Sholat Tarawih 23 atau 11 Rakaat? Ibnu Taimiyah: Semuanya Baik
loading...
A
A
A
Syaikhul Islam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah tidak mempersoalkan jumlah rakaat dalam sholat tarawih . Boleh sholat tarawih 20 rakaat sebagaimana yang mashur dalam madzhab Ahmad dan Syafi’i . Boleh sholat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam madzhab Malik. Boleh sholat 11 rakaat, 13 rakaat.
"Semuanya baik. Jadi banyaknya rakaat atau’ sedikitnya tergantung lamanya bacaan dan pendeknya,” ujar Ibnu Taimiyah dalam kitabnya "Majmu’ Al Fatawa".
Menurut beliau, yang paling utama itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang sholat. Jika mereka kuat 10 rakaat ditambah witir 3 rakaat sebagaimana yang diperbuat oleh Rasul SAW di Ramadhan dan di luar Ramadhan maka ini yang lebih utama.
Kalau mereka kuat 20 rakaat, maka itu afdhal dan inilah yang dikerjakan oleh kebanyakan kaum muslimin, karena ia adalah pertengahan antara 10 dan 40.
Ibnu Taimiyah juga mengatakan dan jika ia sholat dengan 40 rakaat, maka boleh, atau yang lainnya juga boleh. Tidak dimaksudkan sedikitpun dari hal itu, maka barangsiapa menyangka, bahwa qiyam Ramadhan itu terdiri dari bilangan tertentu, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, maka ia telah salah.”
Sebagian salaf sholat tarawih 36 rakaat ditambah witir 3 rakaat. Sebagian lagi sholat 41 rakaat. Semua itu dikisahkan dari mereka oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dan ulama lainnya. Sebagaimana beliau juga menyebutkan, bahwa masalah ini adalah luas (tidak sempit).
Beliau juga menyebutkan, bahwa yang afdhal bagi orang yang memanjangkan bacaan, ruku, sujud, ialah menyedikitkan bilangan rakaat(nya). Dan bagi yang meringankan bacaan, ruku’ dan sujud (yang afdhal) ialah menambah rakaat(nya).
Ini adalah makna ucapan beliau. Barangsiapa merenungkan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pasti mengetahui, bahwa yang paling afdhal dari semuanya itu ialah 11 rakaat atau 13 rakaat. Di Ramadhan atau di luar Ramadhan. Karena hal itu yang sesuai dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kebiasaannya. Juga karena lebih ringan bagi jamaah. Lebih dekat kepada khusyu’ dan tuma’ninah. Namun, barangsiapa menambah (rakaat), maka tidak mengapa dan tidak makruh,seperti yang telah lalu.”
Bertentangan dengan Dalil
Sementara itu, Imam Abdul Aziz Ibn Bazz mengatakan: “Di antara perkara yang terkadang samar bagi sebagian orang adalah sholat tarawih. Sebagian mereka mengira, bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 raka’at. Sebagian lain mengira, bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 raka’at atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, bahkan salah; bertentangan dengan dalil.
Hadis-hadis shahih dari Rasulullah SAW telah menunjukkan, bahwa sholat malam itu adalah muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku. yang tidak boleh dilanggar. Bahkan telah sahih dari Nabi, bahwa beliau shalat malam 11 rakaat, terkadang 13 rakaat, terkadang lebih sedikit dari itu di Ramadhan maupun di luar Ramadhan.
Ketika ditanya tentang sifat sholat malam, beliau menjelaskan: “dua rakaat-dua rakaat, apabila salah seorang kamu khawatir subuh, maka sholatlah satu rakaat witir, menutup salat yang ia kerjakan.” [HR Bukhari Muslim]
Beliau tidak membatasi dengan rakaat-rakaat tertentu, tidak di Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Karena itu, para sahabat Radhiyallahu anhum pada masa Umar Radhiyallahu anhu di sebagian waktu sholat 23 rakaat dan pada waktu yang lain 11 rakaat. Semua itu shahih dari Umar Radhiyallahu anhu dan para sahabat Radhiyallahu anhum pada zamannya.
Sholat Nafilah
Hamzah Al Sanuwi Lc, M.Ag dalam tulisannya berjudul "Shalat Tarawih Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dan Salafush Shalih" menjelaskan sholat tarawih adalah bagian dari sholat nafilah (tathawwu’). Mengerjakannya disunnahkan secara berjamaah pada bulan Ramadhan, dan sunnah muakkadah. Disebut tarawih, karena setiap selesai dari empat rakaat, para jama’ah duduk untuk istirahat. Tarawih adalah bentuk jama’ dari tarwihah.
