Kisah Hijrah Nabi Ya'kub Saat Menghindari Permusuhan dengan Saudara Kembarnya
loading...
A
A
A
Nabi Ya'qub adalah putera dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim, bernama Rifqah binti A'zar. Nabi Ishaq mempunyai anak kembar, yakni Ya'qub dan Ishu. Antara kedua saudara kembar ini saling bersaing dan bersengketa.
Konflik tersebut membuat kalut keluarga Nabi Ishaq. Keduanya tak ada saling asah, asih dan asuh. Ishu mendendam terhadap Ya'qub. Pasalnya, ibunya lebih memanjakan serta mencintai Ya'kub.
Hubungan mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin memburuk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa Ya'qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan. Sedangkan dia tidak diberitahu dan karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya'qub memperoleh berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq.
Ini membuat Ishu dendam. Ia kaku, dingin dan sengit terhadap Ya'kub. Ishu sering mengancam Ya'kub, sehingga suatu hari Ya'qub mengadukan hal itu kepada ayahnya.
Ya'qub berkata mengeluh: "Wahai ayahku! Tolonglah berikan pikiran kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi saudaraku Ishu yang membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehingga hubungan persaudaraan kami berdua renggang dan tegang, tidak ada saling cinta mencintai dan saling sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah memberkati dan mendoakan aku agar aku memperolehi keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur serta kemewahan."
"Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isterinya dari suku Kana'an dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak dalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku pikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan."
Berkata Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing: "Wahai anakku, karena umurku yang sudah lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua. Ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, raut mukaku sudah berkerut dan aku sudah berada di ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khawatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu."
"Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut pikiranku, engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah ke Fadan A'raam di daerah Irak, di mana bapak saudaramu yaitu saudara ibumu, Laban bin Batu'il."
"Engkau dapat dikawinkan kepada salah seorang puterinya. Oleh yang demikian, menjadi kuatlah kedudukan sosialmu, agar disegani dan dihormati orang karena kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat."
"Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa dariku. Semoga Allah memberkati perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram."
Nasihat dan anjuran sang ayah mendapat tempat dalam hati Ya'qub. Melihat dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya dan Ishu, dengan mengikuti saran itu, dia akan dapat bertemu dengan bapak saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya.
Ya'qub segera berkemas-kemas dan membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang sedih. Dia meminta restu kepada ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.
Nabi Ya'qub Tiba di Iraq
Melalui jalan pasir dan sahara yang luas serta panas terik matahari terkadang angin samum yang membakar kulit, Ya'qub melakukan perjalanan seorang diri, menuju ke Fadan A'ram. Ia menuju rumah Paman Laban tinggal.
Dalam perjalanan yang jauh itu, ia sesekali berhenti beristirahat bila merasa letih. Dan dalam salah satu tempat perhentiannya, lalu tertidurlah Ya'qub di bawah sebuah batu karang yang besar.
Dalam tidurnya yang nyenyak, ia mendapat mimpi bahwa ia dikurniakan rezeki yang luas, penghidupan yang aman damai, keluarga dan anak cucu yang soleh dan bakti serta kerajaan yang besar dan makmur.
Terbangunlah Ya'qub dari tidurnya, mengusapkan matanya menoleh ke kanan dan ke kiri dan sadarlah ia bahwa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi namun ia percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari sesuai dengan doa ayahnya yang masih tetap mendengung di telinganya.
Akhirnya, Ya'qub sampai di kota Fadan A'ram. Sesampainya di salah satu persimpangan jalan, dia berhenti sebentar bertanya ke salah seorang penduduk di mana letak rumah saudara ibunya Laban barada.
Laban seorang kaya-raya, pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu. Tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya'qub: "Kebetulan sekali, itulah dia anak perempuan Laban, Rahil, yang akan dapat membawa kamu ke rumah ayahnya".
Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya'qub menghampiri seorang gadis cantik itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya, Ya'qub mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Rifqah ibunya, saudara kandung dari ayah si gadis itu, Laban.
Diterangkan lagi kepada Rahil, tujuannya datang ke Fadam A'raam dari Kan'aan. Mendengar kata-kata Ya'qub yang bertujuan hendak menemui ayahnya, Laban, dan untuk menyampaikan pesan Nabi Ishaq. Maka, dengan senang hati, Rahil mempersilakan Ya'qub mengikutinya balik ke rumah untuk menemui ayahnya, Laban.
Setelah berjumpa, Laban bin Batu'il, menyediakan tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya itu, Ya'qub, yang tiada bedanya dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri. Dengan senang hati Ya'qub tinggal di rumah Laban seperti rumah sendiri.
Menikah dengan 4 Istri
Ya'qub tinggal di Harran cukup lama. Di rumah Laban, Ya’qub tertarik hatinya dengan anak perempuan bungsu Laban yang bernama Rahil (Rachel).
Ya’qub mengutarakan hasratnya dan gayung pun bersambut dengan syarat harus bekerja dengan Laban selama tujuh tahun. Ya’qub menyanggupi. Maka selama 7 tahun Ya'kub bekerja di situ demi bisa memetik buah hatinya.
Tujuh tahun berlalu, hari pernikahan pun ditetapkan. Akan tetapi Laban memberi tahu Ya’qub bahwa adat istiadat di sana tidak boleh seorang adik mendahului nikah sebelum kakaknya. Jadi Ya’qub mesti nikah dengan kakak Rahil dahulu yaitu Laya (Leah).
Laban merencanakan jika Ya’qub mau tetap nikah dengan Rahil maka dia harus bekerja tujuh tahun lagi. Ini pun disanggupi Ya’qub. Ketika itu belum ada larangan menikahi adik beradik dan ini dimasukhkan oleh Kitab Taurat kelak pada zaman Nabi Musa AS.
Bahkan Ya’qub kemudian dihadiahi budak oleh Laya dan Rahil sehingga beliau mempunyai empat orang istri di Harran.
Bertahun-tahun kemudian, Ya’qub memiliki harta kekayaan yang berlimpah di negeri Harran kerena sentiasa berpegang kepada perintah-perintah Allah di manapun beliau berada dan beliau tidak mengikuti kebiasaan penduduk negeri di sekitarnya.
Dalam perjalanannya kemudian, Nabi Ya'kub kembali kepada keluarganya (di Kan'an atau Kana'an) setelah Allah menganugerahinya sepuluh putra dari sepupunya dan istrinya yang lain.
Setelah Ya'qub kembali ke negeri Kan'an (Yabus), Allah menganugerahinya lagi dua putra, Yaitu Yusuf dan Bunyamin. Dengan demikian, jumlah putranya menjadi dua belas orang.
Allah menyebut 12 putra Nabi Ya'kub dengan sebutan asbat (keturunan Ya’qub) dalam Al-Quran. Dari Rahil lahirlah Nabi Yusuf AS dan Bunyamin. Dan dari Laya lahirlah Rubil, Syam’un, Lawi, Yahuda, Isakhar dan Zabilon.
Dari budak milik Rahil lahir Dan dan Naftali, dan dari budak milik Laya lahir Jad dan Asyir. Nabi Ya’qub juga mempunyai seorang anak perempuan bernama Dinah.
Keluarga yang besar dan harta yang banyak yang dimiliki Nabi Ya’qub AS adalah berkat doa ayahanda baginda Nabi Ishaq AS sebelum Nabi Ya'kub melarikan diri ke Harran.
Di tempat itulah dia menyempurnakan risalah ayahnya, Ishaq, dan kakeknya, Ibrahim, untuk menyeru pada ajaran Allah.
