Penyakit Akhir Zaman: Ingin Terpandang, Haus Pujian dan Gila Popularitas
loading...
A
A
A
Di antara penyakit akhir zaman yang sering tidak disadari manusia adalah ingin terpandang, haus pujian dan gila popularitas. Sudah bukan rahasia lagi ramai orang-orang mengejar keterkenalan, ingin masyhur dan populer di mata manusia.
Apalagi kemajuan zaman menghadirkan media sosial, hampir semua cerita berbangga-bangga dengan popularitas dan keterkenalan. Na'udzubillahi min dzalik!
Memang sifat dasar manusia ingin diakui, dikenal, mahsyur, terpandang, merasa paling hebat, dan semacamnya. Dalam istilah psikologi, manusia dikuasai oleh ego yang ada dalam dirinya. Jika hal ini tidak dikendalikan, maka dapat menyebabkan murkanya Allah, amalannya tidak bernilai lagi.
Bahkan ada ada yang tidak sadar terjatuh ke dalam perkara syirik kecil bernama riya', sum'ah, dan ujub. Bangga dengan amalan, menceritakan kelebihan dan kehebatan dan suka membanggakan diri sendiri.
Sebagian orang lupa dengan hakikat dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Padahal Allah sudah mengabarkan dalam Al-Qur'an. "Sungguh orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa." Demikian firman-Nya dalam Surat Al-Hujurat Ayat 13.
Bahaya Popularitas
Hati-hati dengan keterkenalan, kuburlah eksistensimu. Dalam Kitab Al-Hikam karya Syaikh Ibnu Atha'illah as-Sakandari (wafat 1309) terdapat nasihat yang indah.
اِدْفِنْ وُجُودَكَ فيِ أَرْضِ الْخُمُولِ، فَمَا نَـبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لاَ يَــتِمُّ نَـتَاءِجُهُ
Artinya: "Kuburlah wujudmu (eksistensimu) di dalam bumi kerendahan (ketiadaan); maka segala yang tumbuh namun tidak ditanam (dengan baik) tidak akan sempurna buahnya."
Allah Ta'ala menggambarkan karakter seorang mukmin seperti pohon yang akarnya teguh. Berikut firman-Nya dalam Al-Qur'an:
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun." (QS Ibrahim Ayat 24-26)
Dalam hal ini, Ibnu Atha'illah mengungkap sebuah kunci agar kita seseorang menghasilkan takwa yang sempurna. Yaitu dengan mengubur eksistensi dan ego kita. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi seorang yang beramal daripada menginginkan kedudukan dan keterkenalan. Inilah keinginan hawa nafsu yang utama.
Dalam satu riwayat, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang merendahkan diri maka Allah akan memuliakannya. Dan barang siapa yang sombong, Allah akan menghinanya."
Mu'adz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Sesungguhnya sedikit riya' itu sudah termasuk syirik. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Allah, maka ia telah memusuhi Allah. Dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa yang tersembunyi (tidak terkenal), yang bila tidak ada, tidak dicari dan bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka bagai pelita hidayah, mereka terhindar dari segala kegelapan dan kesukaran."
Dalam Hadis yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi dalam Syu'ab Al-Iman, Beliau bersabda: "Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagiamana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu. Dan janganlah engkau kagum dengan amalan-amalanmu, sesungguhnya engkau tidak tahu apakah engkau termasuk orang yang celaka (masuk neraka) atau orang yang bahagia (masuk surga)."
Ulama sufi Ibrahim bin Adham pernah berkata: "Tidak benar tujuan kepada Allah, siapa yang ingin terkenal."
Belajar dari Uwais Al-Qarni
Uwais bin 'Amir Al-Qoroni atau sering ditulis Uwais Al-Qarni adalah seorang Tabiin terbaik. Beliau hidup di masa Rasulullah SAW, namun tidak berkesempatan bertemu baginda Nabi.
Meski tak pernah bertemu Nabi, Uwais Al-Qarni adalah orang yang disanjung oleh Rasulullah. Beliau disebut orang yang tidak dikenal di bumi namun terkenal di langit.
Dalam satu riwayat, Nabi pernah menceritakan sosok Uwais Al-Qarni. Beliau seorang berkulit coklat, lebar kedua bahunya, tingginya agak sedang dan selalu menundukkan kepalanya sambil membaca Al-Qur'an, tidak terkenal di bumi tetapi terkenal di langit.
Andaikan ia bersungguh-sungguh memohon sesuatu kepada Allah pasti mengabulkan-Nya. Di bawah bahu kirinya berbekas. Wahai Umar dan Ali! Jika kamu bertemu padanya, maka mintalah kepadanya supaya memohonkan ampun untukmu.
Dalam riwayat lain, Uwais Al-Qarni adalah seorang pemuda asal Yaman yang tidak terkenal di tengah kaumnya. Berkat ketawadhuannya dan baktinya kepada orang tua membuatnya sangat istimewa di sisi Allah.