Tarawih menurut bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai dari empat raka’at disebut tarwihah; karena dengan duduk itu, orang-orang bisa istirahat dari lamanya melaksanakan qiyam Ramadhan. Bahkan para salaf bertumpu pada tongkat, karena terlalu lamanya berdiri.
"Dari situ,kemudian setiap empat rakaat, disebut tarwihah, dan kesemuanya disebut tarawih secara majaz," jelasnya.
Berbeda dengan ibadah puasa, ibadah tarawih membuka berbagai perbedaan cara (kaifiyah) di antara berbagai golongan umat Islam yang ada.
Imam mazhab seperti Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal misalnya melakukan sholat tarawih dengan 20 rakaat dengan satu witir. Sementara itu Imam Malik melakukan 36 rakaat dengan ditutup salat witir.
Belasan Pendapat
Menurut Abu Hamzah Al Sanuwi, mengenai masalah bilangan rekaat dalam shalat tarawih, di antara para ulama salaf memang terdapat perselisihan yang cukup banyak (variasinya) hingga mencapai belasan pendapat.
Pertama, 11 rakaat (8 + 3 witir), riwayat Malik dan Said bin Manshur.
Kedua, 13 rakaat (2 rakaat ringan + 8 + 3 witir), riwayat Ibnu Nashr dan Ibnu Ishaq, atau (8 + 3 + 2), atau (8 + 5) menurut riwayat Muslim.
Ketiga, 19 rakaat (16 + 3).
Keempat, 21 rakaat (20 + 1), riwayat Abdurrazzaq.
Kelima, 23 tiga rakaat (20 + 3), riwayat Malik, Ibn Nashr dan Al Baihaqi. Demikian ini adalah madzhab Abu Hanifah, Syafi’i, Ats Tsauri, Ahmad, Abu Daud dan Ibnul Mubarak.
Keenam, 29 rakaat (28 +1).
Ketujuh, 39 rakaat (36 +3), Madzhab Maliki, atau (38 + 1).
Kedelapan, 41 rakaat (38 +3), riwayat Ibn Nashr dari persaksian Shalih Mawla Al Tau’amah tentang salatnya penduduk Madinah, atau (36at (40 +9); 40 tanpa witir adalah riwayat dari Al Aswad Ibn Yazid.
Kesepuluh, 34 rakaat tanpa witir (di Basrah, Iraq).
Kesebelas, 24 rakaat tanpa witir (dari Said Ibn Jubair).
Keduabelas, 16 rakaat tanpa witir.
Abu Hamzah mengatakan Rasulullah SAW telah melakukan dan memimpin sholat tarawih, terdiri dari 11 raka’at (8 +3). Dalilnya sebagai berikut.
1. Hadits Aisyah Radhiyallahu anhuma : ia ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman tentang qiyamul lailnya Rasul pada bulan Ramadhan, ia menjawab:
إنَّهُ كَانَ لاَ يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ
“Sesungguhnya beliau tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau pada bulan lainnya. lebih dari sebelas raka’at. [HR Bukhari, Muslim]
Ibn Hajar berkata, “Jelas sekali, bahwa hadis ini menunjukkan sholatnya Rasul (adalah) sama semua di sepanjang tahun.”
2. Hadis Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu ia berkata: “Rasulullah SAW salat dengan kami pada bulan Ramadhan 8 rakaat dan witir.
Ketika malam berikutnya, kami berkumpul di masjid dengan harapan beliau salat dengan kami. Maka kami terus berada di masjid hingga pagi, kemudian kami masuk bertanya, “Ya Rasulullah, tadi malam kami berkumpul di masjid, berharap anda salat bersama kami,” maka beliau bersabda, “Sesungguhnya aku khawatir diwajibkan atas kalian. “[HR Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah, dihasankan oleh Al Albani. ShalatAt Tarawih, 18; Fath Al Aziz 4/265]
3. Pengakuan Nabi SAW tentang 8 raka’at dan 3 witir. Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah, lalu berkata,”Ya Rasulullah, ada sesuatu yang saya kerjakan tadi malam (Ramadhan).
Beliau bertanya, ”Apa itu, wahai Ubay?” Ia menjawab,”Para wanita di rumahku berkata, ’Sesungguhnya kami ini tidak membaca Al-Qur’an. Bagaimana kalau kami sholat dengan sholatmu?’
