Kisah Khalifah Harun Al-Rasyid Habisi Keluarga Barmaki, Dipicu sang Wazir Hamili Adiknya
loading...
A
A
A
Tahun 187 H bisa dikatakan sebagai tahun paling penting dalam drama kekuasaan dan politik pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid . Pada tahun ini secara sistematis Harun menyingkirkan Yahya bin Khalid dan seluruh trah Barmaki yang sudah berkontribusi banyak dalam membangun kekuasaan Dinasti Abbasiyah .
Khalifah Harun Al-Rasyid mengeksekusi satu persatu pentolan keluarga Yahya bin Khalid. Peristiwa ini dipicu skandal Yahya bin Khalid yang menghamili adik khalifah di luar nikah. Selain itu, korupsi, kolusi, dan nepotisme keluarga Barmaki sudah dianggap kelewat batas.
Akbar Shah Najeebabadi dalam bukunya berjudul "The History Of Islam" menjelaskan keluarga Barmaki menjadi sangat berkuasa pada era pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid.
Maklum saja, sejak hari pertama Harun Al-Rasyid dilantik sebagai khalifah, keluarga ini menjadi pelayan yang setia bagi Harun.
Yahya bin Khalid, yang diangkat sebagai wazir Harun Al-Rasyid, diberikan kepercayaan yang sangat luas dalam pemerintahan. Lama kelamaan, pos-pos penting dalam pemerintahan telah mereka kuasai.
Anak-anak Yahya bin Khalid satu persatu diangkat menjadi gubernur wilayah Abbasiyah. Bahkan Fadl bin Yahya dan Ja’far bin Yahya dijadikan sebagai mentor bagi kedua putra mahkota Harun Al Rasyid, Al-Amin dan Al-Ma’mun.
Setelah Yahya pensiun sebagai wazir, posisinya digantikan oleh Ja’far bin Yahya. Ketika itu Ja’far menjadi sangat berkuasa. Akbar Shah Najeebabadi bahkan mengatakan Ja’far dan keluarga Barmaki sudah bertindak layaknya khalifah itu sendiri. Hanya saja mereka tidak dinobatkan sebagai khalifah oleh kaum Muslimin.
Persoalannya, Harun Al-Rasyid sangat menyayangi keluarga ini, khususnya Yahya bin Khalid. Dia bahkan sudah menganggap Yahya seperti ayahnya sendiri. Yahya adalah guru, dan sekaligus mentor utama yang membangun kebijaksanaan Harun Al-Rasyid.
Tapi seiring bergantinya tahun, satu persatu skandal keluarga ini terbongkar. Di awali dengan Musa bin Yahya yang ketika itu diketahui menjadi patron bagi masyarakat yang melakukan kerusuhan di Khurasan.
Harun Al-Rasyid memerintahkan Ali bin Isa bin Mahan untuk memadamkan kerusuhan itu. Rencana ini awalnya ditolak oleh Yahya bin Khalid. Tapi Harun bersikeras. Dan ketika Ali bin Isa berhasil memulihkan keamanan di sana, dia mendapat laporan dari Ali bin Isa bahwa masyarakat Khurasan sangat mencintai dan memuja Musa bin Yahya. Untuk inilah, Musa dinilai sebagai biang kerok kekacauan di Khurasan.
Harun kemudian memerintahkan agar memenjarakan Musa bin Yahya. Ketika mendengar keputusan ini, Yahya dan istrinya segera ke Istana Harun Al-Rasyid. Mereka bedua memohon ampunan atas Musa.
Khalifah Harun kemudian mengajukan syarat, agar Yahya sendiri yang menjadi jaminan atas Musa. Dan syarat itupun disanggupi oleh Yahya.
Sejak itu, Yahya mulai memahami bahwa kedudukannya di dalam pemerintahan Harun Al-Rasyid tidak pernah lebih daripada seorang pelayan saja. Harun tetaplah raja dengan segenap kebesarannya yang tak mungkin dia lawan.
Doa Yahya
Pada tahun 186 H, Harun Al-Rasyid berangkat haji bersama putra-putranya. Dia membawa serta semua sanak keluarganya, para panglima perang, dan juga para tokoh-tokoh terkemuka Bani Hasyim, termasuk Yahya bin Khalid dan keluarganya.
Dalam buku "The History of al-Tabari" diceritakan sejumlah sejarawan merekam doa Yahya di depan Kakbah ketika itu; “Wahai Tuhan, dosaku sangat besar dan banyak; hanya Kau yang bisa menghitung dan mengetahuinya. Oh Tuhan, bila Kau hukum aku, maka hukumlah aku di dunia ini, meskipun bila hukuman itu menyangkut hati, pendengaran dan mengelihatan, kekayaan dan anak-anak, hingga Kau benar-benar rela kepada ku, dan jangan (Kau jatuhkan) hukuman kepada ku di akhirat kelak.”
Yahya bin Khalid agaknya sudah mengetahui situasi yang akan dihadapinya tidak lama lagi. Belasan tahun mereka mengabdi pada Dinasti Abbasiyah. Sudah banyak yang mereka nikmati selama masa pengabdian itu. Tapi kedekatan pada keluarga istana ternyata sudah melenakan mereka. Hingga satu persatu skandal pun terkuak. Mulai dari korupsi, kolusi, nepotisme, dan akhirnya dosa yang tak terampunkan dilakukan oleh Ja’far bin Yahya.