Sulit Punya Anak
Dalam hal keturunan, Nabi Ya'kub memang berbeda dengan ayahnya, Nabi Ishaq. Cobaan Nabi Ishaq amatlah mirip dengan ayahandanya, Nabi Ibrahim AS/ Nabi Ibrahim dikaruniai anak dari istrinya, Siti Sarah, pada saat usianya hampir 100 tahun. Ishaq lahir ketika ayah bundanya sudah renta. Rupanya, cobaan yang sama juga menimpa Nabi Ishaq.
Pada usia 40 tahun, Nabi Ishaq menikah dengan Rifqah binti A'zar. Namun ternyata ujian yang pernah menimpa ayah bundanya, dialami pula oleh Nabi Ishaq. Istrinya, Rifqah, mandul.
Nabi Ishaq pantang putus asa. Beliau terus saja berdoa kepada Allah. Ia lahir berkat keajaiban dari-Nya. Maka bukan hal mustahil bagi Allah untuk memberi kembali keajaiban tersebut. Nabi Ishaq dan istrinya terus berdoa dengan harapan dan tawakal yang kuat.
Setelah penantian panjang, keajaiban itu pun datang. Rifqah hamil dan ternyata Allah memberinya anak kembar. Anak itu adalah ‘Iish atau ‘Ishu dan Ya’qub. Disebut Ya’qub karena ia lahir dalam keadaan memegang tumit saudaranya.
Betapa bahagianya Nabi Ishaq. Ia dianugerahi dua orang putra di usianya yang telah senja.
Ishu adalah nenek moyang bangsa Romawi. Sedangkan saudaranya, Ya’qub, iangkat Allah menjadi seorang rasul. Ia juga disebut Israil, karena Nabi Ya’qub sering kali melakukan perjalanan di malam hari.
Nabi Ya’qub as termasuk yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai, al-Karim ibnu al-Karim ibnu al-Karim ibnu al-Karim (HR al-Bukhari) ketika memuji keturunan Nabi Yusuf AS.
Karena keempat-empat nama tersebut adalah silsilah empat orang nabi yang tidak terputus. Yang Mulia anak Yang Mulia anak Yang Mulia anak Yang Mulia, Yusuf anak Ya’qub anak Ishaq anak Ibrahim as.
Konflik tersebut membuat kalut keluarga Nabi Ishaq. Keduanya tak ada saling asah, asih dan asuh. Ishu mendendam terhadap Ya'qub. Pasalnya, ibunya lebih memanjakan serta mencintai Ya'kub.
Hubungan mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin memburuk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa Ya'qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan. Sedangkan dia tidak diberitahu dan karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya'qub memperoleh berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq.
Ini membuat Ishu dendam. Ia kaku, dingin dan sengit terhadap Ya'kub. Ishu sering mengancam Ya'kub, sehingga suatu hari Ya'qub mengadukan hal itu kepada ayahnya.
Ya'qub berkata mengeluh: "Wahai ayahku! Tolonglah berikan pikiran kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi saudaraku Ishu yang membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehingga hubungan persaudaraan kami berdua renggang dan tegang, tidak ada saling cinta mencintai dan saling sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah memberkati dan mendoakan aku agar aku memperolehi keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur serta kemewahan."
"Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isterinya dari suku Kana'an dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak dalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku pikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan."
Berkata Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing: "Wahai anakku, karena umurku yang sudah lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua. Ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, raut mukaku sudah berkerut dan aku sudah berada di ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khawatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu."
"Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut pikiranku, engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah ke Fadan A'raam di daerah Irak, di mana bapak saudaramu yaitu saudara ibumu, Laban bin Batu'il."
"Engkau dapat dikawinkan kepada salah seorang puterinya. Oleh yang demikian, menjadi kuatlah kedudukan sosialmu, agar disegani dan dihormati orang karena kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat."
"Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa dariku. Semoga Allah memberkati perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram."
