Mengapa Tak Ada Ayat dalam Al-Qur'an yang Membicarakan Wujud Tuhan? Begini Penjelasan Quraish Shihab
loading...
A
A
A
"Dan mereka berkata, 'Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.'" ( QS Al-Jatsiyah [45] : 24)
Namun seperti bunyi lanjutan ayat di atas: "Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, dan mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja."
Menurut Quraish Shihab, bahkan boleh jadi kita dapat berkata bahwa mereka yang tidak mempercayai wujud Tuhan adalah orang-orang yang kehabisan akal dan keras kepala ketika berhadapan dengan satu kenyataan yang tidak sesuai dengan "nafsu kotornya" itu.
Quraish Shihab menjelaskan yang demikian dapat dipahami dari ayat yang menguraikan diskusi yang terjadi antara Nabi Ibrahim a.s. dan penguasa masanya (Namrud) ( QS Al-Baqarah [2] : 258), atau Fir'aun ketika berhadapan dengan Musa a.s. yang bertanya, "Siapa Tuhan semesta alam itu?" ( QS Al-Syu'ara, 126] : 23).
Salah satu bukti bahwa pernyataan ini lahir dari sikap keras kepala adalah pengakuan Fir'aun sendiri ketika ruhnya akan meninggalkan jasadnya. Dalam konteks ini Al-Qur'an, menjelaskan sikap Fir'aun yang ketika itu kembali kepada fitrah, namun sayang dia telah terlambat.
"... hingga saat Fir'aun telah hampir tenggelam, berkatalah dia. 'Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).' Apakah sekarang (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan?" ( QS Yunus [10] : 90-91).
Bersifat Sementara
Quraish Shihab menjelaskan ayat ini sekaligus membuktikan bahwa kehadiran Tuhan merupakan fitrah manusia yang merupakan kebutuhan hidupnya.
Kalaupun ada yang mengingkari wujud tersebut, maka pengingkaran tersebut bersifat sementara. Dalam arti bahwa pada akhirnya -sebelum jiwanya berpisah dengan jasadnya- ia akan mengakui-Nya.
Memang, lanjut Quraish Shihab, kebutuhan manusia bertingkat-tingkat, ada yang harus dipenuhi segera seperti kebutuhan udara, ada yang dapat ditangguhkan untuk beberapa saat, seperti kebutuhan minum.
Kebutuhan untuk makan, dapat ditangguhkan lebih lama daripada kebutuhan minuman. Tetapi kebutuhan pemenuhan seksual bisa lebih lama ditangguhkan daripada kebutuhan makan dan minum; demikian seterusnya.
"Kebutuhan yang paling lama dapat ditangguhkan adalah kebutuhan tentang keyakinan akan adanya Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa," demikian Quraish Shihab.
Namun seperti bunyi lanjutan ayat di atas: "Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, dan mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja."
Menurut Quraish Shihab, bahkan boleh jadi kita dapat berkata bahwa mereka yang tidak mempercayai wujud Tuhan adalah orang-orang yang kehabisan akal dan keras kepala ketika berhadapan dengan satu kenyataan yang tidak sesuai dengan "nafsu kotornya" itu.
Quraish Shihab menjelaskan yang demikian dapat dipahami dari ayat yang menguraikan diskusi yang terjadi antara Nabi Ibrahim a.s. dan penguasa masanya (Namrud) ( QS Al-Baqarah [2] : 258), atau Fir'aun ketika berhadapan dengan Musa a.s. yang bertanya, "Siapa Tuhan semesta alam itu?" ( QS Al-Syu'ara, 126] : 23).
Salah satu bukti bahwa pernyataan ini lahir dari sikap keras kepala adalah pengakuan Fir'aun sendiri ketika ruhnya akan meninggalkan jasadnya. Dalam konteks ini Al-Qur'an, menjelaskan sikap Fir'aun yang ketika itu kembali kepada fitrah, namun sayang dia telah terlambat.
"... hingga saat Fir'aun telah hampir tenggelam, berkatalah dia. 'Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).' Apakah sekarang (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan?" ( QS Yunus [10] : 90-91).
Bersifat Sementara
Quraish Shihab menjelaskan ayat ini sekaligus membuktikan bahwa kehadiran Tuhan merupakan fitrah manusia yang merupakan kebutuhan hidupnya.
Kalaupun ada yang mengingkari wujud tersebut, maka pengingkaran tersebut bersifat sementara. Dalam arti bahwa pada akhirnya -sebelum jiwanya berpisah dengan jasadnya- ia akan mengakui-Nya.
Memang, lanjut Quraish Shihab, kebutuhan manusia bertingkat-tingkat, ada yang harus dipenuhi segera seperti kebutuhan udara, ada yang dapat ditangguhkan untuk beberapa saat, seperti kebutuhan minum.
Kebutuhan untuk makan, dapat ditangguhkan lebih lama daripada kebutuhan minuman. Tetapi kebutuhan pemenuhan seksual bisa lebih lama ditangguhkan daripada kebutuhan makan dan minum; demikian seterusnya.
"Kebutuhan yang paling lama dapat ditangguhkan adalah kebutuhan tentang keyakinan akan adanya Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa," demikian Quraish Shihab.
(mhy)