Makanan yang Diharamkan Cuma 4, Kenapa Berkembang Jadi Banyak?
loading...
A
A
A
Al-Qur'an tidak jelas menentukan yang haram, melainkan babi, darah, bangkai, dan yang disembelih bukan karena Allah. Selanjutnya ada juga rincian yang empat macam itu menjadi 10 macam. Di luar itu, ternyata masih ada beberapa binatang darat yang juga diharamkan. Mengapa begitu?
Allah Taala berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman! Makanlah yang baik-baik dari apa-apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta bersyukurlah kepada Allah kalau betul-betul kamu berbakti kepadaNya. Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tidaklah berdosa baginya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." ( QS al-Baqarah : 172-173)
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (Bina Ilmu, 1993) mengatakan dalam seruannya secara khusus kepada orang-orang mukmin ini, Allah taala memerintahkan mereka supaya suka makan yang baik dan supaya mereka suka menunaikan hak nikmat itu, yaitu dengan bersyukur kepada Zat yang memberi nikmat.
Selanjutnya Allah menjelaskan pula, bahwa Ia tidak mengharamkan atas mereka kecuali empat macam seperti tersebut di atas (bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih bukan karena Allah).
Dan yang seperti ini disebutkan juga dalam ayat lain yang agaknya lebih tegas lagi dalam membatasi yang diharamkan itu pada empat macam. Yaitu sebagaimana difirmankan Allah:
"Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan kepadaku soal makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." ( QS al-An'am : 145)
Dan dalam surah al-Maidah ayat 3 al-Quran menyebutkan binatang-binatang yang diharamkan itu dengan terperinci dan lebih banyak.
Firman Allah:
"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala." ( QS al-Maidah : 3)
Menurut Al-Qardhawi, antara ayat ini yang menetapkan 10 macam binatang yang haram, dengan ayat sebelumnya yang menetapkan 4 macam itu, sama sekali tidak bertentangan. "Ayat yang baru saja kita baca ini hanya merupakan perincian dari ayat terdahulu," ujarnya.
Binatang yang dicekik, dipukul, jatuh dari atas, ditanduk dan karena dimakan binatang buas, semuanya adalah termasuk dalam pengertian bangkai. Jadi semua itu sekadar perincian dari kata bangkai. Begitu juga binatang yang disembelih untuk berhala, adalah semakna dengan yang disembelih bukan karena Allah. Jadi kedua-duanya mempunyai pengertian yang sama.
"Ringkasnya: Secara global (ijmal) binatang yang diharamkan itu ada empat macam, dan kalau diperinci menjadi sepuluh," ujar Al-Qardhawi.
Yang Kotor
Hanya saja, Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengingatkan, di samping itu Al-Qur'an juga mengatakan: "Dan Allah mengharamkan atas mereka yang kotor-kotor." ( QS al-A'raf : 157)
Yang disebut Khabaits (yang kotor-kotor), menurut Al-Qardhawi, yaitu semua yang dianggap kotor oleh perasaan manusia secara umum, kendati beberapa prinsip mungkin menganggap tidak kotor. Justru itu Rasulullah dalam hadisnya melarang makan keledai kota pada hari Khaibar.
Hadisnya itu berbunyi sebagai berikut: " Rasulullah SAW melarang makan daging keledai kota pada hari perang Khaibar."(HR Bukhari)
Dan untuk itu diriwayatkan bahwa Rasulullah melarang binatang yang bertaring dan burung yang berkuku mencengkeram:
"Rasulullah melarang makan semua binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku mencengkeram." (Riwayat Bukhari)
Al-Qardhawi menjelaskan, yang dimaksud binatang was (siba'), yaitu binatang yang menangkap binatang lainnya dan memakan dengan bengis, seperti singa, serigala dan lain-lain. Dan apa yang dimaksud dengan burung yang berkuku (dzi mikhlabin minath-thairi), yaitu yang kukunya itu dapat melukai, seperti burung elang, rajawali, ruak-ruak bangkai dan burung yang sejenis dengan elang.
Ibnu Abbas berpendapat, bahwa binatang yang haram dimakan itu hanya empat seperti yang tersebut dalam ayat. "Seolah-olah beliau menganggap hadis-hadis di atas dan lain-lain sebagai mengatakan makruh, bukan haram. Atau mungkin karena hadis-hadis tersebut tidak sampai kepadanya," ujar Al-Qardhawi.
Ibnu Abbas juga pernah berkata: "Bahwa orang-orang jahiliah pernah makan sesuatu dan meninggalkan sesuatu karena dipandang kotor. Kemudian Allah mengutus nabiNya dan menurunkan kitabNya. Di situlah menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram. Oleh karena itu, apa yang dihalalkan, berarti halal, dan apa yang diharamkan, berarti haram, sedang yang didiamkan berarti dimaafkan (halal).
Kemudian ia membaca ayat:
"Katakanlah! Saya tidak mendapatkan sesuatu yang diwahyukan kepadaku tentang makanan yang diharamkan bagi orang yang mau makan kecuali ..." ( QS al-An'am : 145)
Berdasar ayat ini, Ibnu Abbas berpendapat bahwa daging keledai kota itu halal.
