Kisah Bijak Para Sufi: Raja Ingin Menjadi Dermawan

Kamis, 25 Juni 2020 - 06:39 WIB
loading...
A A A
"Kalau kau tidak mau menyerahkanku," kata Hatim, "aku akan menyerahkan diriku pada raja dan mengaku bahwa kau telah membantuku bersembunyi. Dengan begitu, kau akan dihukum karena berkhianat."

Sekelompok orang tadi, yang mengenali Hatim, segera menangkapnya dan membawanya kepada raja lalim itu. Tukang kayu itu mengikuti dengan sedih di belakang.

Ketika mereka sampai di istana, masing-masing orang dalam kelompok tadi mengaku dirinya sebagai penangkap Hatim. Bekas raja itu, yang membaca keraguan di wajah penggantinya, minta izin untuk berbicara, "Ketahuilah, wahai Raja, bahwa penjelasanku seharusnya juga didengarkan. Aku ditangkap oleh tukang kayu ini dan bukan oleh sekelompok orang itu. Karena itu, berilah kepada orang tua ini hadiahnya, dan lakukan apa yang kau mau atas aku ..."

Mendengar hal itu, si tukang kayu maju dan mengatakan kepada raja bahwa Hatim telah menyerahkan dirinya, bukan ditangkap; bahwa Hatim berkorban agar tukang kayu dan keluarganya memperoleh hadiah.

Raja baru itu sungguh takjub oleh cerita tersebut sehingga ia pun menarik mundur prajuritnya dan pulang ke negerinya sendiri. Tahta pun dikembalikan kepada Hatim Tai. (Baca juga: Kisah Bijak Para Sufi: Saudagar dan Darwis Kristen )

Ketika mendengar kisah ini, Raja Iran, yang melupakan ancamannya atas sang Darwis, berkata, "Suatu kisah yang bagus sekali, darwis, dan bisa dipetik manfaatnya. Kau mungkin tak bisa, sebab telah melepaskan semua kenikmatan hidup dan tak berhasrat memiliki apa pun lagi. Tetapi, aku seorang raja. Dan aku sangat kaya. Raja-raja Arab itu, yang hidup pada borok kadal, tak mungkin bisa menandingi Raja Persia dalam hal kedermawanan sejati. Hmm, aku punya ide! Mari kita kerjakan!"

Didampingi oleh sang darwis, Raja Iran mengumpulkan para ahli bangunan yang terbaik di suatu tanah lapang yang sangat luas. Ia pun menyuruh mereka merancang dan membangun sebuah istana megah berikut aula besar dengan empat puluh jendela di atas tanah luas itu.

Raja juga memerintahkan agar alat-alat transportasi segera dibuat dan istana itu dipenuhi dengan keping-keping emas. Ketika istana itu selesai dibangun, keluarlah pengumuman, "Dengarkanlah! Raja atas segala raja, Sumber Kedermawanan, telah menitahkan agar dibangun sebuah istana megah dengan empat puluh jendela. Setiap hari, dari jendela-jendela itulah nanti raja sendiri akan mendermakan emas kepada orang-orang miskin."

Demikianlah, setiap hari kerumunan ramai orang miskin datang ke istana tersebut. Raja itu muncul setiap hari dari jendela yang berbeda dan memberikan satu keping emas kepada tiap orang.

Kemudian, raja menyadari bahwa ada seorang darwis yang setiap hari datang, meminta sekeping emas dan pergi. Mulanya raja berpikir, "Barangkali ia mengambil emas untuk diberikan kepada seorang yang membutuhkan."

Lalu, ketika dilihatnya darwis itu lagi, ia membatin, "Barangkali ia sedang melaksanakan amal tersembunyi sebagai prinsip para darwis, dan membawakan emas untuk orang lain."

Dan setiap hari ketika dilihatnya Darwis itu, ia menepis prasangka buruknya. Tetapi pada hari keempat puluh, habislah kesabarannya. Raja menangkap tangan Darwis itu, lalu berkata, "Dasar orang celaka yang tak tahu pamrih, tak sekalipun kau bilang terima kasih atau penghargaan kepadaku. Kau tidak senyum, tidak pula membungkuk, tetapi kembali kemari setiap hari. Akan berapa lama seperti ini? Apa kau mengambil pemberianku untuk memperkaya dirimu, atau kau pinjamkan emas itu dengan riba? Kelakuanmu sungguh tercela, tak seharusnya dilakukan oleh mereka yang mengenakan jubah tambal sulam terhormat para Darwis."

Segera sesudah makian tersebut keluar dari mulut raja, sang Darwis membuang keempat puluh keping emas yang telah diterimanya. Katanya kepada raja itu, "Ketahuilah, wahai Raja Iran, bahwa kedermawanan tidak mungkin ada tanpa tiga hal. Pertama, memberi tanpa perasaan ingin menjadi dermawan; kedua, kesabaran; ketiga, tidak menaruh prasangka."

Tetapi, raja itu tak pernah memahami. Baginya, kedermawanan ditentukan oleh pikiran orang lain tentang dirinya, dan oleh perasaannya tentang menjadi 'dermawan'.

==

Kisah tradisional ini, yang terutama dikenal oleh banyak pembaca lewat karya klasik Urdu, Kisah Empat Darwis, secara ringkas menggambarkan ajaran-ajaran penting Sufi.

Keinginan menyamai tanpa adanya sifat-sifat dasar untuk menopangnya akan berakhir sia-sia. Kedermawanan tak bisa dilatih kecuali bila kebajikan lainnya telah dikembangkan.

Beberapa orang tidak mampu belajar bahkan dari ajaran-ajaran yang dibukakan, inilah yang digambarkan dalam kisah ini oleh darwis pertama dan kedua. ( )

Dinukil dari Idries Shah "Tales of The Dervishes" diterjemahkan Ahmad Bahar menjadi Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2164 seconds (0.1#10.140)