Kisah Ulama Tabi'in Bermimpi Melihat Keadaan Penghuni Kubur

Kamis, 16 Juni 2022 - 05:13 WIB
loading...
Kisah Ulama Tabiin Bermimpi Melihat Keadaan Penghuni Kubur
Kisah ulama Tabiin Tsabit Al-Banani yang bermimpi melihat keadaan penghuni kubur layak kita jadikan ibrah. Foto Makam Baqi Madinah/Ist
A A A
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengingatkan manusia tentang fitnah kubur. Bagi orang beriman, mereka akan mendapat kenikmatan di alam kubur, namun tidak demikian dengan orang-orang kafir yang mendustakan hari akhir.

Diceritakan dalam Kitab Al-Mawaizh Al-Usfuriyah karya Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Ushfury, seorang ulama Tabi'in, Tsabit Al-Banani (wafat 127 H) bermimpi melihat keadaan penghuni kubur ketika beliau berziarah.

Tsabit Al-Banani selalu berziarah ke kuburan setiap malam Jumat. Di sana ia bermunajat kepada Allah sampai Subuh. Saat sedang asik bermunajat ia merasa ngantuk dan bermimpi tentang keadaan penghuni kubur. Ia melihat semua penghuni kubur keluar dari kuburan mereka mengenakan pakaian indah dan dengan wajah-wajah ceria. Kemudian masing-masing dari mereka diberi hidangan beraneka warna makanan.

Tiba-tiba di antara mereka ada seorang mayit pemuda yang pucat sedih wajahnya, rambutnya amburadul, pakiannya usang. Pemuda itu menundukkan kepalanya dan menetaskan air mata. Tidak ada satu hidangan pun di datangkan untuknya.

Para penghuni kubur kembali ke kuburan mereka dengan perasaan senang dan bahagia. Sedangkan mayit pemuda itu kembali dengan putus asa, susah dan bersedih hati.

Kemudian Tsabit Al-Banani menanyainya perihal apa yang sedang terjadi pada pemuda itu: "Hai pemuda! Apa statusmu di kalangan para penghuni kuburan ini? Mereka mendapatkan hidangan enak dan kembali ke kuburan dengan perasaan senang, sedangkan kamu tidak mendapati satu hidangan pun dan kembali dengan perasaan putus asa dan bersedih hati."

Pemuda itu menjawab: "Wahai Imam,Sesungguhnya aku adalah orang asing di kalangan mereka. Tidak ada seorangpun (dari orang-orang yang masih hidup) mengingatku dengan melakukan kebaikan dan mendoakanku. Sedangkan mereka para penghuni kuburan lain memiliki anak-anak, kerabat-kerabat dan teman-teman bergaul yang mendoakan mereka, berbuat kebaikan dan bersedekah untuk mereka di setiap malam Jumat. Kebaikan-kebaikan dan pahala sedekah itu sampai kepada mereka.

Ketika masih hidup, aku hendak berhaji. Aku memiliki seorang ibu. Kami berdua menyengaja pergi haji bersama. Ketika aku memasuki kota, Allah mencabut nyawaku. Lalu ibuku menguburkan jasadku di tempat pemakaman ini.

Setelah kematianku, ia menikah dengan laki-laki lain hingga ia lupa padaku dan tidak mengingatku lagi dengan cara mendoakan dan bersedekah karenaku. Aku merasa putus asa dan bersedih hati setiap waktu.

Mendengar itu, Tsabit Al-Banani bertanya: "Hai pemuda! Beritahu aku dimana ibumu tinggal. Aku akan memberitahu tentang keadaanmu."

Pemuda itu menjawab: "Ia berada di kampung ini dan desa ini. Beritahu ibuku tentangku dan keadaanku. Jika ia tidak mempercayaimu, maka katakan kepadanya, 'Sesungguhnya di saku bajumu ada 100 mistqol perak peninggalan suamimu yang merupakan bagian warisan untuk anakmu. Maka ia nantinya akan mempercayaimu!"

Di hari kemudian, Tsabit Al-Banani mendatangi kampung yang dimaksud pemuda itu. Tidak lama kemudian, ia menemukan ibu pemuda itu dan memberitahu tentang keadaan anaknya dan tentang 100 mitsqol yang berada di saku bajunya. Kemudian si ibu pun jatuh pingsan. Ketika ia tersadar dari pingsannya, maka ia menyerahkan 100 mitsqol perak itu kepada Tsabit dan berkata: "Aku wakilkan kamu untuk bersedekah dengan uang-uang Dirham ini sebagai kiriman untuk anakku yang telah mati."

Kemudian Tsabit Al-Banani menerima 100 mitsqol itu dan menyedekahkannya karena pemuda itu. Pada malam Jumat berikutnya, Tsabit Al-Banani (seperti biasa) menziarahi saudara- saudaranya di kuburan itu. Saat berziarah, ia merasa ngantuk dan kemudian bermimpi lagi. Ssebuah mimpi yang sama seperti mimpi sebelumnya.

Di dalam mimpinya, ia melihat mayit pemuda itu telah mengenakan pakaian yang bagus, wajah yang cerah dan hati yang bahagia. Kemudian pemuda itu berkata: "Wahai Imam! Semoga Allah mengasihimu sebagaimana kamu telah mengasihiku."

Dari kisah di atas, sudah jelas bahwa orang yang sudah mati akan merasa tersakiti karena perlakuan buruk kerabat atau keuarganya yang masih hidup. Dan akan senang karena amal perbuatan baik dari keluarganya yang masih hidup.

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1970 seconds (0.1#10.140)