknya yang asli.
Oleh karena itu, ketika seseorang berada di tengah keluarganya, maka dia akan menunjukkan wataknya yang asli. Kalau dia memperlakukan anak istrinya dengan baik, maka itulah karakternya memang baik. Sebaliknya kalau dia memperlakukan anak istrinya dengan buruk, maka itulah wataknya yang sebenarnya. Karena itu, bangunlah rumah tangga dengan akhlak dan kelembutan.
Wallahu a’lam.
Renungkanlah kondisi rumah tangga setiap muslim. Jika selalu dipenuhi dengan suara keras, lantang, kekasaran, atau teriak-teriak, maka harus muhasabah, cepat perbaiki diri. Atau di rumah tangga kerap ada bentakan, pukulan terhadap anak-anak, ditambah dengan jeritan anak-anakmu, bahkan istri berani mengangkat suara tinggi di hadapan suami, maka hal ini juga sangat tidak baik.
Kondisi itu sangat jauh dari kebaikan. Segeralah mengubah sikap. Perbaiki kondisi rumah dengan akhlak dan kelembutan, penuhi dengan senyuman. Kalau sudah seperti itu, niscaya Allah menebar kebaikan dalam keluarga muslimin .
Bahkan menurut Asy Syaikh Abdul Malik Ar Ramdhani, yang dinukil dari buku Al Mau’izhah Al Hasanah fil Akhlaaqil Hasanah, akhlak itu barometer kebaikan dalam rumah tangga. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي”
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.” (H.R. Tirmidzi).
Mungkin sebagian orang bertanya, kenapa Rasulullah menjadikan hubungan seorang kepala keluarga dengan anak istrinya menjadi barometer baiknya seseorang? Penjelasannya adalah watak asli seseorang itu akan lebih ketahuan ketika dia berada di rumahnya. Ini adalah sebuah kaidah yang tidak diragukan lagi.
Seseorang bisa saja berpura-pura berakhlak baik di luar rumah, kemudian bersabar mempertahankan kepura-puraannya itu. Karena interaksi dia di luar rumah itu hanya sedikit saja. Mungkin interaksinya bersama si A cuma setengah jam, bersama si B satu jam, bersama si C bisa jadi lebih atau kurang daripada itu.
Di dalam interaksi yang cuma sebentar itu, dia bisa saja bersandiwara, tampil dengan akhlak yang baik. Mereka menampakkan karakter dan etika yang baik dan menyembunyikan akhlaq mereka yang jelek. Akan tetapi, seseorang tidak akan bisa bersandiwara terus-menerus sepanjang waktunya. Dia pasti akan kembali kepada watak aslinya.
Demikian juga ketika berhubungan dengan orang di luar rumah, karena intensitas bercampurnya tidak terlalu sering, maka orang-orang akan lebih menjaga adab, saling menghormati dan memuliakan. Namun orang yang sudah akrab, maka dia tidak akan malu-malu lagi untuk menunjukkan wataknya yang asli.
Oleh karena itu, ketika seseorang berada di tengah keluarganya, maka dia akan menunjukkan wataknya yang asli. Kalau dia memperlakukan anak istrinya dengan baik, maka itulah karakternya memang baik. Sebaliknya kalau dia memperlakukan anak istrinya dengan buruk, maka itulah wataknya yang sebenarnya. Karena itu, bangunlah rumah tangga dengan akhlak dan kelembutan.
Wallahu a’lam.
(wid)