Ia berkata, ”Maka saya sholat dengan mereka 8 rakaat dan witir. Maka hal itu menjadi sunnah yang diridhai. Beliau SAW tidak mengatakan apa-apa.”[HR Abu Ya’la, Thabrani dan Ibn Nashr, dihasankan oleh Al Haitsami dan Al Albani. Lihat Shalat At-Tarawih, 68].
"Semuanya baik. Jadi banyaknya rakaat atau’ sedikitnya tergantung lamanya bacaan dan pendeknya,” ujar Ibnu Taimiyah dalam kitabnya "Majmu’ Al Fatawa".
Menurut beliau, yang paling utama itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang sholat. Jika mereka kuat 10 rakaat ditambah witir 3 rakaat sebagaimana yang diperbuat oleh Rasul SAW di Ramadhan dan di luar Ramadhan maka ini yang lebih utama.
Kalau mereka kuat 20 rakaat, maka itu afdhal dan inilah yang dikerjakan oleh kebanyakan kaum muslimin, karena ia adalah pertengahan antara 10 dan 40.
Ibnu Taimiyah juga mengatakan dan jika ia sholat dengan 40 rakaat, maka boleh, atau yang lainnya juga boleh. Tidak dimaksudkan sedikitpun dari hal itu, maka barangsiapa menyangka, bahwa qiyam Ramadhan itu terdiri dari bilangan tertentu, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, maka ia telah salah.”
Sebagian salaf sholat tarawih 36 rakaat ditambah witir 3 rakaat. Sebagian lagi sholat 41 rakaat. Semua itu dikisahkan dari mereka oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dan ulama lainnya. Sebagaimana beliau juga menyebutkan, bahwa masalah ini adalah luas (tidak sempit).
Beliau juga menyebutkan, bahwa yang afdhal bagi orang yang memanjangkan bacaan, ruku, sujud, ialah menyedikitkan bilangan rakaat(nya). Dan bagi yang meringankan bacaan, ruku’ dan sujud (yang afdhal) ialah menambah rakaat(nya).
Ini adalah makna ucapan beliau. Barangsiapa merenungkan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pasti mengetahui, bahwa yang paling afdhal dari semuanya itu ialah 11 rakaat atau 13 rakaat. Di Ramadhan atau di luar Ramadhan. Karena hal itu yang sesuai dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kebiasaannya. Juga karena lebih ringan bagi jamaah. Lebih dekat kepada khusyu’ dan tuma’ninah. Namun, barangsiapa menambah (rakaat), maka tidak mengapa dan tidak makruh,seperti yang telah lalu.”
Bertentangan dengan Dalil
Sementara itu, Imam Abdul Aziz Ibn Bazz mengatakan: “Di antara perkara yang terkadang samar bagi sebagian orang adalah sholat tarawih. Sebagian mereka mengira, bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 raka’at. Sebagian lain mengira, bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 raka’at atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, bahkan salah; bertentangan dengan dalil.
Hadis-hadis shahih dari Rasulullah SAW telah menunjukkan, bahwa sholat malam itu adalah muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku. yang tidak boleh dilanggar. Bahkan telah sahih dari Nabi, bahwa beliau shalat malam 11 rakaat, terkadang 13 rakaat, terkadang lebih sedikit dari itu di Ramadhan maupun di luar Ramadhan.
Ketika ditanya tentang sifat sholat malam, beliau menjelaskan: “dua rakaat-dua rakaat, apabila salah seorang kamu khawatir subuh, maka sholatlah satu rakaat witir, menutup salat yang ia kerjakan.” [HR Bukhari Muslim]
Beliau tidak membatasi dengan rakaat-rakaat tertentu, tidak di Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Karena itu, para sahabat Radhiyallahu anhum pada masa Umar Radhiyallahu anhu di sebagian waktu sholat 23 rakaat dan pada waktu yang lain 11 rakaat. Semua itu shahih dari Umar Radhiyallahu anhu dan para sahabat Radhiyallahu anhum pada zamannya.
Sholat Nafilah
Hamzah Al Sanuwi Lc, M.Ag dalam tulisannya berjudul "Shalat Tarawih Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dan Salafush Shalih" menjelaskan sholat tarawih adalah bagian dari sholat nafilah (tathawwu’). Mengerjakannya disunnahkan secara berjamaah pada bulan Ramadhan, dan sunnah muakkadah. Disebut tarawih, karena setiap selesai dari empat rakaat, para jama’ah duduk untuk istirahat. Tarawih adalah bentuk jama’ dari tarwihah.
Tarawih menurut bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai dari empat raka’at disebut tarwihah; karena dengan duduk itu, orang-orang bisa istirahat dari lamanya melaksanakan qiyam Ramadhan. Bahkan para salaf bertumpu pada tongkat, karena terlalu lamanya berdiri.
