Koreksi Syaikh Muhammad al-Ghazali terhadap Dakwah Islam
loading...
A
A
A
Syaikh Muhammad al-Ghazali melemparkan sebuah pertanyaan retoris, apakah peranan yang dapat dimainkan oleh Islam pada diri para pemuda yang sangat kaku terhadap masyarakat Eropa dan Amerika?
Dalam bukunya yang berjudul "al-Da'wah al-Islamiyyah Tastaqbil Qarnaha al-Khamis 'Asyar", Syaikh Muhammad Al-Ghazali menjawab sendiri pertanyaan itu. "Mereka mengenakan jubah putih, duduk di atas tanah, memakan makanan dengan tangan mereka kemudian membersihkan ujung jemari mereka dengan mulut," katanya.
Menurut pandangan mereka, begitulah petunjuk dari Rasulullah SAW yang mulia tentang cara makan, dan sunnah yang harus mereka lakukan sebagai upaya penentangan Islam terhadap orang-orang Barat.
Apakah itu tata cara makan yang diajarkan oleh Islam?
Syaikh Muhammad justru bertanya, ketika orang-orang Eropa melihat seorang lelaki yang hendak minum, mengambil gelas, kemudian dia duduk --sebelum itu dia berdiri-- untuk mengikuti tata cara minum, apakah pemandangan yang aneh ini yang menarik hati mereka untuk masuk Islam?
"Mengapa perkara-perkara yang remeh ini ditampilkan padahal perkara ini malah dapat menghalangi jalan Allah, dan menampilkan Islam dengan cara seperti itu akan lebih menggambarkan Islam berwajah garang?" ujarnya.
Sesungguhnya dakwah kepada Islam, menurutnya, tidak menerima perkara-perkara khilafiyah walaupun hal itu dianggap sangat penting oleh sebagian juru dakwah.
Syaikh Muhammad al-Ghazali berpendapat makan di atas tanah, atau makan dengan tangan merupakan masalah biasa dan bukan masalah ibadah. Itulah yang mereka tampilkan sebagai wajah Islam. Kemudian meletakkan tutup wajah di muka perempuan adalah perkara yang masih diterima dan ditolak, dan jangan dijadikan hal itu sebagai penampilan agama Allah kepada para hamba-Nya.
Renungkanlah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari tentang metode dakwah Islam sebagaimana yang ditetapkan oleh Tuhan yang Maha Agung; yang diriwayatkan dari Yusuf bin Mahik, yang berkata, "Sesungguhnya aku berada di sisi ' Aisyah ketika ada orang Irak yang datang dan bertanya kepadanya: 'Kain kafan mana kah yang lebih baik?'
'Aisyah menjawab, 'Celaka, apa yang engkau anggap penting di situ.'
Dia berkata lagi, 'Wahai Umm al-Mu'minin, perlihatkan kepadaku Mushafmu.'
'Aisyah berkata, 'Kenapa?'
Dia berkata: 'Barangkali aku dapat menyusun Al-Qur'an seperti itu, karena Al-Qur'an yang aku baca tidak tersusun.'
'Aisyah berkata, 'Apa yang engkau anggap penting di situ. Dan apa yang engkau baca sebelumnya? Sesungguhnya yang pertama kali diturunkan ialah golongan surat-surat Mufashshal yang menyebutkan surga dan neraka kemudian ketika orang-orang sudah mulai cenderung kepada Islam diturunkanlah perkara halal dan haram. Seandainya yang pertama kali diturunkan ialah: 'janganlah kamu meminum khamar,' niscaya mereka berkata, 'Kami tidak akan meninggalkan khamar.'
Seandainya yang pertama kali turun adalah ayat tentang larangan untuk berzina, niscaya mereka akan berkata, 'Kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya.' Sungguh ayat-ayat ini turun di Mekkah kepada Muhammad dan ketika itu aku masih kecil dan suka bermain.
"Sebenarnya hari kiamat itulah adalah hari yang dijanjikan kepada mereka; dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit" (QS Al-Qamar: 46)
Surat al-Baqarah dan surat an-Nisa' tidak turun kepadanya kecuali saya bersama dengannya. Setelah itu 'Aisyah berkata, 'Kemudian saya keluarkan mushaf untuknya dan saya diktekan surat itu kepadanya."