Nasihat dan anjuran sang ayah mendapat tempat dalam hati Ya'qub. Melihat dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya dan Ishu, dengan mengikuti saran itu, dia akan dapat bertemu dengan bapak saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya.
Ya'qub segera berkemas-kemas dan membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang sedih. Dia meminta restu kepada ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.
Nabi Ya'qub Tiba di Iraq
Melalui jalan pasir dan sahara yang luas serta panas terik matahari terkadang angin samum yang membakar kulit, Ya'qub melakukan perjalanan seorang diri, menuju ke Fadan A'ram. Ia menuju rumah Paman Laban tinggal.
Dalam perjalanan yang jauh itu, ia sesekali berhenti beristirahat bila merasa letih. Dan dalam salah satu tempat perhentiannya, lalu tertidurlah Ya'qub di bawah sebuah batu karang yang besar.
Dalam tidurnya yang nyenyak, ia mendapat mimpi bahwa ia dikurniakan rezeki yang luas, penghidupan yang aman damai, keluarga dan anak cucu yang soleh dan bakti serta kerajaan yang besar dan makmur.
Terbangunlah Ya'qub dari tidurnya, mengusapkan matanya menoleh ke kanan dan ke kiri dan sadarlah ia bahwa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi namun ia percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari sesuai dengan doa ayahnya yang masih tetap mendengung di telinganya.
Akhirnya, Ya'qub sampai di kota Fadan A'ram. Sesampainya di salah satu persimpangan jalan, dia berhenti sebentar bertanya ke salah seorang penduduk di mana letak rumah saudara ibunya Laban barada.
Laban seorang kaya-raya, pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu. Tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya'qub: "Kebetulan sekali, itulah dia anak perempuan Laban, Rahil, yang akan dapat membawa kamu ke rumah ayahnya".
Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya'qub menghampiri seorang gadis cantik itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya, Ya'qub mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Rifqah ibunya, saudara kandung dari ayah si gadis itu, Laban.
Diterangkan lagi kepada Rahil, tujuannya datang ke Fadam A'raam dari Kan'aan. Mendengar kata-kata Ya'qub yang bertujuan hendak menemui ayahnya, Laban, dan untuk menyampaikan pesan Nabi Ishaq. Maka, dengan senang hati, Rahil mempersilakan Ya'qub mengikutinya balik ke rumah untuk menemui ayahnya, Laban.
Setelah berjumpa, Laban bin Batu'il, menyediakan tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya itu, Ya'qub, yang tiada bedanya dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri. Dengan senang hati Ya'qub tinggal di rumah Laban seperti rumah sendiri.
Menikah dengan 4 Istri
Ya'qub tinggal di Harran cukup lama. Di rumah Laban, Ya’qub tertarik hatinya dengan anak perempuan bungsu Laban yang bernama Rahil (Rachel).
Ya’qub mengutarakan hasratnya dan gayung pun bersambut dengan syarat harus bekerja dengan Laban selama tujuh tahun. Ya’qub menyanggupi. Maka selama 7 tahun Ya'kub bekerja di situ demi bisa memetik buah hatinya.
Tujuh tahun berlalu, hari pernikahan pun ditetapkan. Akan tetapi Laban memberi tahu Ya’qub bahwa adat istiadat di sana tidak boleh seorang adik mendahului nikah sebelum kakaknya. Jadi Ya’qub mesti nikah dengan kakak Rahil dahulu yaitu Laya (Leah).
Laban merencanakan jika Ya’qub mau tetap nikah dengan Rahil maka dia harus bekerja tujuh tahun lagi. Ini pun disanggupi Ya’qub. Ketika itu belum ada larangan menikahi adik beradik dan ini dimasukhkan oleh Kitab Taurat kelak pada zaman Nabi Musa AS.
Bahkan Ya’qub kemudian dihadiahi budak oleh Laya dan Rahil sehingga beliau mempunyai empat orang istri di Harran.