Pendapat Ibnu Abbas ini diikuti oleh Imam Malik. Beliau tidak menganggap haram terhadap binatang-binatang buas dan sebagainya, tetapi ia hanya menganggap makruh.
Allah Taala berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman! Makanlah yang baik-baik dari apa-apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta bersyukurlah kepada Allah kalau betul-betul kamu berbakti kepadaNya. Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tidaklah berdosa baginya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." ( QS al-Baqarah : 172-173)
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (Bina Ilmu, 1993) mengatakan dalam seruannya secara khusus kepada orang-orang mukmin ini, Allah taala memerintahkan mereka supaya suka makan yang baik dan supaya mereka suka menunaikan hak nikmat itu, yaitu dengan bersyukur kepada Zat yang memberi nikmat.
Selanjutnya Allah menjelaskan pula, bahwa Ia tidak mengharamkan atas mereka kecuali empat macam seperti tersebut di atas (bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih bukan karena Allah).
Dan yang seperti ini disebutkan juga dalam ayat lain yang agaknya lebih tegas lagi dalam membatasi yang diharamkan itu pada empat macam. Yaitu sebagaimana difirmankan Allah:
"Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan kepadaku soal makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." ( QS al-An'am : 145)
Dan dalam surah al-Maidah ayat 3 al-Quran menyebutkan binatang-binatang yang diharamkan itu dengan terperinci dan lebih banyak.
Firman Allah:
"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala." ( QS al-Maidah : 3)
Menurut Al-Qardhawi, antara ayat ini yang menetapkan 10 macam binatang yang haram, dengan ayat sebelumnya yang menetapkan 4 macam itu, sama sekali tidak bertentangan. "Ayat yang baru saja kita baca ini hanya merupakan perincian dari ayat terdahulu," ujarnya.
Binatang yang dicekik, dipukul, jatuh dari atas, ditanduk dan karena dimakan binatang buas, semuanya adalah termasuk dalam pengertian bangkai. Jadi semua itu sekadar perincian dari kata bangkai. Begitu juga binatang yang disembelih untuk berhala, adalah semakna dengan yang disembelih bukan karena Allah. Jadi kedua-duanya mempunyai pengertian yang sama.
"Ringkasnya: Secara global (ijmal) binatang yang diharamkan itu ada empat macam, dan kalau diperinci menjadi sepuluh," ujar Al-Qardhawi.
Yang Kotor
Hanya saja, Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengingatkan, di samping itu Al-Qur'an juga mengatakan: "Dan Allah mengharamkan atas mereka yang kotor-kotor." ( QS al-A'raf : 157)
Yang disebut Khabaits (yang kotor-kotor), menurut Al-Qardhawi, yaitu semua yang dianggap kotor oleh perasaan manusia secara umum, kendati beberapa prinsip mungkin menganggap tidak kotor. Justru itu Rasulullah dalam hadisnya melarang makan keledai kota pada hari Khaibar.
Hadisnya itu berbunyi sebagai berikut: " Rasulullah SAW melarang makan daging keledai kota pada hari perang Khaibar."(HR Bukhari)
Dan untuk itu diriwayatkan bahwa Rasulullah melarang binatang yang bertaring dan burung yang berkuku mencengkeram:
"Rasulullah melarang makan semua binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku mencengkeram." (Riwayat Bukhari)
Al-Qardhawi menjelaskan, yang dimaksud binatang was (siba'), yaitu binatang yang menangkap binatang lainnya dan memakan dengan bengis, seperti singa, serigala dan lain-lain. Dan apa yang dimaksud dengan burung yang berkuku (dzi mikhlabin minath-thairi), yaitu yang kukunya itu dapat melukai, seperti burung elang, rajawali, ruak-ruak bangkai dan burung yang sejenis dengan elang.
Ibnu Abbas berpendapat, bahwa binatang yang haram dimakan itu hanya empat seperti yang tersebut dalam ayat. "Seolah-olah beliau menganggap hadis-hadis di atas dan lain-lain sebagai mengatakan makruh, bukan haram. Atau mungkin karena hadis-hadis tersebut tidak sampai kepadanya," ujar Al-Qardhawi.
Ibnu Abbas juga pernah berkata: "Bahwa orang-orang jahiliah pernah makan sesuatu dan meninggalkan sesuatu karena dipandang kotor. Kemudian Allah mengutus nabiNya dan menurunkan kitabNya. Di situlah menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram. Oleh karena itu, apa yang dihalalkan, berarti halal, dan apa yang diharamkan, berarti haram, sedang yang didiamkan berarti dimaafkan (halal).
Kemudian ia membaca ayat:
"Katakanlah! Saya tidak mendapatkan sesuatu yang diwahyukan kepadaku tentang makanan yang diharamkan bagi orang yang mau makan kecuali ..." ( QS al-An'am : 145)
Berdasar ayat ini, Ibnu Abbas berpendapat bahwa daging keledai kota itu halal.
Pendapat Ibnu Abbas ini diikuti oleh Imam Malik. Beliau tidak menganggap haram terhadap binatang-binatang buas dan sebagainya, tetapi ia hanya menganggap makruh.
(mhy)