Kisah Perjuangan Kader-Kader Abbasiyah, Ada yang Dimutilasi Lalu Disalib
loading...
A
A
A
Bani Abbasiyah menjalani perjuangan amat panjang untuk membangun kekhalifahan. Pada saat Dinasti Umayyah sangat kuat, gerakan bawah tanah Bani Abbasiyah seringkali terbongkar. Tak sedikit kader mereka yang tertangkap, lalu dipotong tangan dan kakinya kemudian disalib.
Syaikh Muhammad Al-Khudari dalam bukunya yang berjudul "Ad-Daulah Al-Abbasiyyah" mengatakan peletak dasar ide kekhalifahan Dinasti Abbasiyah adalah Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib (62-125 H). Beliau adalah ayahanda dari Ibrahim Al-Imam, Abul Abbas As-Saffah, dan Abu Jafar Al-Manshur, yang merupakan perintis Bani Abbasiyah.
Gerakan mereka ini sangat rapi dan sangat terukur. Mereka antara lain membentuk jaringan organisasi dakwah yang sangat rahasia. Memang sih, pembentukan jaringan organisasi ini dimulai ketika Ali bin Abdullah bin Abbas masih hidup. Namun gerakan ini mulai efektif bergerak pada masa Muhammad bin Ali.
Jaringan organisasi ini terdiri dari para juru dakwah dan tokoh-tokoh penting. Organisasi dakwah ini memiliki dua markas kegiatan di Kufah dan Khurasan.
Kufah sebagai pusat komunikasi, yang dipimpin oleh Maisarah, loyalis Ali bin Abdullah. Sedangkan di Khurasan dipimpin oleh Muhammad bin Khunais dan Abu Ikrimah As-Siraj. Khurasan merupakan medan dakwah yang sesungguhnya. Di sini 12 anggota.
Dipilih juga sebanyak 70 orang sebagai juru dakwah atas perintah mereka. Muhammad bin Ali menulis surat kepada mereka agar menjadi suri teladan yang bisa dicontoh.
Para juru dakwah ini senantiasa melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mulai dari permulaan abad kedua Hijriyah hingga tahun 132 H. Tepatnya tahun dimana kesuksesan telah diraih dengan dibaiatnya Abul Abbas As-Saffah sebagai khalifah.
Periode ini terbagi dalam dua kategori: periode dakwah murni dan periode penggunaan unsur kekerasan dalam berdakwah.
Periode dakwah pertama ini berlangsung ketika pemerintahan Dinasti Umayyah masih kuat dan belum terbagi-bagi dalam kekuasaan masing-masing kelompok dan fanatisme di antara tentara dalam pemerintahan di Khurasan belum begitu kuat. Periode ini berlangsung kurang lebih 27 tahun yakni pada 100 H sampai 127 H.
Kala itu, para juru dakwah berkelana ke seluruh penjuru Khurasan dengan memperlihatkan diri sebagai para saudagar dan menyembunyikan identitas mereka sebagai juru dakwah.
Mereka memanfaatkan kesempatan dan kemudian menyampaikan misi mereka kepada orang atau juru dakwah yang berada di Kufah, yang kemudian melanjutkannya ke Hamimah atau ke Mekkah pada saat umat Islam berkumpul untuk menunaikan ibadah haji.
Perkumpulan tersebut merupakan sarana yang efektif untuk menyembunyikan jati diri mereka sebagai juru dakwah. Dengan alasan, apabila mereka memberangkatkan kafilah-kafilah dari Khurasan, mereka pergi dengan alasan menunaikan ibadah haji.
Muhammad bin Ali yang menetap di Hamimah memiliki nilai strategis dan faktor lain yang menyebabkan terorganisirnya komunikasi secara sistematis tanpa diketahui pihak berwenang.
Kerahasiaan organisasi mereka mulai terbongkar di Khurasan tahun 102 H. Seorang warga Tamim menghadap kepada walikota Khurasan, Said bin Abdul Aziz bin Al-Harits bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash, yang lebih dikenal dengan sebutan Said Khadzinah, seraya berkata, “Sesungguhnya di tempat ini terdapat suatu kaum, yang mempropagandakan perkataan yang tidak baik”.
Kemudian Said mengirimkan pasukannya untuk menangkap dan menghadapkan mereka kepadanya. Lalu Said bertanya kepada mereka, “Siapakah kalian?”