Akan tetapi, menurut Syaikh Muhammad al-Ghazali, masih banyak orang yang menyibukkan diri dalam dunia dakwah, tetapi mereka tidak memiliki fikih dan pengetahuan untuk itu, sehingga mereka menampilkan wajah agama ini dengan buruk dan tidak baik. Di antara mereka ada yang mencampuradukkan kekurangan itu dan kekurangan orang lain.
"Kekurangan dalam dakwah terus berkembang sehingga saya melihat para pengajar yang semu, yang menggambarkan Islam dari empat sudut saja, yaitu orang lelaki harus berjenggot, wanita harus menutup wajahnya, penolakan untuk menggambar walaupun di atas kertas, larangan terhadap lagu dan musik walaupun pada munasabah (acara) yang sangat mulia dengan rangkaian kata-kata yang sangat baik," ujarnya.
Syaikh Muhammad Al-Ghazali mengatakan dirinya tidak ingin memutuskan hukum tertentu dalam perkara ini. "Saya hanya ingin agar tindakan itu tidak melampaui batas, dan jangan sampai orang-orang yang melakukannya menyangka bahwa itulah puncak pengabdian dalam agama, padahal perkara itu sebenarnya adalah perkara kecil dan terbatas, di mana peperangan untuk membelanya justru akan mematikan Islam dan memporakporandakan umatnya," katanya.
Sekadar mengingatkanSyaikh Muhammad al-Ghazali adalah salah seorang tokoh kebangkitan Islam moderat pada abad ke-20 yang telah menulis lebih dari 94 buku. Agar tidak keliru, tokoh yang kita sebut ini berbeda dengan Imam Al-Ghazali (1058-1111), seorang filsuf dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.
Syaikh Muhammad lahir di Desa Nakla al-‘Inab, Buhairah, Mesir, pada 22 September 1917. Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul " Fiqih Prioritas " menyebut Syaikh Muhammad telah memberikan perhatian yang sangat besar kepada masalah fikih prioritas dalam buku-buku yang ditulisnya, terutama buku-buku yang ditulis menjelang akhir hayatnya.
Dalam bukunya yang berjudul "al-Da'wah al-Islamiyyah Tastaqbil Qarnaha al-Khamis 'Asyar", Syaikh Muhammad Al-Ghazali menjawab sendiri pertanyaan itu. "Mereka mengenakan jubah putih, duduk di atas tanah, memakan makanan dengan tangan mereka kemudian membersihkan ujung jemari mereka dengan mulut," katanya.
Menurut pandangan mereka, begitulah petunjuk dari Rasulullah SAW yang mulia tentang cara makan, dan sunnah yang harus mereka lakukan sebagai upaya penentangan Islam terhadap orang-orang Barat.
Apakah itu tata cara makan yang diajarkan oleh Islam?
Syaikh Muhammad justru bertanya, ketika orang-orang Eropa melihat seorang lelaki yang hendak minum, mengambil gelas, kemudian dia duduk --sebelum itu dia berdiri-- untuk mengikuti tata cara minum, apakah pemandangan yang aneh ini yang menarik hati mereka untuk masuk Islam?
"Mengapa perkara-perkara yang remeh ini ditampilkan padahal perkara ini malah dapat menghalangi jalan Allah, dan menampilkan Islam dengan cara seperti itu akan lebih menggambarkan Islam berwajah garang?" ujarnya.
Sesungguhnya dakwah kepada Islam, menurutnya, tidak menerima perkara-perkara khilafiyah walaupun hal itu dianggap sangat penting oleh sebagian juru dakwah.
Syaikh Muhammad al-Ghazali berpendapat makan di atas tanah, atau makan dengan tangan merupakan masalah biasa dan bukan masalah ibadah. Itulah yang mereka tampilkan sebagai wajah Islam. Kemudian meletakkan tutup wajah di muka perempuan adalah perkara yang masih diterima dan ditolak, dan jangan dijadikan hal itu sebagai penampilan agama Allah kepada para hamba-Nya.