Kata Imam an-Nawawi, Uwais adalah orang yang menyembunyikan keadaan dirinya. Rahasia yang ia miliki cukup dirinya dan Allah saja yang mengetahuinya. Tidak ada kelebihan yang nampak pada orang-orang tentang dirinya. Ia tampak biasa di mata manusia, namun mulia di sisi Allah.
Apalagi kemajuan zaman menghadirkan media sosial, hampir semua cerita berbangga-bangga dengan popularitas dan keterkenalan. Na'udzubillahi min dzalik!
Memang sifat dasar manusia ingin diakui, dikenal, mahsyur, terpandang, merasa paling hebat, dan semacamnya. Dalam istilah psikologi, manusia dikuasai oleh ego yang ada dalam dirinya. Jika hal ini tidak dikendalikan, maka dapat menyebabkan murkanya Allah, amalannya tidak bernilai lagi.
Bahkan ada ada yang tidak sadar terjatuh ke dalam perkara syirik kecil bernama riya', sum'ah, dan ujub. Bangga dengan amalan, menceritakan kelebihan dan kehebatan dan suka membanggakan diri sendiri.
Sebagian orang lupa dengan hakikat dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Padahal Allah sudah mengabarkan dalam Al-Qur'an. "Sungguh orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa." Demikian firman-Nya dalam Surat Al-Hujurat Ayat 13.
Bahaya Popularitas
Hati-hati dengan keterkenalan, kuburlah eksistensimu. Dalam Kitab Al-Hikam karya Syaikh Ibnu Atha'illah as-Sakandari (wafat 1309) terdapat nasihat yang indah.
اِدْفِنْ وُجُودَكَ فيِ أَرْضِ الْخُمُولِ، فَمَا نَـبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لاَ يَــتِمُّ نَـتَاءِجُهُ
Artinya: "Kuburlah wujudmu (eksistensimu) di dalam bumi kerendahan (ketiadaan); maka segala yang tumbuh namun tidak ditanam (dengan baik) tidak akan sempurna buahnya."
Allah Ta'ala menggambarkan karakter seorang mukmin seperti pohon yang akarnya teguh. Berikut firman-Nya dalam Al-Qur'an:
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun." (QS Ibrahim Ayat 24-26)
Dalam hal ini, Ibnu Atha'illah mengungkap sebuah kunci agar kita seseorang menghasilkan takwa yang sempurna. Yaitu dengan mengubur eksistensi dan ego kita. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi seorang yang beramal daripada menginginkan kedudukan dan keterkenalan. Inilah keinginan hawa nafsu yang utama.
Dalam satu riwayat, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang merendahkan diri maka Allah akan memuliakannya. Dan barang siapa yang sombong, Allah akan menghinanya."
Mu'adz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Sesungguhnya sedikit riya' itu sudah termasuk syirik. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Allah, maka ia telah memusuhi Allah. Dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa yang tersembunyi (tidak terkenal), yang bila tidak ada, tidak dicari dan bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka bagai pelita hidayah, mereka terhindar dari segala kegelapan dan kesukaran."
Dalam Hadis yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi dalam Syu'ab Al-Iman, Beliau bersabda: "Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagiamana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu. Dan janganlah engkau kagum dengan amalan-amalanmu, sesungguhnya engkau tidak tahu apakah engkau termasuk orang yang celaka (masuk neraka) atau orang yang bahagia (masuk surga)."
Ulama sufi Ibrahim bin Adham pernah berkata: "Tidak benar tujuan kepada Allah, siapa yang ingin terkenal."
Belajar dari Uwais Al-Qarni
Uwais bin 'Amir Al-Qoroni atau sering ditulis Uwais Al-Qarni adalah seorang Tabiin terbaik. Beliau hidup di masa Rasulullah SAW, namun tidak berkesempatan bertemu baginda Nabi.
Meski tak pernah bertemu Nabi, Uwais Al-Qarni adalah orang yang disanjung oleh Rasulullah. Beliau disebut orang yang tidak dikenal di bumi namun terkenal di langit.
Dalam satu riwayat, Nabi pernah menceritakan sosok Uwais Al-Qarni. Beliau seorang berkulit coklat, lebar kedua bahunya, tingginya agak sedang dan selalu menundukkan kepalanya sambil membaca Al-Qur'an, tidak terkenal di bumi tetapi terkenal di langit.
Andaikan ia bersungguh-sungguh memohon sesuatu kepada Allah pasti mengabulkan-Nya. Di bawah bahu kirinya berbekas. Wahai Umar dan Ali! Jika kamu bertemu padanya, maka mintalah kepadanya supaya memohonkan ampun untukmu.
Dalam riwayat lain, Uwais Al-Qarni adalah seorang pemuda asal Yaman yang tidak terkenal di tengah kaumnya. Berkat ketawadhuannya dan baktinya kepada orang tua membuatnya sangat istimewa di sisi Allah.
Kata Imam an-Nawawi, Uwais adalah orang yang menyembunyikan keadaan dirinya. Rahasia yang ia miliki cukup dirinya dan Allah saja yang mengetahuinya. Tidak ada kelebihan yang nampak pada orang-orang tentang dirinya. Ia tampak biasa di mata manusia, namun mulia di sisi Allah.
(rhs)