Mereka menjawab, “Sekelompok saudagar.”
Said berkata, “Lalu benarkah yang dikatakannya tentang kalian?”
Mereka menjawab, “Kami tidak tahu”
Syaikh Muhammad Al-Khudari dalam bukunya yang berjudul "Ad-Daulah Al-Abbasiyyah" mengatakan peletak dasar ide kekhalifahan Dinasti Abbasiyah adalah Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib (62-125 H). Beliau adalah ayahanda dari Ibrahim Al-Imam, Abul Abbas As-Saffah, dan Abu Jafar Al-Manshur, yang merupakan perintis Bani Abbasiyah.
Gerakan mereka ini sangat rapi dan sangat terukur. Mereka antara lain membentuk jaringan organisasi dakwah yang sangat rahasia. Memang sih, pembentukan jaringan organisasi ini dimulai ketika Ali bin Abdullah bin Abbas masih hidup. Namun gerakan ini mulai efektif bergerak pada masa Muhammad bin Ali.
Jaringan organisasi ini terdiri dari para juru dakwah dan tokoh-tokoh penting. Organisasi dakwah ini memiliki dua markas kegiatan di Kufah dan Khurasan.
Kufah sebagai pusat komunikasi, yang dipimpin oleh Maisarah, loyalis Ali bin Abdullah. Sedangkan di Khurasan dipimpin oleh Muhammad bin Khunais dan Abu Ikrimah As-Siraj. Khurasan merupakan medan dakwah yang sesungguhnya. Di sini 12 anggota.
Dipilih juga sebanyak 70 orang sebagai juru dakwah atas perintah mereka. Muhammad bin Ali menulis surat kepada mereka agar menjadi suri teladan yang bisa dicontoh.
Para juru dakwah ini senantiasa melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mulai dari permulaan abad kedua Hijriyah hingga tahun 132 H. Tepatnya tahun dimana kesuksesan telah diraih dengan dibaiatnya Abul Abbas As-Saffah sebagai khalifah.
Periode ini terbagi dalam dua kategori: periode dakwah murni dan periode penggunaan unsur kekerasan dalam berdakwah.
Periode dakwah pertama ini berlangsung ketika pemerintahan Dinasti Umayyah masih kuat dan belum terbagi-bagi dalam kekuasaan masing-masing kelompok dan fanatisme di antara tentara dalam pemerintahan di Khurasan belum begitu kuat. Periode ini berlangsung kurang lebih 27 tahun yakni pada 100 H sampai 127 H.
Kala itu, para juru dakwah berkelana ke seluruh penjuru Khurasan dengan memperlihatkan diri sebagai para saudagar dan menyembunyikan identitas mereka sebagai juru dakwah.
Mereka memanfaatkan kesempatan dan kemudian menyampaikan misi mereka kepada orang atau juru dakwah yang berada di Kufah, yang kemudian melanjutkannya ke Hamimah atau ke Mekkah pada saat umat Islam berkumpul untuk menunaikan ibadah haji.
Perkumpulan tersebut merupakan sarana yang efektif untuk menyembunyikan jati diri mereka sebagai juru dakwah. Dengan alasan, apabila mereka memberangkatkan kafilah-kafilah dari Khurasan, mereka pergi dengan alasan menunaikan ibadah haji.
Muhammad bin Ali yang menetap di Hamimah memiliki nilai strategis dan faktor lain yang menyebabkan terorganisirnya komunikasi secara sistematis tanpa diketahui pihak berwenang.
Kerahasiaan organisasi mereka mulai terbongkar di Khurasan tahun 102 H. Seorang warga Tamim menghadap kepada walikota Khurasan, Said bin Abdul Aziz bin Al-Harits bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash, yang lebih dikenal dengan sebutan Said Khadzinah, seraya berkata, “Sesungguhnya di tempat ini terdapat suatu kaum, yang mempropagandakan perkataan yang tidak baik”.
Kemudian Said mengirimkan pasukannya untuk menangkap dan menghadapkan mereka kepadanya. Lalu Said bertanya kepada mereka, “Siapakah kalian?”
Mereka menjawab, “Sekelompok saudagar.”
Said berkata, “Lalu benarkah yang dikatakannya tentang kalian?”
Mereka menjawab, “Kami tidak tahu”