5 Kebaikan Mencari Nafkah Halal, Nomor 2 Pahalanya Sangat Dahsyat

Selasa, 08 Februari 2022 - 08:32 WIB
loading...
5 Kebaikan Mencari Nafkah Halal, Nomor 2 Pahalanya Sangat Dahsyat
Bekerja membanting tulang mencari nafkah yang halal untuk kebutuhan keluarga merupakan ibadah yang bernilai sangat tinggi. Foto ilustrasi/SINDOnews
A A A
Dalam Islam, bekerja membanting tulang mencari nafkah yang halal untuk kebutuhan keluarga merupakan ibadah yang bernilai sangat tinggi. Allah subhanahu wa ta'ala sangat menghargai kerja keras dan karya nyata seseorang, bahkan ada banyak kebaikan dari rutinitas ikhtiar mencari nafkah halal yang dilakukan para suami ini.

Dalam salah satu hadis, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya (bekerja) sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah.” (HR. Ibnu Majah)



Hadis ini, bisa menjadi pemantik setiap Muslim untuk bersemangat bekerja, karena bekerja merupakan bagian dari kehendak dasar (fitrah) setiap orang. Maksudnya, setiap orang yang normal dan sehat akalnya tentu akan merasa senang bekerja guna memenuhi kebutuhannya, dan merasa ada sesuatu yang hilang bila tidak memiliki pekerjaan.

Ustadz Mubin Amrullah Lc, MSI, Direktur Markaz Tahfidz Daarut Tanziil Bogor Jawa Barat, menjelaskan, setidaknya ada 5 kebaikan yang akan diperoleh bila mencari nafkah halal yang dilakukan setiap hari. Alumni LIPIA Jakarta dan Magister Dirasah Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, merincinya sebagai berikut:

1. Mencari nafkah halal merupakan bentuk ketaatan atas perintah Allah

Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita dalam banyak ayat-Nya untuk berkerja dan bertebaran di muka bumi mencari karunia-Nya, serta memotivasi kita dengan balasan pahala terbaik-Nya ketika kita sanggup dan istiqamah dalam mengupayakan nafkah yang halal.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ

“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya menjelaskan ayat tersebut, beliau menjelaskan, “Maka bepergianlah dari wilayahmu ke tempat mana pun yang kamu inginkan, serta kembalilah menuju wilayahmu dengan segala jenis keuntungan dan perdagangan, dan ketahuilah bahwa usahamu tidak akan membawa manfaat bagimu, kecuali yang Allah subhanahu wata’ala memudahkannya untukmu; karena itulah Allah subhanahu wata’ala berfirman,

وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِ

“Dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.”

Usaha untuk tujuan tersebut tidak meniadakan kepasrahan kepada-Nya, seperti hadis riwayat Imam Ahmad, dari Umar bin al-Khattab, dia mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali pada sore harinya dalam keadaan kenyang.” (Tafsir al-Quran al-’Adzim,Ismail bin Umar bin Katsir, 8/179)

2. Nafkah halal sama nilainya dengan jihad fii sabiilillah

Allah subhanahu wata’ala mengistimewakan hamba-hamba-Nya yang mengikhtiarkan nafkah halal dengan memosisikan mereka dalam barisan para mujahid yang berjihad di jalan Allah.

Ini jelas merupakan bagian dari karunia Allah yang agung bagi segenap hamba pilihan-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan hal tersebut dalam al-Qur'an.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

وَاٰخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ ۙ

“Dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS. Al-Muzammil: 20)

Imam al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya, al-Jaami’ li Ahkamil Quran, menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan,

“Allah subhanahu wata’ala dalam ayat ini menyamakan derajat antara orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan orang-orang yang mencari nafkah halal untuk dirinya dan keluarganya, hal ini merupakan bentuk kebaikan dan karunia-Nya (bagi segenap hamba-Nya).

Maka oleh karena itu, cukuplah ini menjadi bukti bahwa mencari nafkah sama halnya dengan Jihad, karena keduanya sama-sama berada di jalan Allah. (Al-Jami’ li Ahkami al-Quran,Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, 19/55)

Bahkan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu pun pernah mengatakan, “Jika seorang laki-laki membawa suatu barang menuju suatu kota yang berada dalam wilayahnya kaum muslimin dengan disertai kesabaran serta berharap akan karunia Allah, lalu ia menjual barang tersebut dengan harga sebagaimana yang berlaku pada saat itu, maka baginya kedudukan di sisi Allah yang menyamai kedudukannya para syuhada.” (Al-Jami’ li Ahkami al-Quran,Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, 19/56)


3. Nafkah halal akan berbuah pahala sedekah

Seseorang yang mengerahkan segenap upayanya dalam rangka berkerja dan mencari nafkah halal untuk dirinya dan keluarganya, kemudian ia pun bersedekah dengannya untuk fakir miskin serta orang-orang yang membutuhkan. Maka sungguh apa yang telah ia kerjakan tidak akan luput dari pandangan dan rahmat Allah subhanahu wata’ala, serta Allah catatkan itu semua dalam timbangan sedekah terbaiknya.

Sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ، قَالُوْا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ؟ قَالَ فَيَعْمَلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ، قَالُوْا فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَوْ لَمْ يَفْعَلْ؟ قَالَ فَيُعِيْنُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ، قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ، قَالَ فَيَأْمُرُ بِالْخَيْرِ أَوْ قَالَ بِالْمَعْرُوفِ، قَالَ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ، قَالَ فَيُمْسِكُ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَةٌ


“Setiap muslim wajib untuk bersedekah.”

Para sahabat bertanya, “Bagaimana jika ia tidak mendapatkan (sesuatu untuk disedekahkan)?”
Beliau bersabda, “Hendaknya ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia bisa memberi manfaat untuk dirinya, lalu bersedekah.”

Para sahabat kembali bertanya, “Bagaimana jika ia tidak bisa melakukannya?”
Beliau bersabda, “Hendaknya ia menolong orang yang sangat memerlukan bantuan.”

Para sahabat kembali bertanya, “Bagaimana jika ia tidak bisa melakukannya?”
Beliau bersabda, “Hendaknya ia memerintahkan untuk melakukan kebaikan,” atau bersabda: “Menyuruh melakukan yang ma’ruf.”

Para sahabat bertanya, “Bagaimana jika ia tidak dapat melakukannya?”
Beliau bersabda, “Hendaklah ia menahan diri dari kejahatan, karena itu adalah sedekah baginya.’’ (HR. Al-Bukhari No. 6022; HR. Muslim No. 1008)

4. Nafkah halal menjadi sebab diterimanya amal shaleh

Salah satu syarat Allah subhanahu wata’ala mengabulkan doa hamba-hamba-Nya dan menerima setiap amal shaleh yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya adalah Al-Math’am Al-Halal, atau makanan yang halal yang diperoleh dengan cara yang halal.

Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalllam bercerita tentang seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan panjang hingga rambutnya kusut dan berdebu.

Ia menengadahkan tangannya ke langit dan berkata, “Wahai Rabb-ku… Wahai Rabb-ku,” padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dari yang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan? (HR. Muslim No. 1015)

Dalam riwayat lain, Rasulullah pernah menasihati sahabat Saad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anu, beliau bersabda kepada Saad,

يَا سَعْدُ أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ، وَالَّذِيْ نَفْسِ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّ العَبْدَ لَيَقْذِفَ اللًّقْمَةَ الحَرَامَ فِيْ جَوْفِهِ مَا يَتَقَبَّلُ مِنْهُ عَمَلَ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا، وَأَيُّمَا عَبْدٍ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ وَالرِّبَا فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Sa’ad, perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari. Dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari barang haram dan riba, maka neraka lebih layak baginya.” (HR Ath-Thabrani, No. 6495)

5. Nafkah halal menjadi sebab terhadirkannya ampunan dan maghfirah Allah

Syariat Islam mendorong segenap pemeluknya agar bekerja, mencari nafkah halal dan memperoleh hasil dari pekerjaan itu. Kemudian syariat Islam pun telah menggariskan gambaran akan ganjaran-ganjarannya sebagai balasan terbaik atas usaha dan upaya yang dilakukan, dan di antara ganjaran tersebut adalah: Allah subhanahu wata’ala akan mengampuni dosa orang-orang yang bekerja—mengupayakan harta yang halal.

Sebagaimana dalam satu hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ ‌بَاتَ ‌كَالًّا مِنْ طَلَبِ الْحَلالِ بَاتَ مَغْفُورًا لَهُ

“Barang siapa tidur dalam keadaan letih dan lelah dalam mencari rezeki yang halal, maka ia tidur dalam keadaan diampuni dosa-dosanya.” (Al-Jami’ al-Kabir,Jalaluddin as-Suyuti, 8/736)

Itulah lima kebaikan yang akan diperoleh seorang hamba manakala ia sanggup mengupayakan nafkah halal, baik untuk dirinya maupun untuk keluarganya, tentu masih banyak kebaikan-kebaikan lainnya yang menjadi buah dari nafkah halal.



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2213 seconds (0.1#10.140)