Bertahun-tahun kemudian, Ya’qub memiliki harta kekayaan yang berlimpah di negeri Harran kerena sentiasa berpegang kepada perintah-perintah Allah di manapun beliau berada dan beliau tidak mengikuti kebiasaan penduduk negeri di sekitarnya.
Dalam perjalanannya kemudian, Nabi Ya'kub kembali kepada keluarganya (di Kan'an atau Kana'an) setelah Allah menganugerahinya sepuluh putra dari sepupunya dan istrinya yang lain.
Setelah Ya'qub kembali ke negeri Kan'an (Yabus), Allah menganugerahinya lagi dua putra, Yaitu Yusuf dan Bunyamin. Dengan demikian, jumlah putranya menjadi dua belas orang.
Allah menyebut 12 putra Nabi Ya'kub dengan sebutan asbat (keturunan Ya’qub) dalam Al-Quran. Dari Rahil lahirlah Nabi Yusuf AS dan Bunyamin. Dan dari Laya lahirlah Rubil, Syam’un, Lawi, Yahuda, Isakhar dan Zabilon.
Dari budak milik Rahil lahir Dan dan Naftali, dan dari budak milik Laya lahir Jad dan Asyir. Nabi Ya’qub juga mempunyai seorang anak perempuan bernama Dinah.
Keluarga yang besar dan harta yang banyak yang dimiliki Nabi Ya’qub AS adalah berkat doa ayahanda baginda Nabi Ishaq AS sebelum Nabi Ya'kub melarikan diri ke Harran.
Di tempat itulah dia menyempurnakan risalah ayahnya, Ishaq, dan kakeknya, Ibrahim, untuk menyeru pada ajaran Allah.
Sulit Punya Anak
Dalam hal keturunan, Nabi Ya'kub memang berbeda dengan ayahnya, Nabi Ishaq. Cobaan Nabi Ishaq amatlah mirip dengan ayahandanya, Nabi Ibrahim AS/ Nabi Ibrahim dikaruniai anak dari istrinya, Siti Sarah, pada saat usianya hampir 100 tahun. Ishaq lahir ketika ayah bundanya sudah renta. Rupanya, cobaan yang sama juga menimpa Nabi Ishaq.
Pada usia 40 tahun, Nabi Ishaq menikah dengan Rifqah binti A'zar. Namun ternyata ujian yang pernah menimpa ayah bundanya, dialami pula oleh Nabi Ishaq. Istrinya, Rifqah, mandul.
Nabi Ishaq pantang putus asa. Beliau terus saja berdoa kepada Allah. Ia lahir berkat keajaiban dari-Nya. Maka bukan hal mustahil bagi Allah untuk memberi kembali keajaiban tersebut. Nabi Ishaq dan istrinya terus berdoa dengan harapan dan tawakal yang kuat.
Setelah penantian panjang, keajaiban itu pun datang. Rifqah hamil dan ternyata Allah memberinya anak kembar. Anak itu adalah ‘Iish atau ‘Ishu dan Ya’qub. Disebut Ya’qub karena ia lahir dalam keadaan memegang tumit saudaranya.
Betapa bahagianya Nabi Ishaq. Ia dianugerahi dua orang putra di usianya yang telah senja.
Ishu adalah nenek moyang bangsa Romawi. Sedangkan saudaranya, Ya’qub, iangkat Allah menjadi seorang rasul. Ia juga disebut Israil, karena Nabi Ya’qub sering kali melakukan perjalanan di malam hari.
Nabi Ya’qub as termasuk yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai, al-Karim ibnu al-Karim ibnu al-Karim ibnu al-Karim (HR al-Bukhari) ketika memuji keturunan Nabi Yusuf AS.
Karena keempat-empat nama tersebut adalah silsilah empat orang nabi yang tidak terputus. Yang Mulia anak Yang Mulia anak Yang Mulia anak Yang Mulia, Yusuf anak Ya’qub anak Ishaq anak Ibrahim as.
(mhy)