Renungkanlah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari tentang metode dakwah Islam sebagaimana yang ditetapkan oleh Tuhan yang Maha Agung; yang diriwayatkan dari Yusuf bin Mahik, yang berkata, "Sesungguhnya aku berada di sisi ' Aisyah ketika ada orang Irak yang datang dan bertanya kepadanya: 'Kain kafan mana kah yang lebih baik?'
'Aisyah menjawab, 'Celaka, apa yang engkau anggap penting di situ.'
Dia berkata lagi, 'Wahai Umm al-Mu'minin, perlihatkan kepadaku Mushafmu.'
'Aisyah berkata, 'Kenapa?'
Dia berkata: 'Barangkali aku dapat menyusun Al-Qur'an seperti itu, karena Al-Qur'an yang aku baca tidak tersusun.'
'Aisyah berkata, 'Apa yang engkau anggap penting di situ. Dan apa yang engkau baca sebelumnya? Sesungguhnya yang pertama kali diturunkan ialah golongan surat-surat Mufashshal yang menyebutkan surga dan neraka kemudian ketika orang-orang sudah mulai cenderung kepada Islam diturunkanlah perkara halal dan haram. Seandainya yang pertama kali diturunkan ialah: 'janganlah kamu meminum khamar,' niscaya mereka berkata, 'Kami tidak akan meninggalkan khamar.'
Seandainya yang pertama kali turun adalah ayat tentang larangan untuk berzina, niscaya mereka akan berkata, 'Kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya.' Sungguh ayat-ayat ini turun di Mekkah kepada Muhammad dan ketika itu aku masih kecil dan suka bermain.
"Sebenarnya hari kiamat itulah adalah hari yang dijanjikan kepada mereka; dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit" (QS Al-Qamar: 46)
Surat al-Baqarah dan surat an-Nisa' tidak turun kepadanya kecuali saya bersama dengannya. Setelah itu 'Aisyah berkata, 'Kemudian saya keluarkan mushaf untuknya dan saya diktekan surat itu kepadanya."
Akan tetapi, menurut Syaikh Muhammad al-Ghazali, masih banyak orang yang menyibukkan diri dalam dunia dakwah, tetapi mereka tidak memiliki fikih dan pengetahuan untuk itu, sehingga mereka menampilkan wajah agama ini dengan buruk dan tidak baik. Di antara mereka ada yang mencampuradukkan kekurangan itu dan kekurangan orang lain.
"Kekurangan dalam dakwah terus berkembang sehingga saya melihat para pengajar yang semu, yang menggambarkan Islam dari empat sudut saja, yaitu orang lelaki harus berjenggot, wanita harus menutup wajahnya, penolakan untuk menggambar walaupun di atas kertas, larangan terhadap lagu dan musik walaupun pada munasabah (acara) yang sangat mulia dengan rangkaian kata-kata yang sangat baik," ujarnya.
Syaikh Muhammad Al-Ghazali mengatakan dirinya tidak ingin memutuskan hukum tertentu dalam perkara ini. "Saya hanya ingin agar tindakan itu tidak melampaui batas, dan jangan sampai orang-orang yang melakukannya menyangka bahwa itulah puncak pengabdian dalam agama, padahal perkara itu sebenarnya adalah perkara kecil dan terbatas, di mana peperangan untuk membelanya justru akan mematikan Islam dan memporakporandakan umatnya," katanya.
Sekadar mengingatkanSyaikh Muhammad al-Ghazali adalah salah seorang tokoh kebangkitan Islam moderat pada abad ke-20 yang telah menulis lebih dari 94 buku. Agar tidak keliru, tokoh yang kita sebut ini berbeda dengan Imam Al-Ghazali (1058-1111), seorang filsuf dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.
Syaikh Muhammad lahir di Desa Nakla al-‘Inab, Buhairah, Mesir, pada 22 September 1917. Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul " Fiqih Prioritas " menyebut Syaikh Muhammad telah memberikan perhatian yang sangat besar kepada masalah fikih prioritas dalam buku-buku yang ditulisnya, terutama buku-buku yang ditulis menjelang akhir hayatnya.
(mhy)