Khalifah Harun Al-Rasyid mengeksekusi satu persatu pentolan keluarga Yahya bin Khalid. Peristiwa ini dipicu skandal Yahya bin Khalid yang menghamili adik khalifah di luar nikah. Selain itu, korupsi, kolusi, dan nepotisme keluarga Barmaki sudah dianggap kelewat batas.
Akbar Shah Najeebabadi dalam bukunya berjudul "The History Of Islam" menjelaskan keluarga Barmaki menjadi sangat berkuasa pada era pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid.
Maklum saja, sejak hari pertama Harun Al-Rasyid dilantik sebagai khalifah, keluarga ini menjadi pelayan yang setia bagi Harun.
Yahya bin Khalid, yang diangkat sebagai wazir Harun Al-Rasyid, diberikan kepercayaan yang sangat luas dalam pemerintahan. Lama kelamaan, pos-pos penting dalam pemerintahan telah mereka kuasai.
Anak-anak Yahya bin Khalid satu persatu diangkat menjadi gubernur wilayah Abbasiyah. Bahkan Fadl bin Yahya dan Ja’far bin Yahya dijadikan sebagai mentor bagi kedua putra mahkota Harun Al Rasyid, Al-Amin dan Al-Ma’mun.
Setelah Yahya pensiun sebagai wazir, posisinya digantikan oleh Ja’far bin Yahya. Ketika itu Ja’far menjadi sangat berkuasa. Akbar Shah Najeebabadi bahkan mengatakan Ja’far dan keluarga Barmaki sudah bertindak layaknya khalifah itu sendiri. Hanya saja mereka tidak dinobatkan sebagai khalifah oleh kaum Muslimin.
Persoalannya, Harun Al-Rasyid sangat menyayangi keluarga ini, khususnya Yahya bin Khalid. Dia bahkan sudah menganggap Yahya seperti ayahnya sendiri. Yahya adalah guru, dan sekaligus mentor utama yang membangun kebijaksanaan Harun Al-Rasyid.
Tapi seiring bergantinya tahun, satu persatu skandal keluarga ini terbongkar. Di awali dengan Musa bin Yahya yang ketika itu diketahui menjadi patron bagi masyarakat yang melakukan kerusuhan di Khurasan.
Harun Al-Rasyid memerintahkan Ali bin Isa bin Mahan untuk memadamkan kerusuhan itu. Rencana ini awalnya ditolak oleh Yahya bin Khalid. Tapi Harun bersikeras. Dan ketika Ali bin Isa berhasil memulihkan keamanan di sana, dia mendapat laporan dari Ali bin Isa bahwa masyarakat Khurasan sangat mencintai dan memuja Musa bin Yahya. Untuk inilah, Musa dinilai sebagai biang kerok kekacauan di Khurasan.
Harun kemudian memerintahkan agar memenjarakan Musa bin Yahya. Ketika mendengar keputusan ini, Yahya dan istrinya segera ke Istana Harun Al-Rasyid. Mereka bedua memohon ampunan atas Musa.
Khalifah Harun kemudian mengajukan syarat, agar Yahya sendiri yang menjadi jaminan atas Musa. Dan syarat itupun disanggupi oleh Yahya.
Sejak itu, Yahya mulai memahami bahwa kedudukannya di dalam pemerintahan Harun Al-Rasyid tidak pernah lebih daripada seorang pelayan saja. Harun tetaplah raja dengan segenap kebesarannya yang tak mungkin dia lawan.
Doa Yahya
Pada tahun 186 H, Harun Al-Rasyid berangkat haji bersama putra-putranya. Dia membawa serta semua sanak keluarganya, para panglima perang, dan juga para tokoh-tokoh terkemuka Bani Hasyim, termasuk Yahya bin Khalid dan keluarganya.
Dalam buku "The History of al-Tabari" diceritakan sejumlah sejarawan merekam doa Yahya di depan Kakbah ketika itu; “Wahai Tuhan, dosaku sangat besar dan banyak; hanya Kau yang bisa menghitung dan mengetahuinya. Oh Tuhan, bila Kau hukum aku, maka hukumlah aku di dunia ini, meskipun bila hukuman itu menyangkut hati, pendengaran dan mengelihatan, kekayaan dan anak-anak, hingga Kau benar-benar rela kepada ku, dan jangan (Kau jatuhkan) hukuman kepada ku di akhirat kelak.”
Yahya bin Khalid agaknya sudah mengetahui situasi yang akan dihadapinya tidak lama lagi. Belasan tahun mereka mengabdi pada Dinasti Abbasiyah. Sudah banyak yang mereka nikmati selama masa pengabdian itu. Tapi kedekatan pada keluarga istana ternyata sudah melenakan mereka. Hingga satu persatu skandal pun terkuak. Mulai dari korupsi, kolusi, nepotisme, dan akhirnya dosa yang tak terampunkan dilakukan oleh Ja’far bin Yahya.