"Dari situ,kemudian setiap empat rakaat, disebut tarwihah, dan kesemuanya disebut tarawih secara majaz," jelasnya.
Berbeda dengan ibadah puasa, ibadah tarawih membuka berbagai perbedaan cara (kaifiyah) di antara berbagai golongan umat Islam yang ada.
Imam mazhab seperti Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal misalnya melakukan sholat tarawih dengan 20 rakaat dengan satu witir. Sementara itu Imam Malik melakukan 36 rakaat dengan ditutup salat witir.
Belasan Pendapat
Menurut Abu Hamzah Al Sanuwi, mengenai masalah bilangan rekaat dalam shalat tarawih, di antara para ulama salaf memang terdapat perselisihan yang cukup banyak (variasinya) hingga mencapai belasan pendapat.
Pertama, 11 rakaat (8 + 3 witir), riwayat Malik dan Said bin Manshur.
Kedua, 13 rakaat (2 rakaat ringan + 8 + 3 witir), riwayat Ibnu Nashr dan Ibnu Ishaq, atau (8 + 3 + 2), atau (8 + 5) menurut riwayat Muslim.
Ketiga, 19 rakaat (16 + 3).
Keempat, 21 rakaat (20 + 1), riwayat Abdurrazzaq.
Kelima, 23 tiga rakaat (20 + 3), riwayat Malik, Ibn Nashr dan Al Baihaqi. Demikian ini adalah madzhab Abu Hanifah, Syafi’i, Ats Tsauri, Ahmad, Abu Daud dan Ibnul Mubarak.
Keenam, 29 rakaat (28 +1).
Ketujuh, 39 rakaat (36 +3), Madzhab Maliki, atau (38 + 1).
Kedelapan, 41 rakaat (38 +3), riwayat Ibn Nashr dari persaksian Shalih Mawla Al Tau’amah tentang salatnya penduduk Madinah, atau (36at (40 +9); 40 tanpa witir adalah riwayat dari Al Aswad Ibn Yazid.
Kesepuluh, 34 rakaat tanpa witir (di Basrah, Iraq).
Kesebelas, 24 rakaat tanpa witir (dari Said Ibn Jubair).
Keduabelas, 16 rakaat tanpa witir.
Abu Hamzah mengatakan Rasulullah SAW telah melakukan dan memimpin sholat tarawih, terdiri dari 11 raka’at (8 +3). Dalilnya sebagai berikut.
1. Hadits Aisyah Radhiyallahu anhuma : ia ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman tentang qiyamul lailnya Rasul pada bulan Ramadhan, ia menjawab:
إنَّهُ كَانَ لاَ يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ
“Sesungguhnya beliau tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau pada bulan lainnya. lebih dari sebelas raka’at. [HR Bukhari, Muslim]
Ibn Hajar berkata, “Jelas sekali, bahwa hadis ini menunjukkan sholatnya Rasul (adalah) sama semua di sepanjang tahun.”
2. Hadis Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu ia berkata: “Rasulullah SAW salat dengan kami pada bulan Ramadhan 8 rakaat dan witir.
Ketika malam berikutnya, kami berkumpul di masjid dengan harapan beliau salat dengan kami. Maka kami terus berada di masjid hingga pagi, kemudian kami masuk bertanya, “Ya Rasulullah, tadi malam kami berkumpul di masjid, berharap anda salat bersama kami,” maka beliau bersabda, “Sesungguhnya aku khawatir diwajibkan atas kalian. “[HR Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah, dihasankan oleh Al Albani. ShalatAt Tarawih, 18; Fath Al Aziz 4/265]
3. Pengakuan Nabi SAW tentang 8 raka’at dan 3 witir. Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah, lalu berkata,”Ya Rasulullah, ada sesuatu yang saya kerjakan tadi malam (Ramadhan).
Beliau bertanya, ”Apa itu, wahai Ubay?” Ia menjawab,”Para wanita di rumahku berkata, ’Sesungguhnya kami ini tidak membaca Al-Qur’an. Bagaimana kalau kami sholat dengan sholatmu?’
Ia berkata, ”Maka saya sholat dengan mereka 8 rakaat dan witir. Maka hal itu menjadi sunnah yang diridhai. Beliau SAW tidak mengatakan apa-apa.”[HR Abu Ya’la, Thabrani dan Ibn Nashr, dihasankan oleh Al Haitsami dan Al Albani. Lihat Shalat At-Tarawih, 68].
(mhy)